Aman Bersosial Media Bagi si Pra-Remaja

Anak pertama saya, abang Ken, baru saja masuk SMP. Ken pun mulai aktif  berinteraksi dengan teman-temannya lewat media sosial seperti facebook dan Instagram, begitu juga anak kedua saya, kakak Caca. Mereka berdua memang saya izinkan menggunakan media sosial, namun ada beberapa proses serta syarat yang saya berikan kepada mereka.

Prosedur serta syarat yang saya berikan kepada mereka tidak hanya agar saya mudah mengontrol aktivitas mereka di dunia maya namun juga membantu mereka terhindar dari dampak negatif sosial media misalnya cyber bullying yang pernah terjadi pada Caca sebelumnya.


1. Wajibkan mereka untuk meminta izin setiap ingin membuat akun

Pertama, mereka harus selalu minta izin kepada saya dan atau suami jika ingin membuat akun media sosial. Biasanya saya akan bertanya mengapa mereka membutuhkan platform tersebut. Sebagai contoh, saat abang selesai mengikuti Ballanced Pillar Camp tahun lalu, ia memutuskan untuk membuat akun Instagram. Alasannya agar ia bisa berbagi foto dan berkomunikasi dengan teman-teman barunya dari camp tersebut. Begitu juga dengan akun facebook yang merupakan jembatan antara Ken dan teman-teman sekolahnya yang sudah berbeda kelas, teman-teman rumah yang jarang ditemui, dan seterusnya.

2. Mereka harus mengizinkan orangtua mengecek akunnya


Saya meminta izin kepada mereka untuk memantau dan bahkan ikut campur jika ada masalah dengan akun sosial media mereka. Tidak mesti berteman di facebook, twitter atau pun Instagram, tapi cukup saya bisa melihat timeline mereka, bisa membuka inbox mereka karena saya tahu password-nya serta bisa meminta mereka menghapus postingan dan komen yang menurut saya sebagai orangtua mereka kurang layak untuk ditampilkan.

3. Bijak dan bertanggungjawab saat menggunakan gadgets


Saat pertama kali kedua anak tertua saya memiliki smartphones, yang saya tekankan adalah penggunaannya yang bijak. Boleh memakai dan mengutak-atik ponsel asalkan tahu waktu dan tempat serta tidak terlalu sering. Saat mereka sudah kelihatan terlalu sering memegang ponsel, saya pasti akan menegur dan jika mereka melanggar peraturan akan ada sanksi yang saya berikan yaitu dilarang menggunakan ponsel sehari penuh pada keesokan harinya.

4. Penempatan komputer di area terbuka

Khusus untuk PC, saya menempatkannya di ruang tengah sehingga saat mereka membuka internet untuk sekedar browsing atau pun mengerjakan tugas, mereka punya 'resistan' yang cukup tinggi sehingga tidak ingin membuka situs-situs yang kurang baik karena pasti ada saya, atau ayahnya atau si mbak yang sesekali melewati ruangan tersebut.

[caption id="attachment_110764" align="aligncenter" width="323" caption="(gambar: www.freedigitalphotos.net)"][/caption]

Soal menghapus postingan, saya rasa ini adalah pembelajaran buat mereka selama mereka masih di bawah umur. Mungkin kedengarannya saya seperti mendikte apa yang tidak dan boleh mereka posting, namun menurut saya ini justru untuk membentuk karakter mereka menjadi individu-individu yang lebih baik. Sebagai contoh, saat Caca beberapa kali membuat status "ughh, capek nih ulangan melulu," atau "sebel, lupa bawa pe er matematika," di facebooknya, saya meminta dia untuk menghapus status tersebut. Saya menjelaskan padanya bahwa terlalu banyak mengeluh, apalagi di media sosial akan membuat citra dirinya menjadi 'si tukang mengeluh' dan takutnya secara tidak sadar ia akan keterusan berbuat seperti itu di dunia maya mau pun dunia nyata. Alhamdulillah ia bisa menerima hal tersebut dan dengan sukarela menghapus beberapa postingan yang berisi keluhan.


Lain lagi dengan si abang. Anak berumur hampir 13 tahun ini senang berbagi soal hobi dan keluarganya. Beberapa kali ia memposting gambar yang kurang lebih sama yaitu kucing peliharaannya dengan kualitas yang berbeda-beda, ada yang bagus dan ada yang gelap. Saya mengajarkannya untuk tidak memposting terlalu banyak gambar, apalagi yang kualitasnya tidak bagus. Ya, saya sudah mengajarinya cara 'menjaga image' dalam artian yang positif karena ia akan membutuhkan life skill tersebut di usianya yang sudah beranjak remaja. Dari empat foto kucing dengan pose dan komposisi yang mirip, dua di antaranya gelap, saya menyarankan ia menghapus dua gambar yang gelap. Saat ia bertanya kenapa, saya menjelaskan bahwa ia tidak mau kan memenuhi timeline IG temannya dengan rentetan gambar yang sama dan berkualitas jelek? Ia setuju dan mengerti penjelasan saya, bahkan ia meminta ayahnya untuk mengajarinya soal fotografi.


Intinya, anak-anak pra-remaja kita perlu untuk belajar memiliki aktivitas online dan dengan komunikasi yang baik antara kita dan mereka, mudah-mudahan yang akan mereka dapat adalah sebanyak-banyaknya manfaat positifnya ketimbang dampak negatifnya.




Related Tags :

12 Comments

  1. avatar
    Kadek Almaniora October 15, 2015 7:36 am

    zata makasih bekal tipsnyaaa..
    berguna banget ini.. :*

    1. avatar

      As .



  2. avatar
    Honey Josep October 13, 2015 5:19 pm

    Wah Zata, keren banget deh artikel ini!

    Jadi tau deh Do and Don't untuk masalah gadget bagi pra remaja dan remaja :)

    Darren, beberapa tahun lagi akan jadi pra remaja.... semoga negosiasi soal gadget gak alot :D

    Tfs Zata :)

    1. avatar

      As .



  3. avatar
    Retno Aini October 7, 2015 3:39 pm

    Setuju bgt sama tips2nya Zata. skrg anak hidup di zaman internet & kedepannya bakal banyak berinteraksi dg sosmed, nomor satu yg mereka harus pelajari adalah gmn biar aman & santun berinteraksi di dunia maya. Semoga kita para orangta punya kesadaran yg sama ya. Tfs ya Ta!

    1. avatar

      As .



  4. avatar
    zata ligouw October 7, 2015 9:13 am

    sama-sama Cindyyyy...

    1. avatar

      As .



  5. avatar
    Cindy Vania October 7, 2015 8:53 am

    Ikutan save artikel ini juga aahh.. Thanks banget zataaa buat artikelnya.

    1. avatar

      As .