Bersabarlah, Mama

Di masa-masa awal setelah melahirkan, saya sempat frustrasi menjalankan peran sebagai Ibu. Bayi saya, Qatrunada, hanya bisa tidur dalam gendongan dan setelah menyusu pada saya.
 
Bisa dibayangkan, baju saya tidak pernah terpasang benar. Kancing selalu terbuka untuk menyusui seharian. Masuk angin? Sudah jelas tak usah ditanya lagi. Sekali menyusu, Qatrunada bisa lebih dari satu jam menempel, bahkan sampai dua jam, tidak pernah kurang.

Sekali waktu ketika sudah lepas dan ia terlelap tidur, saya coba pindahkan ke tempat tidur dengan berusaha keras tak bersuara. Jangan sampai ada suara yang bikin kaget, benar-benar perlahan-lahan. Saat itu saya sudah menahan rasa ingin buang air, belum lagi perut lapar, dan bau badan sudah tak jelas karena belum mandi. Alhamdulillah, Qatrunada berhasil dipindahkan ke tempat tidur. Perlahan-lahan saya beranjak pergi dari kasur. Bagi saya saat itu, bayi terbangun adalah sesuatu yang lebih horor dari apapun. Baru beberapa langkah, tiba-tiba...

"Eeeeaaaaaaakkkkkkkkk!"

Tangisan bayi sudah terdengar jelas, semakin lama semakin keras.

Kejadian tersebut hanya terjadi sesekali? Oh tentu saja tidak. On repeat, setiap hari, setiap saat, sampai berbulan-bulan. Dan mulailah pikiran saya jalan-jalan ke mana-mana,

"Apa ASInya kurang?"

"Apa bayi Qatrunada sakit?"

"Apa harus dipaksa pisahkan saja tidurnya di lain kasur?"

"Kapan polanya berubah, ya?"

"Apa seterusnya akan seperti ini?"

Dan berbagai kekhawatiran lainnya yang setiap saat menghantui hari-hari saya saat itu. Saya selalu mencari tahu, tanya-tanya teman dan mencari informasi apapun tentang bayi. Alih-alih tenang, kecemasan saya malah merambat ke hal-hal yang sebenarnya memang tidak terlalu penting. Dan itu semakin membuat saya semakin pusing sendiri.

Kala itu, tubuh masih butuh pemulihan usai melahirkan. Ditambah lagi pola tidur berubah, bahkan sering begadang, dan bayi tidak bisa lepas dari gendongan saya, setiap hari. Belum lagi lelah dengan pikiran-pikiran saya sendiri. Akhirnya baby blues syndrom pun hinggap. Baby blues juga dikenal sebagai postpartum blues atau postpartum distress syndrome, adalah kondisi psikis emosional dan perubahan mood yang dirasakan ibu pasca melahirkan.

Bayi Qatrunada baru menjalani beberapa hari kehidupannya di dunia. Saya sang ibu malah menjadi sensitif, mudah menangis, mudah tersinggung, serta tertekan. Tak ingin berlarut-larut, saya pun berusaha untuk segera mengatasi stress yang dialami. Para Mama, adakah yang mengalami kondisi serupa? Laa tahzan. Ada beberapa langkah yang saya pernah lakukan untuk mengatasi kondisi tersebut:

1. Belajar informasi terkait pola tidur bayi
Saya memang harus belajar pola tidur bayi baru lahir, sehingga saya bisa memahaminya karena selama ini saya benar-benar buta mengenai perawatan dan pengasuhan bayi. Saya memilih beberapa website yang memang sudah teruji membahas ibu dan anak, jadi tidak sembarangan membaca artikel tanpa sumber yang jelas.
Dari salah satu artikel yang saya baca, seorang dokter anak menjelaskan bahwa bayi secara biologis mampu untuk merasakan ada sesuatu yang terjadi ketika terpisah dari orang terdekatnya, dan mereka merasakan melalui kulit mereka, ada sesuatu yang berbeda seperti kehilangan kelembutan dari sentuhan mama, kehangatan panas tubuh mama, dan rasa terlindungi. Bayi terjaga karena merasa ditinggalkan, maka ia merasa itu adalah waktu baginya untuk terbangun dan menangis memanggil kembali orang yang paling dekat dengannya. 

2. Membaca kembali materi mengenai psikologi perkembangan anak
Saya lulusan sarjana psikologi. Jadi kondisi ini membuat saya kembali membaca materi mengenai psikologi perkembangan anak. Mengeai tahapan perkembangan psikososial, menurut Erik Ericson tahapan pertamanya adalah Trust Vs Mistrust (Percaya Vs Tidak Percaya). Tahapan Trust Vs Mistrust ini terjadi pada usia 0 hingga 18 bulan dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup manusia, yaitu membangun kepercayaan. Bayi sangat bergantung pada ibunya, perkembangan kepercayaan ini didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuhan kita selaku orangtua pada bayi. Jika bayi berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa aman di dunia.

Bagi si bayi, dunia adalah tempat asing. Bising, dingin dan tidak ada yang ia kenal kecuali detak jantung mama selama dalam kandungan. Bayi takut, butuh rasa aman dan nyaman. Rasa aman dan nyaman itu didapat dari dekapan ibunya. Dalam dekapan ibu, ia mendengar detang jantung yang ia kenal, merasa hangat, dan kebutuhan makan-minumnya terjamin.

Ketika seorang ibu tidak rela, tidak ikhlas secara emosional, atau hati enggan mengendong dan menyusui bayi selama yang bayi inginkan, apalagi membiarkan bayi menangis lama, ini dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada bayi. Kegagalan awal dalam mengembangkan kepercayaan bahwa dunia ini aman akan menghasilkan ketakutan bahwa dunia tidak aman baginya dan tidak ada yang dapat melindunginya.

Saya belajar bahwa Qatrunada, seperti bayi-bayi lainnya butuh rasa percaya. Percaya bahwa ia aman bersama ibunya, percaya bahwa ia terlindungi, ia dikasihi secara fisik dan emosional. Membiarkan tangisan bayi semakin menjadi hanya akan membuat tingkat kecemasannya meningkat. Bayi akan berpikir kalau ia dibiarkan, tidak dianggap atau ia berada di situasi yang tidak aman. Memang ini akan sangat melelahkan, namun yakinlah mama, ini yang terbaik dan tidak akan berlangsung selamanya.

3. Memilih stategi stress-coping 
Saya pernah mengenyam pendidikan di bidang psikologi. Ini membuat saya berpikir, setidaknya saya harus lebih bisa mengatasi stess yang dialami sendiri.  Saya pun memilih stategi stress-coping yang cocok untuk saya, dan ada 2 bagian:
⦁    Problem Focused Coping, yaitu strategi penanganan stress dengan mengubah situasi yang membuat stress.
⦁    Emotion Focused Coping, yaitu strategi penanganan stress dengan mengubah respon terhadap situasi stress.

Saya memutuskan untuk mengambil emotion focused coping (change the response). Saya rasakan hidup saya jauh lebih ringan ketika saya merelakan hidup untuk si bayi dan tidak perhitungan lagi padanya. Perhitungan seperti 'saya sudah mengendong ia seharian' atau 'ia sudah menyusu sangat lama pada saya'. Ternyata bayi bisa lebih bahagia ketika tidak terlalu terikat pada aturan, seperti aturan harus tidur terpisah, aturan harus menyusu hanya dengan durasi sekian menit, dan sebagainya.

Menomorduakan semua hal yang harus saya lakukan dan mengutamakan si bayi juga ternyata menjadi solusi yang paling baik bagi saya. Sadar bahwa bayi sedang mengomunikasikan rasa takutnya, bukan sedang 'mengerjai' saya. Pola bayi akan terus berubah seiring tahapan perkembangannya. Penuhi tahapan perkembangannya dengan baik, karena tahapan itu tidak bisa kembali lagi. Ya, masalah ini akan berlalu, semua kondisi yang mama anggap sulit dalam merawat bayi hanya bersifat sementara. Kalau kata orang Sunda, hujan ge aya raatna. Hujan pun ada redanya.
 
Ketika si kecil sudah tidak terlalu ingin terus-menerus merasa aman dalam dekapan mama, ia akan menjadi seseorang yang lebih percaya diri. Hal tersebut adalah hal yang penting, bukan? Jadi bersabarlah, Mama. Kita sama-sama tahu kalau kita selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sang buah hati. Mana kita tahu, suatu saat nanti kita malah akan rindu dengan semua kelelahan saat ini.

3 Comments

  1. avatar
    Eggi Putri November 16, 2019 2:26 pm

    Sangat menginsipirasi. Untuk semua moms diluar sana tetap semangat

    1. avatar

      As .



  2. avatar
    Faradiba Septiningputri October 14, 2019 8:49 am

    Tulisan mu membantuku mb. Makasih sdh diingatkan utk bersabar, ini hanyalah sesuatu yg sifatnya sementara dan harusnya dinikmati. Makasih mb hikmah

    1. avatar

      As .



  3. avatar
    Cindy Vania April 17, 2018 9:11 am

    Nice artikel mama Hikmah.
    Artikel seperti ini bisa merefresh ingatan di otak yang "pernah" mengurus bayi rewel yang kadang bikin mamanya pengin jadi lebih rewel. hihihi..

    Sekalian siap-siap juga sih :D

    1. avatar

      As .