Long Distance Pregnancy

Zaman sekarang sepertinya pacaran maupun menikah jarak jauh itu sudah bukan hal yang aneh lagi ya? Sebagian besar dari teman di kantor saya mengalaminya, begitu pula dengan saya. Sampai sekarang saya sudah menjalani pernikahan long distance selama satu tahun sembilan bulan, setelah sebelumnya sempat berpacaran jarak jauh juga selama dua tahun lamanya.

Sebenarnya jarak antara saya dan suami tidak terlalu jauh sih, kurang lebih 4 jam perjalanan antara Sukabumi - Jakarta, dan frekuensi bertemu masih bisa diatur selama satu minggu sekali. Dan awalnya hal ini tidak menjadi masalah karena walaupun kangen suka mendera pada tengah-tengah minggu, masih bisa diatasi dengan telepon, ym, atau bbm. Masalah mulai memuncak ketika saya mulai hamil.

Di kota ini saya tinggal bersama kedua orangtua saya, yang sangat memperhatikan kehamilan pertama saya ini, tapi siapa sih istri yang tidak ingin ditemani suaminya saat hamil? Saat lagi mengidam kepiting saus tiram di malam hari, saya tidak tega kalau harus membangunkan bapak saya yang sudah tua, memaksa untuk mencari makanan itu. Atau ketika back ache sedang melanda, saya sering tidak tega untuk meminta tolong ibu saya untuk memijati saya, karena mengetahui betapa lelahnya beliau setelah seharian juga bekerja. Atau ketika hormon kehamilan sedang bekerja dengan giat, dan setiap hari rasanya PMS bagi saya, dan setiap masalah di kantor menjadi puluhan kali lipat beratnya? Rasanya ingin ada suami yang bisa ditemui dan dicurhati setiap malam ketika pulang kantor, memijati punggung yang lelah, mencari makanan yang diinginkan istrinya seperti cerita pasangan suami dan istri lainnya.

Tentunya hal ini belum bisa terjadi kepada kami berdua karena beberapa alasan. Tapi, positifnya hal ini membuat saya lebih mandiri, dan juga lebih mendekatkan saya kepada kedua orangtua saya, karena mereka merasa seperti punya bayi baru yang harus diurusi lagi karena tingkat kemanjaan saya yang bertambah selama hamil ini. Mudah-mudahan kehamilan kedua nanti, saya bisa satu kota dengan suami ya.


13 Comments

  1. avatar
    zulaekhah anggraeni November 29, 2013 4:58 pm

    Saya juga LDR waktu hamil mba.. *toss*
    Tiap hari baby saya ngobrol lewat tlp dg bapaknya.
    Memang nelangsa mba,, perasaanku waktu itu persis seperti cerita mba diatas..

    1. avatar

      As .



  2. avatar
    Yulia Dela Dacrea November 25, 2013 9:28 am

    @mail_neti iya.. katanya dedeknya harus sering diajakin ngobrol dan dikasih pengertian bahwa papanya jauh sejak dalam kandungan, hehe..

    @mia duh, keram itu nggak nahanin banget ya! Amiin.. mudah2an ada rejekinya ya,,

    @kanahayaku harus dibawa seneng, kalo ngga bisa stres sendiri dan nangis semaleman ;p

    1. avatar

      As .



  3. avatar
    Pia Gabriella November 22, 2013 11:03 pm

    Heheh i feel u mbaakk :D
    Mana dulu hamil2 harus ngkost sendirian d daerah terpencil sampe 8 bulan wkwkwkwk ,tp dibawa seneng ajaaa ;) okeh

    1. avatar

      As .



  4. avatar
    mia utami November 22, 2013 4:51 pm

    yang bikin ngenes pas Long Distance Pregnancy adalah:
    kram betis atau paha tengah malem dan cuma bisa nangis sendirian di kamar kost.

    yang sabar ya moms, semoga dalam waktu dekat bisa 1 kota lagi ama suami .. amiiinnn..

    1. avatar

      As .



  5. avatar
    Neti - Rania's Mother November 22, 2013 10:28 am

    Aku juga LDR an sama suami, suami di Subang Jawa Barat, aku di Jogja sendirian pas hamil dan sekarang pas udh lahir cuma berdua aja sama Kaka Rania (anak kami). Iya sih hamil sendirian jauh dari suami dan keluarga itu jadi bikin mandiri, alhamdulillah gak rewel ataupun ngidam macem2.
    Dari hamil sering diajakin ngobrol baby nya, "papa nya jauh nak, mama cuma sendiri di sini..." :)

    1. avatar

      As .