Lubang Biopori, Sampah, dan Diet Kantung Plastik

Bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional yang jatuh pada 21 Februari yang lalu, pemerintah menjalankan uji coba kantung plastik berbayar yang diterapkan di minimarket maupun supermarket besar. Peraturan ini diberlakukan dengan harapan para pembeli bersedia membawa sendiri kantung belanja dari rumah. Seperti biasa, peraturan pemerintah ini ditanggapi dengan pro dan kontra dari masyarakat. Saya sendiri mendukung pemerintah untuk peraturan ini dan malah cenderung antusias karena tidak sabar ingin membeli tas kain kantung belanja lucu- lucu yang mulai banyak dijual di toko online.


Saya jadi ingat ketika masih tinggal di Seoul 3 tahun yang lalu. Kantung belanja adalah benda yang tidak pernah ketinggalan dan selalu berada di dalam tas. Di Seoul tidak disediakan kantung plastik gratis jika berbelanja. Pembeli harus membayar sebesar Krw500 atau Rp5.000,- untuk setiap lembar kantung plastik. Saya tentu tidak rela menyisihkan uang sebanyak itu buat kantung plastik, lebih baik buat jajan topokki saja. Jika tidak membawa kantung belanja saat berbelanja cukup banyak,  supermarket menyediakan kardus gratis sebagai penampung barang. Satu hal lagi, jangan harap kasir mau memasukkan barang-barang kita ke dalam kantung belanja atau kardus, semua harus kita lakukan sendiri dengan cepat. Apalagi jika antrean sedang panjang, semua harus bergerak cepat baik kasir maupun pembeli.


Lain lagi jika berbicara tentang masalah sampah, pemerintah Korea sangat 'merepotkan' penduduknya. Ketika baru sampai di sana, saya agak terkaget-kaget dengan urusan sampah ini. Kebiasaan di Indonesia, saya hanya tinggal membuang semua sampah jenis apa pun ke tempat sampah yang nantinya akan diangkut oleh petugas kebersihan. Di Seoul, setiap keluarga wajib memilah-milah sendiri sampah berdasarkan jenisnya. Di tempat pembuangan sampah, sudah tersedia tong besar yang terpisah untuk sampah plastik, kertas, kaleng, botol kaca, popok dan pembalut, serta sampah organik berupa sisa makanan atau kulit buah. Bahkan ada tong khusus yang menampung sampah baterai yang ternyata bahaya jika terbuang ke tanah. Awalnya, saya agak dibuat repot dengan kebiasaan memilah-milah sampah ini, tetapi lama-kelamaan jadi terbiasa. Serunya, tempat pembuangan sampah di Korea selalu menyediakan pojok pembuangan di mana warga dapat membuang barang-barang yang masih bagus, tetapi tidak mereka gunakan lagi. Nantinya barang-barang ini boleh diambil oleh mereka yang menginginkannya. Saya pernah menemukan panci, piring cantik, kursi, meja, koper, bahkan oven!


Kembali ke Indonesia membuat saya kembali pada kebiasaan lama yakni membuang sampah tanpa dipilah-pilah berdasarkan jenisnya. Saya melihat di dalam truk sampah, semua jenis sampah bercampur jadi satu dalam kantung plastik kresek yang bertuliskan nama-nama minimarket atau supermarket. Lama-kelamaan saya merasa bersalah ketika mencampurkan sampah makanan basah dengan sampah lainnya yang sifatnya kering seperti kertas dan kaleng. Sulit membayangkan bagaimana bentuk tumpukan sampah ini di tempat pembuangan akhir. Plastik, kaca, kertas, dan sisa makanan bercampur semua jadi satu. Tentu petugas kebersihan di TPA akan sulit memilah sampah yang bisa didaur ulang dengan sampah lainnya. Untuk membuat diri saya sendiri merasa nyaman, maka saya mulai kembali memisahkan sampah sebelum membuangnya ke depan rumah untuk diangkut petugas kebersihan. Memang tidak sedetail seperti saat tinggal di Seoul, tetapi saya merasa lebih baik. Saya memisahkan sampah berdasarkan 3 jenis yaitu sampah daur ulang seperti plastik, kertas, dan kaleng lalu sampah yang tidak bisa didaur ulang seperti popok dan pembalut, serta sampah organik.

Kembali pada kantung plastik. Kita semua tahu bahwa para mama seperti kitalah monster plastik yang sebenarnya. Coba perhatikan, di setiap rumah pasti ada wadah penampung plastik kresek dari hasil belanja kita di supermarket. Alibi ketika diprotes masalah koleksi kantung plastik ini biasanya karena plastiknya akan digunakan sebagai kantung sampah di rumah. Sekarang dengan adanya peraturan plastik berbayar, tentu koleksi plastik di rumah akan drastis berkurang. Bagaimana dengan kantung sampah di rumah?

Tempat sampah di dalam rumah sebenarnya tidak memerlukan kantung plastik untuk menampung sampah. Kita hanya butuh menyediakan satu kantung plastik berukuran besar yang diletakkan di tempat sampah depan rumah. Sampah-sampah kering bisa dibuang tanpa harus ditampung dengan plastik kresek dari supermarket. Hanya saja untuk sampah tidak daur ulang seperti popok dan sampah organik makanan tetap saya bungkus dengan plastik agar tidak berceceran. Celana poop dan training pants menjadi solusi supaya saya dapat mengurangi pemakaian popok sekali pakai. Dengan begitu saya jadi mengurangi penggunaan kantung plastik untuk membungkus sampah popok.

Ternyata masalahnya belum selesai sampai di situ saja. Kadang petugas kebersihan tidak datang pada jadwalnya. Kaget sekali saat ingin membuang sampah, tempat sampah sudah dipenuhi ribuan belatung! Menjijikan sekali! Ternyata dua hari saja petugas kebersihan terlambat mengangkut sampah, belatung-belatung sudah menghampiri. Saya lalu putar otak untuk mengatasi masalah sampah organik ini. Bagaimana caranya agar sampah organik tidak perlu menunggu untuk diangkut oleh petugas kebersihan. Menguranginya agak sulit karena sampah organik ini adalah sampah yang setiap hari pasti ada, seperti sisa kulit buah, sayuran maupun makanan sisa lepehan anak-anak. Saya lalu menemukan informasi tentang lubang biopori.

Lubang biopori ini menjadi solusi agar sampah organik tidak lagi dibuang di tempat sampah untuk diangkut petugas kebersihan. Sampah-sampah organik ini justru saya manfaatkan sebagai makanan bagi para organisme dan fauna di dalam tanah. Tadinya saya hanya butuh solusi untuk pembuangan sampah basah setiap harinya. Namun dengan adanya lubang biopori di rumah, ternyata saya justru mendapatkan manfaat lebih. Lubang biopori ternyata berfungsi sebagai resapan air sehingga bisa mencegah banjir, meningkatkan cadangan air bersih juga mengubah sampah basah menjadi pupuk kompos untuk bunga-bunga dan tanaman saya.

Untuk membuat lubang biopori, saya meminta bantuan dari tukang kebun untuk membuat 10 lubang di taman kecil rumah saya. Jika urban mama mau membuatnya sendiri juga mudah kok!

Alat dan bahan:


  1. Alat bor biopori yang saya pesan melalui IPB Bogor.

  2. Alat bor untuk melubangi tutup lubang biopori.

  3. Pipa PVC sepanjang 10 cm dengan tutupnya.


[caption id="attachment_115660" align="alignnone" width="240" caption="Alat bor biopori"][/caption]

 

Cara membuat:


  1. Sebelumnya basahi dulu tanah agar tidak keras dan mudah untuk dilubangi.

  2. Buat lubang dengan bor manual dengan kedalaman 80 - 100 cm dan diameter 10 cm.

  3. Masukkan pipa PVC dan sisakan sedikit di atas mulut lubang, lalu tutup dengan penutup PVC yang sudah dilubangi dengan bor tangan. Jika tidak ada bor, bisa menggunakan paku yang dipanaskan.


Tugas selanjutnya adalah mengedukasi orang rumah dan asisten rumah tangga untuk tidak lagi membuang sampah organik di tempat sampah. Saya sediakan ember kecil khusus untuk menampung sampah organik. Setiap harinya sampah organik tersebut dimasukkan ke dalam lubang biopori. Beberapa bulan kemudian, sampah tersebut bisa dipanen untuk pupuk kompos. Sekarang belatung-belatung bisa mendapatkan jatah makanan mereka tanpa harus mampir ke tempat sampah.

Mengurangi penggunaan kantung plastik serta membuat lubang biopori memang hanya aksi kecil saya yang berniat untuk lebih ramah lingkungan. Namun memang begitulah seharusnya, aksi peduli lingkungan bisa diawali dengan hal-hal kecil dan dimulai dari tingkat keluarga.

9 Comments

  1. avatar
    Ninawati Tanurachman September 23, 2020 5:38 am

    Mau tanya nih... bgmn cara mengambil kompos didalam lubang biopori? bongkar lubangnya?

    1. avatar

      As .



  2. avatar
    Melissa April March 18, 2016 10:08 am

    Biopori ini menjadi salah satu aksi para relawan dalam pencegahan terhadap bencana banjir, kekeringan, dll. Di tempat kerjaku juga sedang "menggalakan" aksi biopori, sumur resapan, sebagai usaha yg dapat dilakukan warga dalam mencegah terjadinya bencana.

    Tks artikelnya yang sgt menginspirasi mom..Semoga makin banyak yg peduli lingkungan hidupnya :)

    1. avatar

      As .



  3. avatar
    Rebekka Irnawati March 16, 2016 4:57 pm

    terima kasih banyak semua komennya... ayoo bikin juga lubang bioporinyaa...

    1. avatar

      As .



  4. avatar
    nurul lestari March 12, 2016 6:32 pm

    Wihh,,jadi ingat ma kebiasaan bapakk sy, tp blum menerapkan sndriii nih drmh sndirii...makasii sdh menginngatkan n mengobarkan smanngat hidup hijauu moomm

    1. avatar

      As .



  5. avatar
    Afifah Rahmawati March 10, 2016 4:06 pm

    Alhamdulillah... *sujud syukur* baru kemarin kakak saya ngobrolin tentang lubang biopori ke saya, eeeh nemu postingan ini (mau pindahahn ke rumah baru, kebetulan rumah saya pinggir kali yang katanya rawan kekeringan, maka sebaiknya dibikin lubang biopori).

    Makasih MommyMinje sharingnya... deeuuh iya nih, saya termasuk pemilik alibi "kantong plastiknya kan dipake lagi buat kantung sampah" #menohokbangetmaak -,- harus mulai diubah ya. Pas banget pas mau pindahan... aaaaak gak sabar bikiin..

    kalau untuk tau detail bikinnya (misalnya luas tanah sekian, bikin lubangnya berapa banyak) bisa nyari dimana ya mom? atau ada cp orang IPBnya kah?

    hehehe, makasih banyak infonya mommyMinjee... :)

    1. avatar

      As .