Perencanaan Keuangan saat Membangun Keluarga

Sebagai orangtua, tentunya kita ingin memberikan kebahagian serta hal yang terbaik bagi anak.

Hal itu juga yang saya dan suami inginkan, saat mendapati ada dua garis di alat tes kehamilan pada Januari 2007, satu bulan setelah menikah. Waktu itu, saya baru berumur 25 tahun dan masih menyesuaikan diri menerima peran baru yang akan dijalankan yaitu sebagai istri dan calon mama.

Kehamilan pertama saya itu dapat dikatakan lancar-lancar saja. Sama seperti para calon mama, saya berusaha sebisa mungkin memerhatikan makanan dan minuman bergizi yang dikonsumsi, minum vitamin yang diberikan oleh dokter, sampai mempersiapkan berbagai perlengkapan bayi yang lucu-lucu dan menggemaskan. Rasanya semua ingin dibeli kalau tidak ingat bahwa kami harus mempersiapkan biaya persalinan dan imunisasi bayi.

Kebetulan saya sempat mencatat biaya-biaya yang kami keluarkan mulai dari hamil, melahirkan, sampai biaya imunisasi bayi. Biaya pemeriksaan kehamilan yang kami keluarkan pada tahun 2007 sudah mencapai lebih dari Rp6 juta, hanya mencakup konsultasi rutin dan pembelian vitamin. Belum termasuk biaya pemeriksaan laboratorium. Biaya persalinan Darren mencapai Rp7 juta dengan proses persalinan normal. Ini belum termasuk biaya imunisasi dan pembelian perlengkapan bayi.

Pengeluaran yang cukup besar ini membuat kami sebagai pasangan muda sempat terkejut. Punya anak, apalagi kalau kita ingin memberikan yang terbaik bagi si buah hati memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dari pengalaman itu, saya dan suami jadi membicarakan secara serius rencana keluarga kecil kami ke depannya. Tentunya kalau nanti punya anak kedua, kami ingin bisa terus memberikan yang terbaik bagi mereka.

Berdasarkan hitungan finansial tersebut, saya dan suami memutuskan untuk memberikan jarak kelahiran antara Darren dan adiknya. Tujuannya agar kami bisa berkonsentrasi mempersiapkan dana pendidikan Darren, sambil juga mempersiapkan dana untuk kehamilan dan melahirkan anak kedua kami. Selain itu, perencanaan jarak kehamilan juga memberikan dampak positif terhadap kebahagiaan keluarga kami. Saya bisa berkonsentrasi mengurus Darren sambil tetap bekerja sebagai karyawati pada sebuah perusahaan swasta. Apalagi saat itu saya langsung hamil tidak lama setelah menikah. Kami bisa fokus pada tumbuh kembang Darren, bisa berlibur setiap tahun, dan membuat ikatan kami sekeluarga jadi makin dekat.

Saat Darren berusia 7 tahun, kami sepakat untuk memberikan adik. Saat itu dana pendidikan Darren sampai SMP sudah siap, sambil masih melanjutkan investasi dana pendidikannya untuk jenjang yang lebih tinggi lagi. Dana kehamilan dan melahirkan anak kedua juga sudah siap, jadi rasanya lebih tenang saat menjalani kehamilan, tidak merasa was-was memikirkan masalah finansial. Akhirnya pada tahun 2015 lahirlah Xiao Dre. Rasanya keluarga kami jadi makin lengkap sekarang.

Setiap keluarga punya pertimbangan sendiri-sendiri berkaitan dengan perencanaannya. Apa yang baik dan penting bagi kami, belum tentu sama dengan pandangan keluarga lain. Namun yang terpenting, setiap langkah dalam keluarga sebaiknya didiskusikan dan direncanakan dengan matang.

 

 

2 Comments

  1. avatar
    Retno Aini July 3, 2017 5:52 pm

    Wah jarak Darren & Dre 7 tahun ya? hmm, berarti belum telat buatku untuk ngasih adek buat ALma :D Kami juga merencanakan jarak anak kedua nih, salah satunya krn masih nomaden alias sering pindah2. Setuju Honey, setiap keluarga punya pertimbangan sendiri-sendiri dengan perencanaan kelahiran anak. yang terpenting, semua didiskusikan bareng pasangan & direncanakan dengan matang :) tfs yaa Hon

    1. avatar
      Honey Josep July 4, 2017 3:43 pm

      Hai Aini, Minal Aidin Wal Faidzin yaaa :)

      iyes! Jaraknya cukup jauh dan tentu saja belum terlambat buat Alma untuk punya adik :)

      Dengan perencanaan yang matang segalanya jadi lebih mudah.

      My pleasure Ai!

      1. avatar

        As .



    2. avatar

      As .