God Gave Us an Angel

Woro Pradono Was a blogger, now sharing her fun family life through instragram pictures (@wortje). Currently live in Singapore with her dearest Husband, Andri Pradono and their dearest Son, Zlatan A. Pradono. Loves running, and always in search for a great coffee.

Pada awal tahun 2014 ini saya mendapat anugerah luar biasa. Setelah terlambat haid, saya melakukan beberapa kali tes kehamilan, dan ternyata saya positif hamil. Awalnya saya tidak menduga bahwa rezeki dari Allah akan datang secepat ini, mengingat Zee, anak pertama saya, baru ‘datang’ setelah saya menikah 2,5 tahun tanpa menunda kehamilan sama sekali.



Saya langsung cek ke dokter, setelah menghitung HPHT (hari pertama haid terakhir) jatuh sekitar tujuh minggu yang lalu. Kehamilan kedua ini beda dengan kehamilan pertama di mana segala sesuatunya berjalan sesuai dengan ‘buku panduan’ What To Expect When You’re Expecting. Di minggu yang seharusnya ke-7, besar kantong saya didapati hanya berukuran lima minggu. Dokter meyakinkan saya bahwa setiap kehamilan berbeda-beda, dan ini normal-normal saja.


Mendapati bahwa hamil lagi, saya lantas mulai mengubah gaya hidup. Makan sehat, beraktivitas seperti biasa, serta mengurangi aktivitas lari dan menggantinya dengan jalan pagi setelah mengantar Zee ke sekolah.


Sampai saya merasa, there’s something ‘wrong’ about this pregnancy. Ketika lagi-lagi saya menceritakan keadaan ini ke beberapa teman bahwa saya tidak merasakan gejala hamil seperti mual, letih, pusing dll, mereka kembali meyakinkan untuk berpikir positif dan semuanya baik-baik saja. Saya meng-iya-kan, tapi tetap dalam hati ragu, sesuatu yang tidak pernah saya rasakan sewaktu saya hamil Zee.


Jadwal cek ke dokter dijadwalkan pada minggu ke-11. Tidak ada kenaikan berat badan dan tekanan darah saya rendah sekali. Kemudian dokter tidak dapat melihat fetus di dalam kantong rahim. Pantang menyerah, beliau meminta izin untuk mencari detak jantung melalui USG transvaginal. Tidak juga ada detak jantung. Juga tidak ada aliran darah di dalam rahim. Kemudian beliau berkata, "Maaf Ibu, sepertinya janinnya tidak berkembang.”


Tidak ada janin di dalam kantong rahim saya.


Saat itu, tidak ada tangisan, tidak ada kesedihan. Sampai saya selesai berkonsultasi dengan dokter, saya masih belum merasakan apa-apa. Keluar dari klinik, semua terasa membaik dengan pelukan dari suami yang menyatakan semua akan baik-baik saja. Ketika Zee menanyakan di mana adik bayinya, barulah saat itu saya merasakan sedih yang teramat sangat.



Keguguran ini tidak terjadi secara spontan. Setelah pertemuan dengan dokter, saya diberi waktu seminggu untuk menunggu keguguran spontan. Namun setelah tidak juga terjadi, saya harus kembali ke klinik dokter dan menentukan waktu untuk evacuation of uterus atau curettage (kuret). Setelah menetapkan waktu tindakan operasi, keesokan paginya saya berangkat sendirian ke rumah sakit pukul lima pagi diiringi pelukan dan doa suami. Karena di sini kami tidak mempunyai asisten rumah tangga, suami saya harus menunggui Zee yang saat itu masih tertidur lelap. Mereka berdua akan menjemput saya setelah semua proses operasi selesai tengah hari.


Karena ini hanya day surgery dengan bius total, prosedur kuretnya hanya kurang lebih 15-30 menit, namun persiapannya sendiri memakan waktu 1-2 jam. Saya bahkan sempat tertidur menunggu waktu operasi. Usai operasi, saya dibangunkan dan diobservasi selama setengah jam. Setelah melihat saya baik-baik saja, diantar kembali ke kamar. Pukul 11 pagi suami dan anak saya menjemput, langsung bisa pulang ke rumah. Cepat, tapi ternyata tidak semudah itu.


Paling berat bagi saya adalah memberi tahu kabar ini ke keluarga dan teman-teman. Saat mendengar kabar kehamilan ini, banyak yang bahagia dan berbaik hati mendoakan kehamilan ini tetapi kemudian saya merasa bahwa saya harus memberi tahu mereka kabar duka. Alhamdulillah, keluarga dan teman sangat pengertian. Tidak ada satu pun dari mereka yang meminta saya bercerita mengenai apa yang telah terjadi.


Sore hari setelah dokter memberitahukan kabar duka tersebut, kebetulan ada event lari bareng/running race dengan MamaRunners Singapore (sedianya saya hanya mau jalan santai). Baru terasa selain perhatian dan kasih sayang keluarga, dukungan teman-teman terdekat saya di Singapura sangat membantu. Mereka memberikan pelukan dan dukungan, mengalihkan perhatian saya, memberikan saya waktu sendiri untuk berduka, tetapi tetap ada kapan pun saya mau ‘berkeluh kesah’ mengenai hal ini.


We wanted a baby, but God gave us an Angel instead.


Teriring peluk untuk para mama yang juga pernah mengalami kehilangan seperti hal ini, semoga, bagi yang masih mengharapkan anugerah luar biasa ini datang lagi, akan datang dalam waktu singkat. Amin.

19 Comments

  1. avatar
    Ibu Gede Gesang May 9, 2014 3:54 pm

    Mb woro jgn sedih... Peluukkkk

    1. avatar

      As .



  2. avatar
    Eka Gobel May 9, 2014 4:39 am

    woro, turut berduka ya. semoga lekas pulih hati dan fisiknya.
    semuanya akan indah pada waktunya *hugs*
    alhamdulillah ya, dikelilingi sama loving family & friends.

    1. avatar

      As .



  3. avatar
    zata ligouw May 8, 2014 4:55 pm

    :(
    bingung mau komen apa, semoga selalu dikuatkan ya woro..

    1. avatar

      As .



  4. avatar
    ninit yunita May 7, 2014 7:18 pm

    huuu nangis pas bagian zee nanya mana adik bayinya...
    hugs woro.

    Allah punya rencana yang lebih baik :)

    1. avatar

      As .



  5. avatar
    Erina Marianty May 7, 2014 5:06 pm

    ...

    *hugs*

    1. avatar

      As .