Melihat Autisme Lebih Dalam

Berhubung 2 April nanti adalah Autism Awarness Day, saya ingin mengajak Urban Mama melihat lebih dalam tentang autisme.

Setahun yang lalu wawasan saya tentang autisme masih sangat terbatas dan untuk hal ini, saya merasa Indonesia belum seterbuka negara maju. Alhamdulillah, saya diberi kesempatan untuk tinggal di Perth yang sangat membuka mata saya tentang autisme dan dapat menikmati segala fasilitas yang diberikan untuk komunitas autis. Sebelumnya perlu saya tekankan bahwa autisme adalah kondisi yang amat personal, jadi apa yang saya tulis di sini tidak sepenuhnya menggambarkan autisme pada anak lain. Tulisan ini murni dari sudut pandang saya sebagai ibu dari seorang anak dalam spektrum autis, Yasser.

Definisi Autisme
Autisme adalah kondisi tumbuh kembang yang berpengaruh terhadap kesulitan interaksi sosial, keterbatasan komunikasi, mempunyai ketertarikan tinggi pada suatu objek, suka melakukan sesuatu berulang-ulang, dan memiliki gangguan sensori atau hipersensitif. Sering kali autisme disebut spektrum karena mencerminkan luasnya karakteristik autisme dan dampaknya berbeda-beda pada tiap individu. Sebagian orang dengan autisme dapat hidup layaknya orang normal, ada yang bisa mengatasi kesulitannya melalu berbagai terapi, namun ada juga yang tetap memerlukan bantuan.

Penyebab Autisme
Vaksin? Terlalu banyak merkuri? Jenis makanan? Belum ada hasil penelitian yang mutlak menjawab penyebab autism. Ada penelitian jika ayah ibunya memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan salah satu mempunyai pekerjaan yang erat dengan hitungan juga meningkatkan probabilitas tersebut. Lucunya ketika saya menghadiri autism workshop di Perth, semua orangtua yang hadir disitu adalah engineer dan scientist. Namun sekali lagi, ini hanya statistik yang belum valid. Saat ini 1 dari 68 anak di US didiagnosa autisme. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2006 yang saat itu masih 1 dari 110.

Penyembuhan
Belum ada satu solusi untuk ‘menyembuhkan’ autisme. Kenapa saya beri tanda kutip? Karena sebagian orang-orang tidak menganggap ini suatu penyakit. Mereka percaya anak autis memang berbeda tumbuh kembangnya sehingga milestone-nya tidak bisa disamakan dengan neurotipikal (saya memilih istilah neurotipikal untuk menyebut yang ‘normal’). Namun dengan intervensi sejak dini, terapi, dan lingkungan yang mendukung, anak dalam spektrum autis bisa mencapai potensi maksimalnya.

Yasser dan autisme
Yasser lahir melalu c-sectio setelah saya berjuang untuk melahirkan normal. Ia minum ASI dari lahir sampai umur 20 bulan. Sewaktu bayi yang saya ingat ia fussy baby, menangis keras dan lama, gampang terkejut. Sewaktu toddler ia tidak suka air mengucuri mukanya ketika keramas walaupun suka berenang, histeris kalau potong rambut, picky eater, kalau dipanggil jarang menengok, ketika saya tunjuk sesuatu ia melihat ke jari saya bukan ke objek yang saya tunjuk, mengisap telunjuk tapi tidak mau pakai dot, belum mengucapkan sepatah kata pun yang berarti, mudah kesal dan frustasi sampai sering membenturkan kepalanya.

Yasser menghisap telunjuk, berhenti sendiri ketika umur 2 tahun.

Umur 2 tahun Yasser mulai terapi di klinik Pela Radio Dalam. Jika anak-anak pada umumnya belajar bicara dulu lalu mengenal abjad, Yasser sebaliknya. Ia belajar abjad dulu, yang saat itu sebenarnya tujuannya untuk artikulasi bicara, kemudian membaca kata-kata sederhana baru bicara yang bermakna.

Suatu hari ketika Yasser berumur 3 tahun, ayahnya menuliskan Y-A-S-S-E-R di kertas. Yasser menyebutkan huruf-hurufnya,
"Y- A- S- S- E- R."

"Betul," ucap ayahnya, "Bacanya apa? Yaassseerrr."

"Yaassseerr."

"Siapa Yasser? Ini Yasser," ulang ayahnya lagi sambil mengarahkan tangan Yasser menunjuk dirinya

"Yasser," ulang Yasser lagi sambil menunjuk dirinya.

"Betul! Kalo ini?" ayahnya kemudian menuliskan 'I-B-U'

"I.B.U. Ibu?"

"Iya! Ibu yang mana?"

"Ibu," ucap Yasser sambil menunjuk saya.

Sejak itu ia mulai berbicara dengan memanggil ayah – ibu.

 

Ketika di Indonesia, saya mengunjungi beberapa dokter anak, dokter tumbuh kembang, neurologist, spesialis alergi, dokter THT untuk mencari kejelasan ada apa dengan anak saya, apakah ia berada dalam label tertentu? Jawabannya bervariasi, ada yang bilang tidak apa-apa, ADHD, masih borderline, dan satu bilang ADHD dan mild Autism.

Saat Yasser umur 5 tahun, saya ambil unpaid leave selama setahun supaya bisa lebih fokus dengan perkembangan Yasser. Bulan ketiga cuti, saya sekeluarga pindah ke Perth karena mengikuti suami tugas. Di sekolah Yasser mengalami kesulitan belajar. Ia tidak mau diam di kelas dan kesulitan mengikuti instruksi, dan lainnya. Psikolog sekolah menyarankan Yasser untuk Autism assessment. Penegakkan autism di sini harus melalui tiga pihak terkait, clinical psychologist, pediatrician, dan speech pathologist. Kami memulai prosesnya dari bulan Agustus 2015 dan mendapatkan report dari semua pihak di bulan Januari 2016. Kesimpulannya asser memiliki dua kondisi ASD dan ADHD. Kontak mata yang baik, verbal yang berkembang dan kognitif skill yang bagus (IQ~103) menempatkan Yasser di kategori high functioning. Ia dianggap mampu sekolah di mainstream dengan didampingi education assistant. Sekolah dengan sistem yang mendukung memberikan dampak positif untuk Yasser dalam hal bersosialisi, bahasa dan kemandirian.

Selama di Perth, saya berusaha mengikutkan Yasser sebanyak mungkin kegiatan yang autism friendly. Salah satunya menonton The Lion King on Stage – Autism friendly performance. Tata suara dan cahaya diatur sehingga tidak terlalu menyilaukan atau mengagetkan. Ada quite corner untuk anak-anak yang mungkin mengalami sensasi tidak nyaman dan butuh menenangkan diri. Di sana saya melihat berbagai spektrum dari Autism dan audiensnya semua toleransi tinggi. Tidak ada yang menyuruh diam saat Yasser teriak kagum atau utak atik kursi saat dia bosan karena terlalu banyak dialog. Yasser pun menikmati pertunjukan dan ia pulang sambil bersenandung opening song Lion King.

Menonton The Lion King - Autism Frendly Performance

Sekarang Yasser hampir 6 tahun, saya selalu bersyukur sekecil apa pun progress yang ia buat. Dari yang tidak peduli kehadiran teman, sekarang mau menyapa teman dan guru. Sering saya melihat ia mencoba mengajak bermain tetapi masih kesulitan mengungkapkannya. Dari yang baru bisa bicara saat umur tiga tahun, sekarang kemampuan bahasa Inggrisnya sudah setara dengan bahasa Indonesianya. Mengingat ia mengalami speech delay, saya tidak peduli dibilang sok-sok english atau apa pun. Yang penting sekarang kami bisa komunikasi. Bahkan ketika saya sedih ia sudah bisa menghibur saya dengan bahasa gado-gado “Ibu sad? It’s ok ibu, saayaaang...sayaaang” sambil mengelus punggung saya.

Yasser masih obsesi dengan berbagai alat transportasi. Sering kali perjalanan kami jadi lebih lama hanya karena ia berhenti mengamati truk pengangkut sampah sampai selesai, melihat crane yang bergerak, melihat kereta datang dan pergi di stasiun. Dulu bahkan ada masa di mana ia hanya mau berangkat sekolah naik bus, tidak peduli hujan angin kencang atau panas terik di atas 40 derajat Celsius. Biasanya saya biarkan saja sambil saya bererita tentang proses yang sedang ia amati. Saat ia sedang tertarik dan konsentrasi penuh, ia akan menyerap banyak apa yang saya ucapkan.

Playmobil dengan tema Sekolah. Lewat role play kami mengajarkan Yasser etika ketika berada di sekolah.

 

Melihat Yasser begitu berusaha beradaptasi dengan lingkungan melalui berbagai terapi dan intervensi, saya berharap masyarakat pun menerima keunikannya. Saya percaya kehadiran anak-anak autis dengan cara berpikirnya yang berbeda akan memberikan warna baru untuk kehidupan. Seperti salah satu quote dari Temple Grandin yang saya suka sekali ini,

"What would happen if the autism gene was eliminated from the gene pool? You would have a bunch of people standing around in a cave, chatting and socializing and not getting anything done"

Let’s raise our autism awareness!

20 Comments

  1. avatar
    Widi Asnita January 27, 2020 10:29 am

    Terima kasih mom atas sharingnya yang sangat informatif dan bermanfaat ini. Saya terharu membacanya.
    Mom kalau boleh saya sharing lebih jauh dan semoga mendapat tambahan informasi dari mom dan rekan2 yg ada dalam forum ini.
    Anak saya Yuri sekarang umur 4 tahun 4 bulan, sejak umur 3 tahun kami ikutkan terapi ABA (Applied Behaviour Analysis atau terapi perilaku), lalu sekitar 6 bulan lalu kami ikutkan terapi OT (occupacy atau terapi konsentrasi) karna kami melihat ada gejala speech delay yg sampai umur 3 tahun belum mengucapkan "mama papa".
    Kami juga ikutkan PAUD dengan harapan merangsang Yuri mau aktif berkomunikasi.
    Seiring berjalannya waktu, Yuri sudah mulai mau menyebut kata, termasuk nama-nama hewan (dia suka bermain mainan hewan) namun belum ada terbentuk kalimat, komunikasi dua arah belum berjalan seperti yg diharapkan.
    Yuri juga gampang marah dan frustasi, dan jika marah membenturkan kepalanya dan membanting barang atau pintu.
    Umur 3 tahun 8 bulan kami mengkonsultasikan Yuri pada seorang dokter ahli anak dan biomedik dan disarankan untuk melakukan pemeriksaan DNA. 3 bulan kemudian hasil DNAnya keluar dan dari situ terlihat kalau Yuri terpapar logam berat yaitu timbal dan aluminium sehingga kesulitan membuang amonium. Kesulitan membuang amonium kata dokter akan menyebabkan Yuri memiliki kesulitan konsentrasi, serta masalah pada daya ingat dan daya tangkap yang membuatnya akan kesulitan pada saat sekolah nanti. Yuri juga didiagnosa masuk pada spektrum autis tapi pada level yang sangat rendah yaitu ADHD yang sangat rendah.
    Kemudian dokter memberikan terapi standar yang harus dijalankan yaitu diet dengan pantangan daging merah, santan, bawang putih dan susu sapi. Juga ada resep vitamin (magnesium kompleks dan multivitamin kompleks).
    Lalu dokter mengungkapkan pula bahwa ada terapi untuk penyembuhan anak-anak yang memiliki masalah dengan DNA, berkebutuhan khusus (autis dalam segala level spektrum) dan down syndrom tetapi di Indonesia belum dinyatakan sebagai terapi standar karna harga yg sangat mahal dam faktor etis lainnya yaitu terapi Stem cell. Terapi stem cell atau sel punca dengan mengambil donor sel dari plasenta bayi di Jepang, dan diinjeksi ke tubuh anak sekali seminggu selama 52 minggu (1 tahun) berturut-turut. Terapi stem cell sendiri baru diterapkan pada tahun 2015 lalu.
    Inilah yang menjadi awal masalah bagi kami sebagai orang tua karna terdapat perbedaan pendapat yang sangat tajam antara saya dengan papanya Yuri. Saya tidak setuju kalau Yuri ditreatment dengan stem cell karna menurut saya itu adalah teknologi baru yang belum terlihat resiko jangka panjangnya dan menurut saya diagnosa terhadap masalah Yuri tidak perlu dengan stem cell, dengan menjalankan terapi standar saja yg disarankan oleh dokter itu sudah cukup.
    Namun papanya tetap bersikeras soal terapi stem cell ini bahwa ini adalah terapi terbaik karna bebas resiko, aman, memperbaiki DNA, biaya tinggi hanya di awal saja jika dibandingkan dengan biaya terapi OT, ABA dan wicara yg juga mahal. Tetapi bagi saya sebagai ibu yg masih percaya pada pengobatan konvensional, stem cell adalah terlihat mengerikan dalam feeling saya sebagai ibu. Saya sangat kuatir reaksi tubuh anak dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap injeksi sel donor dari orang lain (sel punca bayi di Jepang).
    Sehingga saya sangat membutuhkan informasi dari mom Pamela maupun yg lain kalau boleh berbagi di sini:
    1. Apakah stem cell memang sudah menjadi salah satu terapi yg dilakukan pada anak-anak autis? Beresiko atau tidak sama sekali?
    2. Bagaimana respon negara-negara maju seperti Australia terhadap terapi stem cell ini pada anak-anak ABK?
    Saya mengucapkan banyak terima kasih pada kesediaan para moms membaca cerita saya ini serta terima kasih juga jika mau berbagi cerita atau informasi seputar stem cell pada anak ABK. Salam

    1. avatar
      Pamela January 29, 2020 11:33 am

      Hai Widi,

      Terus terang saya ga mengikuti perkembangan stem cell untuk autism treatment. Sebenarnya duluuu sempat pernah browsing tentang hal ini tapi tampaknya dulu artikel mengenai stem cell for autism masih sangaaaat sedikit, jadi berhenti deh browsingnya. Karena kamu membahas ini jadi saya sempat browsing lagi sepintas dan malah pengen tau lebih lanjut:D

      Anyway, beberapa bulan lalu saya menghadiri seminar yang pembicaranya Gerd Winkler dari Global Autism Solution (highly recommended deh seminar ini, nanti akan ada lagi di Jakarta akhir Feb). Mengenai penyebab dan penyembuhan autism masi belum ada major breakthrough sih. Masih belum ada yang bisa memastikan penyebabnya apa saja, bisa dari single factor atau multifactor, entah pengaruh genetik, kerusakan sel otak, pengaruh makan, immune system dll. Begitupun penyembuhannya,ada yang menjadi lebih ringan dengan diet makanan ada juga yang ga perlu. Yasser dengan sepupunya sama-sama didiagnosa autism, tapi diet makanan (kecuali coklat) ga berpengaruh di yasser, sementara sepupunya sangat amat ngaruh. Sepupunya kalau kecolongan konsumsi gluten tidurnya langsung bermasalah.

      Waktu di seminar dengan Gerd, khususnya dokter Deibby sebagai salah satu pembicara, lebih membahas ke brain inflammation yang ditemukan pada anak autism. Salah satu klinik di Singapur ada yang meneliti ini dan memberikan treatment untuk brain inflammation. Tapi terapi2nya juga masih jalan supaya progressnya lebih optimal.

      Jadi mungkin yang perlu kita cari tahu apakah ada yang kasusnya seperti Yuri (DNA issue, terpapar logam berat, dll) kemudian bagaimana perkembangannya setelah mendapatkan stem cell injection. Kalau ga salah,di salah satu artikel ada beberapa anak yang mendapatkan low dose stem cell tapi juga dibarengi terapi. In the end belum konklusif apakah progresnya dari stem cell itu atau dari terapi atau kombinasi.

      Mohon maaf ya Widi kurang bisa membantu mengenai stem cell ini. Saya akan coba tanyakan ke teman-teman yang lain.

      1. avatar
        Widi Asnita January 30, 2020 10:18 am

        Sangat terima kasih mom Pamela atas replynya thdp curhatan saya..
        Ini sangat informatif dan bisa menjadi clue untuk searching lebih banyak lagi tentang DNA issue.
        Memang benar untuk stem cell sendiri trhadap kasus2 ABK sepertinya di Indonesia belum terlalu meluas pemanfaatannya jadi masih kesulitan untuk mencari artikel untuk hal tsbt.
        Syukurnya untuk penanganan secara konvensional itu tersebar di mana-mana dan mudah mengaksesnya.
        Tapi saya akan coba cari tahu lagi tentng DNA issue dan stem cell.

        Sekali lagi terima kasih. Salam :)

      2. avatar

        As .



    2. avatar

      As .



  2. avatar
    Cindy Vania April 8, 2016 1:37 pm

    Thanks for sharing ya Pamz! Jadi menambah pengetahuan tentang Autism.
    Salam buat Yasser yaa :)

    1. avatar

      As .



  3. avatar
    Woro Indriyani April 6, 2016 7:52 am

    TFS mom, terharu banget bacanya :) salut banget sama perjuangannya semoga sehat selalu yah anak ganteng :)

    1. avatar

      As .



  4. avatar
    Pamela April 5, 2016 10:01 am

    @Honey Josep: aamiiin,,iyaa semoga Indonesia bergerak ke arah sana, makin banyak sekolah yang bisa mengakomodir anak-anak unik ini.
    @Aini: sama-sama Ainiii... ih hebat pernah jadi guru di special need class. Aku kagum banget dengan guru-guru dan education assistant Yasser, sabar tapi sekaligus tegas dan bener2 berusaha ngertiin Yasser.

    1. avatar

      As .



  5. avatar
    Retno Aini April 4, 2016 4:27 pm

    Pamela, terima kasih utk sharingnya... ini bagus sekali. Aku terharu banget baca yang bagian Yasser nunjuk dirimu & bilang ibu. Jadi teringat sama dulu beberapa murid-muridku yang special needs. Mereka beruntung dapat orangtua seperti Pamela yang awarenessnya terbangun dengan baik. Semoga awareness masyarakat Indonesia semakin terbangun dengan sharing2 seperti yang Pamela tulis ini :)

    1. avatar

      As .