Mitos dan Fakta Seputar Pemberian Bahan Makanan Tambahan (BMT)
Tentu kita banyak mendapatkan variasi informasi seputar pemberian Bahan Makanan Tambahan atau dikenal dengan istilah "BMT" pada bayi. Namun dari sekian banyak informasi yang ada, manakah info yang akurat dan mana yang hanya merupakan mitos belaka? Artikel singkat kali ini mencoba mengupas beberapa mitos dan fakta seputar pemberian BMT pada si kecil yang biasa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.
Mitos ke-1: Pemberian Air Susu Ibu (ASI) saja tidak akan dapat mengenyangkan anak, karenanya ia tentu butuh asupan selain ASI.
Pernyataan ini banyak dikemukakan oleh para orangtua yang menjadi responden dalam studi tentang alasan pemberian makanan bayi terlalu dini (Guerrero et al 1999). Ketakutan para ibu yang memberikan ASI akan kurangnya asupan makanan pada si kecil biasanya juga dipengaruhi oleh gencarnya iklan industri makanan. Rayuan reklame "Bila Anda merasa si kecil tidak kenyang..." ternyata berperan penting dalam keputusan ibu memberikan Bahan Makanan Tambahan (BMT) terlalu cepat.
Sayangnya, studi-studi terkait memang banyak menemukan bahwa rata rata intake ASI seorang bayi memang berada di bawah rata rata produksi potensial ASI yang seharusnya dapat dicapai (Dewey dan Loennerdal 1986). Karenanya agar kuantitas produksi ASI dapat meningkat, pemberian ASI sesering mungkin sangat dianjurkan. Bahkan bila manajemen ASI dapat dilakukan dengan baik, bayi kembar pun ternyata dapat memperoleh kuantitas ASI yang mencukupi dalam enam bulan pertama kehidupannya (Saint et al. 1986).
Mitos ke-2: Energi dan zat makanan pada ASI tidak mampu mencukupi kebutuhan bayi.
Ketakutan di atas juga seringkali dikemukakan oleh para ibu yang memberikan BMT terlalu dini. Hal tersebut juga “diperparah” dengan penggunaan nilai referensi US-NCHS sebagai patokan pertumbuhan dan perkembangan anak, yang umumnya digunakan di seluruh dunia (Hamill et al. 1979). Di kurva referensi tersebut, bayi yang disusui secara eksklusif akan terkategori memiliki berat badan di bawah rata rata anak seusianya. Kenyataan bahwa data tahun 70-an yang digunakan dalam penyusunan referensi US-NCHS diperoleh dalam periode waktu di mana pemberian susu tambahan pada bayi sedang "booming" biasanya diabaikan..
Dari studi-studi terkini tentang pertumbuhan anak yang diberikan ASI secara eksklusif ditemukan bahwa pola pertumbuhan anak yang memperoleh ASI ekslusif biasanya akan berbeda dengan anak yang diberikan susu tambahan. Karenanya saat ini WHO menganjurkan untuk menggunakan kurva referensi terbaru untuk anak yang disusui eksklusif oleh ibunya (WHO 2005) sehingga penilaian pertumbuhannya akan dapat dinilai secara lebih obyektif.
Mitos ke-3: Kandungan zat besi di ASI yang cukup rendah tidak akan mampu mencukupi kebutuhan bayi; karenanya perlu pemberian tambahan zat besi pada BMT.
Berlawanan dengan mitos di atas, pemberian BMT terlalu dini bahkan menyebabkan turunnya kuantitas absorbsi besi dan mikronutrisi lainnya (Golding dan Emmet 1997). Berbeda dengan ASI yang walaupun konsentrasi zat besinya hanya 0.08/100 gr air susu ibu, namun daya absorbsinya mencapai 50%. Pada neonatal yang sehat dan lahir di interval waktu yang normal umumnya akan memiliki nilai hemoglobin sebesar 17 gr/100 ml. Jumlah hemoglobin ini memang akan semakin rendah di enam bulan pertama kehidupannya, namun tanpa menyebabkan berkurangnya nilai serum ferritin yang ada di tubuh sang bayi (Loennerdal dan Hernell 1994).
Mitos ke-4: Zat gizi yang terkandung dalam ASI jumlahnya akan makin menurun seiring dengan waktu.
Sebenarnya cukup sulit untuk membuat perbandingan nilai rata-rata zat gizi yang terkandung dalam ASI pada satu kurun waktu tertentu. Hal tersebut disebabkan karena kandungan zat gizi ASI sendiri kadang berubah-ubah (Jackson et al. 1998). Penelitian Nagra di Pakistan (1989) menyimpulkan bahwa tidak ada perubahan konsentrasi dari protein, kasein, lemak dan laktosa serta beberapa zat mikro lainnya dalam ASI saat masa menyusui di 12 bulan pertama kehidupan si kecil.
Beberapa zat gizi dalam ASI bahkan kuantitasnya selalu konstan dan tidak dipengaruhi oleh "status gizi" sang ibu (Loennerdal 2000). Dalam kasus ekstrim seperti ibu dengan gizi buruk, baru terbukti ditemukan rendahnya konsentrasi lipid beserta beberapa vitamin B (Thiamin, Riboflavin, B6 dan B12) dalam ASI.
Mitos ke-5: Kebutuhan dan pertumbuhan anaklah yang jadi patokan waktu kapan diberikan BMT, karenanya memundurkan pemberian BMT bisa jadi langkah yang tepat.
Pemberian BMT yang "terlambat" dapat ditemukan di beberapa wilayah Afrika dan Asia. Alasan yang ditemukan amat bervariasi, namun biasanya terkait dengan budaya setempat. "Munculnya gigi pertama" adalah salah satu alasan yang biasa dijadikan identifikasi waktu pemberian BMT.
Studi-studi di negara berkembang telah membuktikan adanya keterkaitan antara "keterlambatan pemberian BMT" dengan "munculnya kasus kurang gizi" pada anak (Abdel Sayed et al. 1995). Karenanya kapan waktu tepat pemberian BMT harus benar benar diketahui oleh para orang tua untuk menghindari terjadinya kasus kurang gizi pada si kecil; jangan terlalu terlambat dan jangan terlalu cepat!.
Nah, setelah kita mengetahui beberapa mitos dan fakta tentang pemberian Bahan Makanan Tambahan, kini kita dapat mempertimbangkan langkah yang tepat berkaitan dengan pemberian BMT pada si kecil di rumah. Selamat mengambil keputusan yang bijaksana!
- Sumber: DGE (Deutsche Gesellschaft fuer Ernaehrung) dan berbagai sumber lainnya.
thanks artikelnya mba, langsung aku print hehehe
@ mb Mitsa: mb Mitsa dear, saya ndak bs memperkirakan normal tidaknya status gizi putra/i mbak tanpa minimal memiliki informasi tinggi badan dan jenis kelamin putra/i mb. karena mohon diinfokan ya mb ke saya ttg data2 tsb :). ttg mengenalkan BMT sebelum usia 6 bulan, kalau saya pribadi, bila kondisi kesehatan dan gizi si kecil dalam wilayah normal, saya lebih menganjurkan untuk tidak mengenalkan BMT sebelum usia 6 bulan mengingat pengenalan BMT lebih baik dilakukan saat sistem pencernaan si kecil sudah dapat dikatakan siap. resiko lainnya mengenalkan BMT dini adalah produksi ASI bisa saja semakin menurun mengingat dari beberapa temuan penelitian terkait, frekuensi menyusui si kecil biasanya akan juga menurun. padahal pemberian BMT saat usia 6 bulan sebenarnya diperuntukkan untuk menutupi kebutuhan energi si kecil mengingat ASI umumnya tidak dapat mengcover kebutuhan per hari si kecil saat ia berusia 6 bulan. jadi prinsipnya, BMT diberikan untuk mendukung tetap diberikannya ASI, bukan sebaliknya, BMT dikenalkan agar intake ASI menurun. Semoga sedikit bermanfaat ya mbak, bila ada yg kurang jelas, silakan ditanyakan kembali ya :).
mba ina yg baik... aq mau nanya dong,anakku baru usia 5bln 18hr, sampe sekarang alhamdulilah masih full ASI,dengan berat badan 6,7kg,(moga2 masi normal BBnya), dan aq tau kalo MPASI itu baiknya setelah 6bln, nah,masalahnya,babyku setelah liat kakaknya makan biskuit n dia pingiiin bgt,aq cobain dikit deh biskuitnya buat gigit2 aja,eh malah sekarang ketagihan,dan udah seminggu ini,aq kasi biskuit yg encer bgt krn campur ama asip, dengan kondisi begitu gimana y mba,?porsinya cuma 1 keping biskuit farley/sobisco,kadang 2x sehari kadang cuma 1x aja,skarang kalo ga disuapin biskuitnya,bayi aq rewel bgt...tq y mba ina.
@ mb Eka: sama sama mbak, terimakasih sudah sempat membacanya :). bravo buat mama eka yang dapat membentuk pola makan sehat pada sang buah hati sehingga menjadi penyantap aneka ragam makanan!
@ mb Shinta: setuju sekali, ASI memang tidak ada duanya :). bila pola makan variatif bs dipraktekkan dan si kecil kesehatannya baik2 saja, insya ALloh asupan nutrisi akan baik tanpa adanya suplemen tambahan :)