The Sisterhood of Mommygram
Ada penelitian yang menyatakan bahwa media sosial seperti Instagram dapat membuat penggunanya merasa rendah diri bahkan berujung depresi. Saya malah merasa sebaliknya.
Sejak menjadi seorang ibu, saya merasa waktu saya untuk bertemu dengan teman hampir tidak ada. Tetangga belum kenal dekat karena saya baru pindah. Rekan kerja tidak lagi intens menyapa karena saya resign. Media sosial pun mulai menjadi teman akrab saya, salah satunya Instagram. Tujuan utama saya memiliki Instagram adalah sebagai hiburan dan untuk mendapatkan informasi, khususnya seputar dunia baru saya sebagai seorang ibu.
Saya pun mulai memfollow satu demi satu akun sesama ibu muda (saat itu saya masih muda, sekarang juga kok) yang menurut saya captionnya menarik. Menarik di sini bisa berarti informatif, inspiratif, menghibur, maupun senasib alias memiliki kesamaan dengan keseharian saya.
Awalnya saya hanya mengikuti satu akun, itupun karena saya membaca profil mama tersebut di sebuah situs parenting. Dari mommygram ini (begitu istilah populernya), saya mendapatkan lebih banyak akun yang ba gus untuk difollow. Kebanyakan dari mereka bukanlah artis ternama. Saya pun baru mengetahui nama mereka di dunia maya. Dari situ juga, saya jadi tahu bahwa mereka pun banyak yang berteman di dunia nyata karena berawal dari pertemanan di media sosial. Bahkan, sampai membuat project bersama seperti playdate hingga buku. Keren!
Bagaimana bisa ya, kolaborasi terjadi antara orang 'asing' yang hanya kenal lewat dunia maya?
Di situlah kekuatan media sosial. Kita merasa dekat dan kenal baik dengan orang lain karena melihat keseharian mereka yang dibagi di dunia maya. Setidaknya jadi tahu beberapa fakta yang berkaitan dengan para ibu yang difollow, seperti nama anak, milestones mereka, aktivitas DIY yang pernah dibuat sang mama ataupun prinsip parenting yang dianut. Kalau mereka bingung dan bertanya, kita pasti membantu memberikan jawaban. Kalau anak mereka berulang tahun ataupun mendapatkan juara, kita memberi selamat. Ketika mereka sedih karena anaknya sakit, misalnya, kita pun memberikan support kita di kolom komentar. Dari memberikan komentar, kemudian saling follow. That’s how the sisterhood begins.
Saya sendiri tidak memposting keseharian saya dalam Instagram. Ada beberapa akun yang akhirnya saling follow, terutama untuk akun teman-teman dekat sesama ibu-ibu muda. Ada juga akun yang tidak saling follow juga, but I still feel connected with these moms. Bagi saya, mereka telah memberikan sudut pandang lain dalam pengasuhan anak dan memahami peran sebagai wanita di masa kini.
Melalui sharing di media sosial semacam ini, belajar parenting kini tampak begitu mudah (meski yang sulit tetaplah mempraktikkannya). Checking social media updates now become the easiest me time for me. Jadi, setiap hari pasti ada saja info baru seputar parenting yang saya dapat dari akun para ibu. Ada yang sifatnya informatif seperti menu MPASI, permainan sederhana untuk si kecil, obat alami untuk hidung mampet. Ada juga yang sifatnya reflektif -biasanya berbentuk curahan hati sehingga tidak berkesan menggurui- yang membuat kita melihat kembali interaksi kita dengan anak dan keluarga. I appreciate their willingness to share online even their guilt and limit as a mother, karena banyak ibu di luar sana yang kemudian menyadari bahwa hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja dan selalu ada cara untuk memperbaikinya.
Saya salut dengan para ibu di media sosial yang postingannya hampir selalu berisi dan bermanfaat. Kadang captionnya panjang seperti postingan blog, dan saya yakin membuatnya membutuhkan waktu dan mungkin juga pengumpulan data lewat buku ataupun online. Begitu juga dengan mereka yang membuat mainan DIY atau makanan sehat dengan memotret setiap tahapannya bahkan menyertakan video tutorial.
Social media can be empowering, especially for women, if used correctly. Saya merasa bahwa para ibu yang saling berbagi ilmu di media sosial ini melakukan hal yang luar biasa, dan semua ibu di luar sana pun bisa melakukan yang sama. Seperti quotes yang baru saja muncul di feed instagram saya: “I don’t understand why women say, ‘I’m just a Mom.’ Remind me again what job on the planet is more important -Susan Hallum-"
Bagaimana Urban Mama, adakah para mama yang turut merasakan manfaat media sosial dalam membangun relasi dan support system, bahkan berkolaborasi lewat dunia maya?
Betul banget! Instagram sekarang sudah bukan sekedar tempat pajang foto foto narsis yah tapi juga banyak sekali tips tips yg bermanfaat.
mau media sosial jadi bermanfaat atau jadi bumerang, semua memang tergantung kita sebagai penggunanya ya :D thanks utk sharingnya yaa mama Adhisti!
Setuju banget Mama Aini :)
mama adhisti, setuju. Aku kecebur ke instagram berkat jasa mama Eka Gobel loh. Really thanks to her, karena IG jauh lebih positif dan inspiratif vibesnya ketimbang medsos seperti FB. Sekarang aku jauh lebih aktif di IG, follow akun sesama blogger, sesama ibu-ibu, dan resep-resep masakan :) Oh ya, vibes yang positif juga tercipta karena foto di IG bagus-bagus banget, sehat banget buat mata yang ngeliat hehe....
Karena vibes positif itu tadi, kitanya jadi lebih semangat nge-IG ya ma hehe
Setuju, aku jg suka sama instagram. Banyak info dan hal menarik di dalamnya, bisa banyak belajar ambil foto yg menarik juga, dan satu lagi, less drama!
Nah, itu dia.. Saya setuju banget sama kata terakhir itu hehe
Bener, teman dunia maya bisa menjadi temen di dunia nyata. Akupun begitu, mulai temenan di sosial media akhirnya pas playdate jadi temen dunia nyata deh. Asalkan masih hal positif tentu boleh di ikuti yaaa.
Setuju Mama Dieta. Banyak hal positifnya juga kan ya..