DHF yang Membuatmu Lahir Lebih Awal

Garibaldhi Hamizan Arkananta, putra saya yang dipanggil Arka ini sekarang setiap dua jam sekali terbangun untuk minum ASI. Saya tidak menyangka harus bertemu lebih awal dari yang seharusnya.

Awalnya saya merasa demam pada tanggal 18 Januari 2014, karena sedang hamil 32 minggu, jadi saya tidak berani mengonsumsi obat penurun panas. Saya berusaha bertahan dengan demam tinggi yang menyebabkan rasa ngilu di seluruh tubuh. Tapi karena demam tidak juga turun, bahkan keesokan harinya saya sampai tidak sanggup untuk turun dari tempat tidur. Saya sarapan roti dan minum paracetamol, tapi ternyata sampai sore hari demam yang saya alami tidak turun juga.

Pada tanggal 20 Januari 2014, saya masih tetap demam antara 39-39,5 derajat Celcius. Akhirnya saya minta suami saya membawa ke rumah sakit. Awalnya saya mau ke RSIA Hermina karena pagi itu kebetulan dokter kandungan saya praktik. Tapi ternyata jalanan di Senin pagi itu macet sekali, sementara saya sudah tidak tahan lagi. Karena saya pikir ini toh belum saatnya melahirkan, jadi saya berbelok ke rumah sakit lain.

Setelah satu jam menunggu hasil pemeriksaan darah, ternyata saya didiagnosis menderita DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) atau demam berdarah dengan trombosit 199.000. Walaupun trombosit masih di atas angka minimal, tapi dokter mengharuskan saya dirawat inap karena saya sedang hamil, sehingga kondisi ini cukup berisiko. Akhirnya saya ditangani oleh dokter penyakit dalam dan dokter kandungan.

Selasa, 21 Januari 2014, trombosit saya mulai turun ke 144.000. Dokter meminta agar saya untuk tenang, karena pada DHF tren trombosit memang akan turun sampai hari ke-7. Yang perlu dijaga adalah asupan makanan dan minuman jangan sampai dehidrasi.

Rabu, 22 Januari 2014, trombosit turun lagi ke 106.000. Saya masih berusaha tenang sambil terus berdoa semoga bayi di dalam kandungan baik-baik saja dan tidak terpengaruh semua ini. Tapi dokter merekomendasikan untuk transfusi darah hari.

Kamis, 23 Januari 2014, kehebohan mulai terjadi saat trombositku menunjukkan angka 62.000! Setelah transfusi malah makin turun. Dokter memutuskan bahwa kehamilan saya harus diterminasi hari ini,  untuk menjaga kondisi janin yang pastinya mulai terpengaruh. Kandungan saya mulai diperiksa secara terperinci, dan saya jadi makin lemas saat mendengar detak jantung janin yang tidak beraturan. Kadang di atas 150, kadang di bawah 100, yang menandakan ia tidak nyaman di dalam sana. Air mata saya mengalir deras, saya sangat khawatir karena kehamilan ini baru 33 minggu dan bayi saya pasti belum siap lahir. Dokter merekomendasikan kalau saya harus disesar malam itu, saya harus ditransfusi dulu sampai trombosit mencapai angka minimal 75.000. Sementara stok trombosit darah AB sedang kosong di berbagai tempat, sehingga operasi sesar pun belum bisa segera dilaksanakan.

Pada hari Jumat, 24 Januari 2014, trombosit saya turun lagi sampai 34.000. Saya makin khawatir dengan bayi dalam kandungan, sampai-sampai berpesan pada suami kalau ia harus memilih, sebaiknya suami memilih untuk menyelamatkan bayi kami. Suami berusaha menenangankan saya.

Dokter memutuskan saya harus ditransfusi 20 kantong trombosit dan 5 kantong darah disediakan sebagai cadangan setelah operasi sesar. Dokter juga memutuskan untuk melakukan bius total agar bisa meminimakan perdarahan. Saya sudah dalam keadaan pasrah sekali saat itu, sambil terus berdoa dalam hati. Beberapa orang sahabat ikut hadir menemani saya dan terus memberi semangat.

Darah baru datang sekitar pukul 16.00 dan transfusi langsung dilakukan. Tepat pukul 18.30 saya masuk ruang operasi. Suami saya, Mas Tommy sempat mencium kening saya dan berbisik agar saya terus berdoa dan menyakinkan kalau saya pasti bisa melaluinya. Dokter mulai sibuk di ruang operasi dan tubuh saya dipasangi beberapa peralatan tambahan sampai akhirnya diminta menghirup sesuatu sehingga saya tidak ingat apa-apa lagi.

Belakangan menurut suamiku, Arka lahir tepat pukul 19.15, sempat tidak menangis dan jantungnya tidak berdetak. Sementara itu saya sadar beberapa jam kemudian di ruang HCU (High Care Unit) dengan beberapa peralatan masih menempel di tubuh. Transfusi trombosit juga masih terus dilakukan. Suami saya lalu masuk sambil tersenyum, "Alhamdulillah Mi, sudah sadar. Lihat, kamu bisa, kan?" Saya langsung menanyakan kabar bayi kami. "Ia baik-baik saja, ada di ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) sekarang, terima kasih ya Mi sudah melahirkan bayi laki-laki yang lucu." Suami lalu meminta saya untuk beristirahat.

Keesokan harinya, antara sadar dan tidak, mungkin karena masih pengaruh obat anestesi, saya melihat begitu banyak saudara, sahabat, dan kerabat yang silih berganti menjenguk di ruang HCU tersebut. Bahkan Mas Tommy bercerita bahwa beberapa orang sempat menunggui proses operasi tadi malam. Alhamdulillah, begitu banyak yang peduli dan mendoakan kami.

Hari-hari selanjutnya cukup membuat saya frustrasi. Di saat ibu-ibu lain sesudah melahirkan bisa menggendong dan menyusui bayinya, saya harus puas memandangi Arka tergolek di dalam inkubator dengan bermacam-macam alat menempel di tubuhnya. ASI di hari ke-3 mulai keluar dan dipompa untuk diberikan pada Arka melalui selang yang langsung ke lambungnya. Saya sempat stres dan sempat membuat produksi ASI terganggu.

Alhamdulillah, setelah penantian yang cukup panjang bagi, pada hari ke-17, bayi saya boleh dibawa pulang. Sekarang setiap kali memandangi wajah mungilnya yang teduh, saya tidak pernah lupa perjuangan yang telah kami lalui belum lama ini.

Alhamdulillah ya Allah, semoga saya senantiasa tetap bersyukur atas semua jalan-Mu yang membawanya lebih awal ke pelukan saya.

33 Comments

  1. avatar
    Kirana Renjana September 10, 2019 8:32 pm

    Semangat mama, Kalian berdua orang yang sangat hebat.

    1. avatar

      As .



  2. avatar
    Woro Indriyani November 18, 2014 10:45 am

    Subhanallah terharu banget bacanya mba :)

    1. avatar

      As .



  3. avatar
    poernomo May 17, 2014 11:43 am

    salazm Hormat
    salam kenal
    Bunda2 sekalian dan Bunda Winda......!!!!
    Bunda luar biasa perjuangannya bisa menjadi inspirasi dan kekuatan untuk berjuang bagi Bunda2 yg lain.
    maaf walaupun saya seorang ayah, sedikit banyak saya bisa merasakan kekawatiran Bunda n Suami saat perjuangan itu. bahkan bisa membaca bagaimana situasi Bunda dgn segala diaknosa yg dikomunikasikan dokter ke Bunda.........
    selamat ya Bund..... akhirnya heppy ending.....
    salam Buat dede nya.

    1. avatar

      As .



  4. avatar
    Etta April 24, 2014 1:50 pm

    Berkaca-kaca pas baca paragraf cerita yang hari Jumat. Arka dan Mamanya sama2 hebat,subhanallah... :)

    Sehat terus ya Arka & Mba Winda...

    1. avatar

      As .



  5. avatar
    airin rahimi April 16, 2014 10:17 pm

    Lagi lagi diingatkan untuk tetap banyak minum dan jangan sampai dehidrasi.. terimakasi ya Umi Arka, semoga Arka dan Uminya sehat selalu... :)

    1. avatar

      As .