It's OK to Feel Sad

Memasuki usia anak dua tahun ini memang menjadi sedikit kejutan untuk saya. Sekarang saya paham mengapa sampai ada istilah 'terrible two', karena (setelah merasakannya sendiri) karakter anak 2 tahun ini memang  sangat berbeda sekali dengan usia sebelumnya. Si anak mulai meiliki keinginan dan rasa ingin tahu yang kuat, emosinya pun mulai meledak-ledak karena luapan keinginan ini belum diimbangi dengan kemampuan mengeskpresikannya dengan kata-kata.

Beberapa bulan lalu akhirnya saya menyempatkan diri saya menonton film Inside Out. Bermula ketika saya mencari tahu tentang emosi anak dan terdamparlah saya di artikel ulasan tentang pengelolaan emosi yang dibahas di film Inside Out. Saya ingat waktu film ini baru diputar di bioskop, teman sesama ibu-ibu menceritakan betapa bagusnya film ini dan cocok sekali ditonton orang tua.  Dan benar saja, film ini menjelaskan bagaimana kacaunya pikiran seseorang ketika energi negatif (sadness) tidak boleh muncul sama sekali. Bagaimana hancurnya karakter seorang anak ketika dia tiba di situasi asing yang dirinya tidak sukai, tetapi karakter Sadness ini selalu dihalangi untuk muncul.

It's ok to feel sad.

Mungkin itu yang bisa saya tangkap dari film tersebut, dan ingin saya terapkan juga ke anak saya. Di usia dua tahun ini, Rey sudah memiliki keinginan yang kuat akan suatu hal dan terkadang sering kali tidak sabar. Mungkin sudah tidak terhitung lagi berapa kali dia akan menangis kencang dan guling-guling di lantai ketika keinginannya tidak segera terwujud. Hal yang selalu saya lakukan ketika dia mulai menangis dan marah adalah tenang. Tidak mudah memang, tetapi saya selalu berusaha tidak ikutan terpancing emosinya.

 kid_sad

(Kredit foto: www.freedigitalphotos.net)

Contoh ketika dia menangis meraung-raung meminta sereal yang simsalabim harus langsung terhidang di depannya, maka saya akan tetap santai berjalan mengambil mangkok, menuang sereal dan memberikan kepadanya. Saya tidak akan pula melakukan semua itu dengan terburu-buru agar dia segera berhenti menangis. Saya ingin mengajarkan padanya bahwa terkadang ada situasi dimana kita harus menunggu sampai keinginan kita tercapai.

Sebagai ibu bekerja yang menitipkan anaknya di daycare, saya juga sering kali terlambat menjemput Rey. Kadang masih ada temannya, kadang hanya tinggal dia seorang. Mungkin terdengar melas sekali nasib anakku. Tapi sebelumnya saya sudah berpesan kepada nanny untuk memberi tahu Rey, "Hari ini Ibu telat jemputnya, Rey gak usah sedih nanti Ibu insya Allah datang". Walaupun menurut cerita nanny, Rey akan berkali-kali mengecek ke pintu siapa yang datang menjemput. Sedih memang, tetapi saya ingin Rey belajar untuk sabar menunggu. Sabar menghadapi hal yang tidak sesuai keinginannya. Sabar dalam kondisi yang membuatnya tidak nyaman.

Kembali lagi ke film Inside Out. Ketika Sadness sama sekali tidak boleh muncul dalam pikiran Riley, maka saat itu pula pikirannya menjadi kacau. Kenapa anak tidak boleh merasa sedih? Kenapa sedih harus dihindari? Menurut saya sedih itu harus dirasakan, diluapkan agar setelah itu lega dan bisa bahagia kembali. Sedih sesekali tidak masalah, seperti contoh ketika Rey menangis meminta sereal, setelah sereal diberikan maka saya akan jelaskan kepadanya, "Kalau minta sereal harus sabar, ibu harus ambil mangkok dulu nuangin dulu serealnya. Rey harus sabar '. Atau ketika saya telat menjemputnya, "Rey maaf ya Ibu telat jemputnya, Rey sabar ya nunggu sama Nanny. Insya Allah besok ga telat lagi ya Rey jemputnya". Dengan harapan Rey tidak lagi panik dan sedih ketika saya telat menjemputnya, bahwa ketikan telat dijemput itu Rey masih bisa asyik main bersama nanny dulu.

Mungkin terkesan sangat kejam dengan membiarkan anak saya menangis karena keinginannya tidak langsung dituruti, tidak mengkondisikan anak senyaman mungkin. Namun kita sendiri sebagai manusia juga tidak bisa menjamin ke depannya hidup anak akan selalu nyaman dan mudah. Pelan-pelan saya mencoba mengajarkan pada anak saya: it's ok to feel sad Rey, setelahnya kita bisa kok senang lagi, ketemu ibu lagi, makan cereal lagi, dan lainnya. Rey hanya perlu berlatih sabar dan terbiasa dengan sedikiiit saja dengan ketidaknyamanan. Semua saya lakukan untuk mempersiapkan jika di masa mendatang dia menghadapi kesulitan atau kondisi asing yang tidak nyaman, maka dia tidak akan langsung panik dan frustasi.

14 Comments

  1. avatar
    irma hardiani March 7, 2017 5:39 pm

    wah.. sama percis dengan Zahra anakku kedua usianya memasuki 3 tahun di April ini.
    Selalu tidak sabaran, jika tidak memenuhi permintaannya akan menangis teriak, guling-guling di lantai. Saya juga termasuk yg membiarkan dia menangis (walau lama) setelah agak reda baru saya akan menggendongnya.
    tapi.. neneknya yg suka tidak tega, jadi.. selalu memenuhi permintaa Zahra.
    Terima kasih sharing ya mba, ternyata saya tidak sendiri :)
    soalnya dulu waktu kakaknya tidak sampai seperti ini

    1. avatar
      Woro Indriyani March 8, 2017 10:34 am

      Haloooo hehe iya mom Irma banyak yang senasib kok tenang saja :)

      1. avatar

        As .



    2. avatar

      As .



  2. avatar
    followdee February 9, 2017 1:21 pm

    stujuu..... kalo aku masalahnya yang suka manjain anak malah simbaknya, udah dibilangin berkali2 juga tetep, mungkin karena simbaknya juga blum punya anak dan pengen banget punya anak sih, jadi semua keinginan diturutin deh :D

    1. avatar
      Woro Indriyani February 9, 2017 1:28 pm

      iyah, memang harus sinkron sih hihi. Kalo case aku sih suami yang ga tega anak nangis. Tapi coba pelan pelan dikasih tau kalo ini juga tahapan ngajarin Rey. Alhamdulillah mau ngerti :)

      1. avatar

        As .



    2. avatar

      As .



  3. avatar
    Febi February 9, 2017 3:06 am

    Luv the article, mba Woro :) anak perlu diperkenalkan dengan rasa sedih supaya ia berlatih sabar dan belajar menangani kesulitan. Btw, aku juga suka banget fil Inside and Out

    1. avatar
      Woro Indriyani February 9, 2017 1:27 pm

      iya baguuuuuuuus banget ya film nya :)

      1. avatar

        As .



    2. avatar

      As .



  4. avatar
    Cindy Vania February 7, 2017 9:17 am

    Setuju banget mba Woro. ngga papa kok kalau merasa sedih dan pengen nangis. Asa ngga adil aja kalau anak2 ga boleh nangis, tp kadang kita sbg orang tua suka diem2 nangis dipojokan :D

    Aku juga suka membiarkan kalau anak lagi meluapkan sedihnya. habis itu ditanya kenapa dan ngobrol.

    Biasanya yg aku suka gemes itu kalau anak2ku nangis hanya biar kemauannya dituruti. Jadi mereka sudah tau kalau nggak boleh atau sudah cukup, tp mereka minta lebih. nah, itu biasanya bisa aku cuekin beneran. hahah (mama kejam)

    1. avatar
      Woro Indriyani February 7, 2017 9:53 am

      haha sama mba Cindy akupun males kalo alesan nangisnya biar diturutin, jadi aku cuekin. Lama lama durasi nangisnya makin berkurang kok, karena dia ngerasa ga guna banget nangis toh ga dituruti sama Ibu :p

      1. avatar

        As .



    2. avatar

      As .



  5. avatar
    Eka Gobel February 6, 2017 1:10 am

    Setuju deh, Woro. Sedih tidak selalu buruk. Anak2 juga perlu mengalami kesedihan, dalam waktu yg tepat, dengan porsi yg tepat juga.

    1. avatar
      Woro Indriyani February 6, 2017 10:05 am

      Setuju mba Eka, habis sedih bisa seneng lagi :)

      1. avatar

        As .



    2. avatar

      As .