Pagi di Puncak Bintang

Segala sesuatu yang tidak terrencana seringnya memang jadi lebih menyenangkan. Untuk beberapa hal, menurut saya kegiatan yang tidak direncanakan itu mencegah perasaan kecewa. Bukan mencegah sih, tetapi karena tidak terencana maka tidak ada ekspektasi berlebih terhadap apa yang akan dijalani dan dihadapi. Kalau ternyata jadinya seru, kita pasti senang sekali. Sudah tak terhitung berapa kali kami bertiga pergi tanpa rencana dan herannya tidak pernah jera. Padahal bepergian tanpa bekal sering berujung pada rasa lapar dan keadaan tidak-tahu-mau-makan-di mana.


Minggu pagi kemarin, tiba-tiba suami mengajak pergi ke daerah Caringin. Caringin Tilu adalah salah satu dataran tinggi di Bandung Timur. Sekitar lima tahun lalu saya pernah ke sana, waktu itu malam hari dan memang pemandangannya menakjubkan sekali dari atas bukit. Di malam hari, dari atas bukit yang berketinggian 1.450 meter di atas permukaan laut ini kita bisa memandang ribuan kerlip lampu kota Bandung. Lokasi bukit bintang ini sebenarnya mudah sekali ditemukan, jika urban mama-papa ingin kesana bisa melewati jalan Padasuka yang letaknya tidak jauh dari terminal Cicaheum Bandung. Untuk menuju ke sana hanya butuh berkendara menyusuri sepanjang Jalan Padasuka, maka risiko tersesat memang sedikit sekali. Hanya saja jarak tempuhnya akan terasa jauh karena kondisi jalan yang terus mendaki. Memang dibutuhkan pengemudi dengan skill di atas rata-rata untuk menaklukan jalan sempit menanjak dengan banyak tikungan yang cukup tajam.


Saat  matahari belum terlalu tinggi, dengan sedikit analisa kami memutuskan pergi dengan mengendarai sepeda motor karena dari rumah ada jalan pintas memotong menuju tempat tujuan. Jarak tempuh pun jadi lebih dekat dan kami menduga jalan tersebut tidak bisa dilewati kendaraan roda empat. Sepanjang perjalanan, beberapa kali suami menepikan motor untuk bertanya pada penduduk setempat, arah jalan menuju Caringin Tilu. Kami memang pernah kesana tetapi waktu itu menggunakan jalur umum di peta resmi Kabupaten Bandung. Kami belum pernah melewati jalan pintas ini. Selama perjalanan, beberapa kilometer kami menemukan jalan menanjak yang ramah karena permukaannya rata oleh aspal beton. Tetapi kemudian berganti dengan jalan liku berbatu yang membuat mesin motor matic tua yang kami tumpangi mengeluh dan guncangan suspensinya jadi lebih dramatis. Beberapa kali saya sempat tidak yakin dengan kemampuan motor dan menawarkan untuk turun dan berjalan kaki saja sambil menggendong Pagi, supaya suami lebih mudah mengendalikan laju motornya. Alhamdulillah sampai di tempat tujuan, saya cukup turun satu kali, itupun karena kami salah jalan dan harus memutar di jalan yang sempit.


Sepanjang perjalanan menuju puncak bukit bintang, kami disuguhi pemandangan hijau barisan kebun ladang sayur-mayur dan para petani yang sedang bekerja di kebunnya. Rasanya hangat sekali. Sesampainya di puncak bintang, perjalanan tanpa rencana kami seolah terbayar lunas dengan pemandangan barisan pohon pinus di kawasan bukit bintang Caringin Tilu. Indah sekali. Menurut informasi, kawasan ini memang dikelola oleh Perum Perhutani dan baru dibuka untuk umum. Mungkin karena inilah tempatnya tampak bersih dan tertata rapi. Keranjang tempat sampah dari jalinan bambu tersedia di hampir setiap meter, membuat pengunjung tidak punya alasan untuk membuang sampah sembarangan. Pokoknya bersih, di permukaan tanahnya nyaris tidak ada sampah kecuali gundukan daun-daun pinus kering yang gugur. Di sana juga tersedia kamar kecil dan mushola yang dijaga oleh bapak penjaga yang ramah sekali.



Katakan saya berlebihan, tetapi hari itu saya bahagia sekali dan saya yakin begitu pula dengan Pagi. Selama di sana, Pagi tampak gembira sekali berlari kesana-kemari, lalu berhenti sebentar untuk mengumpulkan ranting dan daun-daun kering yang sudah sejak lama menjadi hobinya.




Kami sengaja membiarkan Pagi bermain sepuasnya, melompat dan berlarian kesana kemari. Sesekali terjatuh karena memang kontur permukaan tanahnya tidak rata, tetapi mungkin karena gembira, dia hanya berhenti untuk membersihkan tangan dan kakinya lalu bangun berlari kembali sambil tertawa. Kami makin setuju dengan sebuah kalimat bijak 'nature is where the best resources of happiness exist', karena dari alamlah kita bisa belajar tentang banyak hal termasuk kebahagiaan sederhana seperti ini.

15 Comments

  1. avatar
    Sekar Niti Wijayanti June 23, 2015 8:02 am

    ini keren banget deh tempatnya, harus coba kesana juga..hehe

    1. avatar

      As .



  2. avatar
    Myra Anastasia December 23, 2014 3:50 pm

    wah kayaknya saya harus ajak anak-anak ke sini. Thx infonya :)

    1. avatar

      As .



  3. avatar
    Rahmi Hapsari December 21, 2014 11:02 pm

    Naaaah...paas banget nih, lusa mo ke bandung..harus mampir kesini nih. Tfs mbak..

    1. avatar

      As .



  4. avatar
    Siska Knoch December 21, 2014 7:59 pm

    Ajeeeng, pemandangannya bagus bgt! tfs yaa

    1. avatar

      As .



  5. avatar
    dieta hadi December 19, 2014 1:01 pm

    Haiiii pagiiii, ketemu lagi kita disini. Ajeng nanti kalo gw ke Bandung, lo ajak gw kesini yak hahaha pengen bawa mika sama jibril jalan2.

    Ah ini mah emang dasar emak bapaknya pencinta alam jadilah anaknya diajak beginian tapi emang keren lah babab, ibu dan pagi ini.

    1. avatar

      As .