5 Alasan Membuat Sendiri Soal Latihan Ujian Anak
Saya pernah menulis di sini bagaimana cara saya tetap bisa mendampingi anak yang akan menghadapi ulangan atau ujian di sekolah, meskipun saya seorang ibu bekerja.
Di zaman yang serba canggih ini, sebetulnya orangtua bisa membeli buku kumpulan latihan soal via online tanpa perlu perlu bersusah payah menghabiskan waktu datang ke toko buku. Di samping itu, saat ini tersedia berbagai aplikasi di internet yang memuat kumpulan soal latihan ulangan. Tinggal download, beres. Zaman internet yang serba canggih ini benar-benar mempermudah urusan kita ya mama. Namun saya -setidaknya hingga saat ini- masih tetap mempertahankan metode membuat sendiri soal-soal latihan ujian untuk anak. Bisa dengan menuliskannya di kertas, maupun di white board di rumah. Tentunya saya melakukannya bukan tanpa alasan. Berikut adalah lima alasannya:
1. Orangtua jadi paham apa yang diajarkan kurikulum sekolah. Ketika hendak membuat soal latihan ulangan, otomatis saya jadi membaca ulang materi yang akan diujikan. Dari situ jadi paham: oh ternyata semester ini anak saya diajarkan tentang ABCD, oh semester ini ternyata ada pelajaran tentang EFGHIJ, oh ternyata SD zaman sekarang udah mulai diajarin KLMNOPQ sejak dini, dan seterusnya.
2. Tidak hanya paham, namun orang tua juga dapat mengontrol apa yang telah diajarkan di sekolah. Pernah dengar kehebohan dunia pendidikan Indonesia ketika tiba-tiba murid kelas 2 SD di Kecamatan Pasar Rebo - Jakarta Timur harus mengerjakan soal pilihan ganda yang isi soal bacaannya tentang perceraian dan pembunuhan? Peristiwanya terjadi sekitar Mei 2016 lalu. Sudah tentu hal ini kurang pantas. Dengan ikut membaca buku pelajaran anak, kita setidaknya ikut mengontrol dan bisa segera melaporkan ke pihak sekolah agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
3. Membuat soal manual, kita bisa berimprovisasi sesuai minat anak. Kalau hanya berdasarkan buku latihan, sudah pasti soalnya standar. Misalnya soal cerita matematika: pak Tono memiliki 30 buah pepaya, lalu 20 diberikan kepada pak Tino. Berapa sisa pepaya pak Tono?
Kadang-kadang anak yang usianya masih kecil malah kurang tertarik membaca soal seperti ini. Di sinilah kesempatan kita bisa berimprovisasi. Misalnya anak saya Alun, sekarang suka sama pesawat jet tempur karena bulan lalu diajak menonton event Dirgantara Expo. Soalnya dapat dibuat seperti ini: Negara Indonesia memiliki 11 pesawat jet Sukhoi. Lalu negara Rusia memberikan lagi 12 jet F-16. Berapa jumlah semua pesawat milik negara Indonesia?
Mungkin soal ceritanya terlalu mengada-ada, tetapi percayalah, ini menarik dan membuat anak semangat untuk mengisi jawabannya. Inilah efek yang juga ingin dikejar: agar anaknya semangat dan jadi giat belajar.
4. Membangun kerjasama antara suami dan istri. Maksudnya: ketika membuat soal, kedua orangtua terlibat, bukan hanya mama tetapi juga papa. Contoh paling mudah: saya ini tidak pintar menggambar. Suatu hari Alun ada materi ulangan di mana siswa diharapkan memahami nama-nama bagian sebuah pohon mulai dari batang, daun, buah, biji, serta akar. Karena suami jago gambar, jadi saya minta beliau yang menggambar pohon lengkap. Nanti Alun diminta menarik garis menunjukkan nama bagian pohon tersebut. Begitu pula ketika menggambar benda-benda kecil dan besar lalu Alun diminta membuat kalimat perbandingan, misal: raket bulutangkis lebih besar dari raket tenis meja, atau bola sepak lebih besar dari bola tenis. Nah papanya yang bagian membuat gambar-gambar untuk soal tersebut.
5. Membangun bonding dengan anak. Gempuran teknologi internet saat ini seringkali membuat anak lebih fokus ke screen ketimbang berinteraksi dengan orangtuanya sendiri. Belum lagi jika kedua orangtuanya bekerja dan punya waktu terbatas buat anak. Dengan segala hal tersebut, bagaimana cara kita membangun bonding dengan anak? Salah satu caranya ya dengan melibatkan diri lebih banyak dalam pendidikan si anak.
Dengan memahami pelajarannya di sekolah, membuatkan soal secara manual, saya merasakan hubungan dengan anak lebih lekat. Saya merasa saya benar-benar mengurusinya, bukan hanya mengurus dalam arti membuat ia bersekolah dengan pantas, memenuhi segala kebutuhan sandang pangan papannya, namun yang lebih dalam adalah terlibat dalam proses perkembangan pengetahuannya. Dari sisi sang anak sendiri, ia akan merasa bahwa orangtuanya senantiasa hadir dan mendukungnya di saat-saat ia mungkin berada dalam kebingungan karena rumitnya pelajaran di sekolah. Setiap Alun selesai mengerjakan soal latihan yang kami buat, kami lalu memeriksa jawaban bersana-sama dan membahasnya. Kalau ada yang keliru, kami jelaskan yang tepatnya itu seperti apa. Dengan cara seperti ini ada sesi mengobrolnya, ada sesi interaksi intens antara anak dan orangtua.
Sebagai catatan, metode membuat soal manual ini bisa jadi tidak berlaku seiring kenaikan level/tingkat/grade anak di sekolah. Semakin besar anak, perilaku dan kebiasannya sudah pasti semakin berubah, dan orangtualah yang harus menyesuaikan. Apa yang saya tulis ini mungkin dapat berguna untuk anak yang masih duduk di bangku TK atau SD kelas 1-3, namun belum tentu ampuh untuk anak dengan tingkat kelas di atas itu. Semua ini hanyalah pengalaman pribadi yang ingin dibagikan tanpa menggunakan teori parenting maupun education, tetapi semoga bermanfaat ya Urban mama.
Aku pun melakukan hal yang sama dengan Mba Imelda.
Sebelum berangkat kerja,aku sudah sampaikan instruksi buat Alya, dari hal sekian sampe sekian yang harus dibaca, ntar malam kita tanya jawab ya kk.
Kalau untuk latihan soal dari internet, Alya malah kurang tertarik. Pernah aku bawa latihan soal,malah dijawab ini bukan soal dari mama kan ? aku maunya dari mama aja soalnya.
Mungkin kadang suka ga sama dengan yang dipelajari disekolah ya.
Jadi kembali aku nulis tangan dibuku latihan, sesuai dengan pelajaran di sekolah, terutama matematika. Alya lebih tertatik dengan matematika. Kalau mapel khusus (arab, tauhid,fiqih & imla) ini extra belajar mama, papa & kk.
Mapel umum lain, in shaa allah sudah bisa belajar sendiri tgl tanya jawab aja.
mba yulia toss dulu ah...hehe. Ih sama banget, untuk mapel bahasa Arab juga extra belajar banget buat saya mbak, maklum enggak ngerti blas :)
biasanya aku pun bikin soal2 buat anak2. Makasih artikelnya yaa mba Imeldaa...
toss mba zata :)
You're welcome ya mbak....
Aku masih sesekali buat soal sendiri terutama kalau untuk matematika karena perlu banyak latihan. Kalau pelajaran yang lebih ke arah hafalan sih sekarang lebih pilih print atau cari-cari buku bank soal krn lbh praktis. Atau kadang cukup belajar dari soal-soal di LKS.
sip mbak ella. Bener tu, matematika emang kudu lebih ditelatenin kayaknya, apalagi anakku juga suka kurang teliti kalo masalah perhitungan :)
Meel sama, aku juga suka buat soal untuk anak2.. tapi skrg lebih praktis latihan pake soal2 dari buku paket atau LKS aja sih berhubung udah kelas 3.
Untuk soal2 yg aku dan papanya buat biasanya berupa soal tebak2an sebelum tidur atau pas lagi di dalam mobil. Anak2 sukaa banget tebak2an/ quiz2an gini, yg jawaban tebak2annya bener dapat poin nanti kalau poinnya sdh banyak besok2 bisa ditukar sama mainan sesuai jumlah poinnya :D
betul ka, makin naik grade anak, bisa jadi kita ortunya juga gak bisa keep up dengan kurikulum anak ya. Jadi penggunaan LKS bermanfaat banget untuk kondisi ini.
Wah keren juga itu idenya tebak-tebakan. Boleh juga ni dicoba di rumah. TFS ya ka
aku juga suka bikin soal buat mika, kadang kalo lagi ga sempet aku print dari internet, tapi kadang ya aku buat sendiri. Bahkan ngerjain LKS aja aku temenin karena supaya tahu apa aja sih pelajaran yang anak dapet dan ini juga bermanfaat buat kita orangtua ya buat baca lagi karena pasti banyak lupanya
iya sama mbak. Aku pun seringkali kalo males nulis-nulis manual, aku ketik pake laptop aja. Mamanya jadi ikutan belajar dan inget zaman sekolah dulu ya mbak :)