Bapak Rumah Tangga
Jadi bapak rumah tangga itu asyik. Memiliki banyak waktu di rumah bermain bersama istri dan anak, serta mengurus rumah. Seorang ayah yang punya waktu banyak di rumah bersama keluarganya, akan membuat rumah menjadi lebih hangat. The real home sweet home.
Meski asyik, jadi bapak rumah tangga bukan perkara mudah. Ini sangat erat dengan komitmen. Lebih jauh lagi, ini juga persoalan latar belakang pendidikan yang dialami si ayah. Ini soal kemandirian. Seorang anak lelaki yang dibiasakan hidup mandiri oleh orangtuanya, maka kelak ia akan menjadi bapak rumah tangga yang tangguh. Ia akan menjadi sosok ayah sekaligus suami yang mau aktif membantu istrinya mengurusi rumah tangga. Meski ia sibuk dalam pekerjaannya, pasti akan menyempatkan untuk mengurus rumah tangga. Selalu akan ada waktu untuk terlibat dalam rumah tangga. Karena seorang bapak rumah tangga, akan mengatur waktunya untuk membantu istrinya di rumah, sesibuk apapun ia di luar dengan segala urusannya mencari nafkah. We don’t have time, we make time.
Namun jangan harap muncul sosok bapak rumah tangga dari latar belakang keluarga yang tak mandiri. Apa-apa ada pembantu, ada fasilitas. Mau bikin mie instan saja, minta sama pembantu. Mau ke sekolah, diantar sopir. Maka sangat rugi jika ada keluarga yang tak membiasakan anaknya mandiri. Karena kelak, ia sulit menjadi orangtua yang mandiri juga.
Repotnya lagi, jika kita hidup dalam keluarga yang cuek. Orangtua sibuk sendiri. Atau lebih tepatnya tak mau dipusingkan urusan rumah. Tak menunjukkan rasa memiliki rumah, tak peduli dengan keadaan rumah. Ayah tak mengajarkan anak lelakinya kebiasaan yang bernilai. Ayah tak mengajari anaknya bagaimana membersihkan rumah. Ayah tak mengajarkan anaknya tumbuh sebagai lelaki sejati. Ayah tak mendampingi anaknya bercerita, mendongeng, belajar menyetir mobil atau motor, belajar hobi ‘lelaki.’
Saya jadi ingat begitu luar biasanya peran ayah saya mengajari anak-anaknya, terutama anak lelaki. Kami diajarkan sholat dan mengaji. Kami diajarkan menjadi tukang kayu, membuat perabotan rumah sendiri. Kami diajarkan sendiri bagaimana menyetir mobil dan motor yang baik. Ayah saya tak banyak bicara, tetapi beliau menunjukkan dengan sikap yang membuat anaknya belajar. Makanya, apa yang diajarkan ayah sangatlah membekas. Kami bisa melakukan pekerjaan rumah tangga, pekerjaan tukang, memperbaiki ini-itu serta dapat bertahan meski kondisi sulit.
Maka, berkomitmenlah menjadi bapak rumah tangga. Sejak awal, sejak hari pertama kita menikah. Buat rencana bersama istri, peran penting kita sebagai bapak rumah tangga. Siapkan waktu terbaik, bukan waktu sisa sehabis lelah bekerja di kantor atau mengurus bisnis. Untuk keluarga, siapkan waktu terbaik yang kita miliki. Banyak hal sederhana yang bisa dilakukan. Misalnya, berbagi tugas merapikan rumah. Jika sudah dikaruniai anak, maka sejak awal ayah harus terlibat penuh. Ayah harus bisa mengganti popok anak. Harus bisa memandikan anak, menenangkan anak saat menangis. Dari sinilah ada yang namanya bonding (membangun ikatan) ayah dan anak. Waktu baru punya anak, saya mulai memandikan anak sejak ia berusia 1 bulan. Saat anak kami masih bayi, kami bergantian mengasuhnya. Jika tengah malam ia menangis dan istri saya sudah sangat lelah, saya yang bangun untuk menidurkan anak kami. Saya sadar, saat proses ASI Eksklusif, istri harus fit dan bahagia, agar ASI-nya lancar. Dan alhamdulillah, Allah ta’ala izinkan itu.
Komitmen ayah sejak awal kelahiran anak akan membuat kita dan anak menjadi dekat. Sehingga, anak tak lagi terlalu banyak bergantung kepada ibunya. Sebagai ayah, kita jadi punya waktu spesial berdua dengan sang anak sejak ia bayi. Dan ke depannya, anak dan ayah akan memiliki waktu yang berkualitas. Alhamdulillah, saya sudah mulai merasakannya. Bisa menikmati waktu berdua dengan anak sejak ia berusia 1 tahun. Bisa banyak berdiskusi dengan anak yang alhamdulillah sekarang sudah banyak omong dan banyak gaya. Kami pun menjadi orang tua yang senang mendengar.
Saya memutuskan menjadi bapak rumah tangga. Dengan cara ini, saya percaya anak kami akan tumbuh menjadi sosok orang tua yang menjadi teladan anaknya. Satu pesan yang selalu saya ingat, “Kita boleh gagal dalam sekolah, bekerja atau bisnis, karena semua ini bisa kita ulang lagi dari awal. Namun jangan pernah gagal dalam mendidik anak, karena kesalahan di masa lalu tak bisa diulang lagi.”
Ini adalah pekerjaan seumur hidup yang asyik. Selamat menjadi bapak rumah tangga.
Kok sama ya kayak suami saya, brewokan hehehe. Suami saya itu petani jadi banyak waktu berada di rumah. Bahkan sejak menikah suami saya yang rajin nyapu dan mengepel. Lalu sejak saya melahirkan suami terus yang mencuci baju kami semua termasuk popok. Suami juga yang jago menangani anak-anak, sejak bayi ia yang memandikan anak-anak hingga kini sudah balita dan tk, otomatis anak saya lebih dekat dengan papanya dari pada saya. Suami saya pula yang lebih diinnginkan Kalki untuk mengantar sekolah daripada saya. T_T sedih-sedih gimana rasanya karena anak-anak lebih senang bersama papanya daripada mamanya...
Aku selalu menganggap kekerenan seorang suami dan bapak akan naik berkali-kali lipat ketika ia mau terlibat dengan pekerjaan rumah tangga dan hal-hal perintilan sesederhana benerin kipas angin rusak. Salut!!
kereeenn banget! semoga semakin banyak bapak-bapak yang lain juga mau iku andil dalam peran bapak rumah tangganya.
Ceritanya seru banget papa Gio! :) bagus sekali sharingnya :)
artikel ini kok keren sekali ya....setuju 1000\% soal bapak rumah tangga. Bisa gak artikel ini aja yang menang article of the month? #eh?