Bikin Buku Sendiri, Mengapa Tidak?
Katanya, suatu hari nanti, tidak ada lagi orang yang membaca buku. Buku akan digantikan oleh buku elektronik dan bacaan lain dalam bentuk digital. Namun, akhir-akhir ini saya melihat semakin banyak orang menerbitkan bukunya sendiri dan dijual melalui media sosial. Buku-buku penulis baru pun menghiasi deretan buku di toko-toko buku besar. Terakhir, pameran buku berskala internasional di Tangerang masih dijejali penikmat buku berbagai usia.
Jadi, ramalan “punahnya” buku sejauh ini tidak terbukti ya.
Melihat begitu banyak orang yang bisa menerbitkan bukunya sendiri membuat saya berandai-andai, mungkin nggak ya suatu hari nanti saya membuat buku sendiri? Saya bukan penulis dengan tulisan layak terbit, apalagi membuat buku ratusan halaman yang pasti membutuhkan ide segar dan komitmen kuat. Kok sudah jiper duluan ya, hehe…
Lalu, saya membaca buku Happy Little Soul, karya Retno Hening yang mengisahkan kesehariannya bersama Kirana, anaknya. Ibuk –begitu Kirana memanggilnya- mengakui bahwa ia awalnya tidak percaya diri untuk membuat buku, tetapi tim penerbit terus meyakinkan bahwa ia mampu. Dan akhirnya, jadilah buku parenting yang bagi saya jujur, sederhana, dan menginspirasi.
Karena saya sangat tertarik dengan dunia parenting dan kehidupan para mama, saya pun rajin membeli buku yang ditulis oleh ibu-ibu muda ini. Mulai dari Real Mom Real Journey-nya Elvina Lim Kusumo sampai Happiness is Homemade nya Puty Puar. Dan, dari situ saya melihat bahwa kehidupan sehari-hari kita sebagai ibu adalah sumber cerita yang sangat kaya untuk dijadikan buku.
Saya sendiri suka menulis blog dan ingin mencetak sebagian tulisan dari blog dalam bentuk buku, tetapi untuk konsumsi pribadi saja, hehe.. Saya ingin buku ini kelak bisa dibaca anak saya ketika ia besar nanti, agar ia mengetahui kisah masa kecilnya dalam bentuk tulisan. Umur tidak bisa bohong. Setelah melahirkan anak kedua, memori tentang usia berapa si sulung mengucapkan kata pertamanya mulai menghilang dari ingatan. Menuliskannya menjadikan kenangan tetap akurat.
Nah, membukukan tulisan kita sekarang bukan hal yang sulit. Saya tinggal di Jogja, dan di sini banyak sekali layanan digital printing yang melayani cetak buku dalam jumlah sedikit. Bahkan, saya menemukan jasa cetak buku satuan di Instagram. Intinya, tidak harus cari penerbit untuk membuat buku.
Saya sendiri pernah mencoba membuat buku kenangan untuk murid-murid saya sebelum resign, and I made it! Karena saya tidak menguasai software desain, saya pun membuat scrapbook dengan teks yang saya print dari Microsoft Word dan saya scan, lalu saya cetak di print shop. Ternyata, mereka menyediakan seorang desainer untuk setiap customer, lho! Aih senangnya… Untuk 15 buku berisi 14 halaman glossy full color, saya hanya membayar sekitar Rp250.000,-. Cukup terjangkau ya.
Berarti, bukunya nanti hanya seperti album foto atau journal donk? Atau malah seperti kliping artikel? Ya tidak apa-apa kan. Memiliki “karya” sendiri berbentuk buku yang bisa kita pegang dan kita wariskan ke anak cucu itu sesuatu lho, seremeh temeh apapun isi buku tersebut bagi orang lain. Syukur-syukur ada penerbit yang melirik, we’ll never know..
Untuk ide tulisan atau materi buku, sesuaikan saja sesuai dengan passion kita. Cara paling mudah, buka akun media sosial kita. Kalau isinya banyak tentang travelling, kita bisa memilih 10 destinasi favorit yang pernah kita kunjungi berikut foto dan cerita perjalanan. Hobi bikin DIY stuff untuk anak? Bisa bikin tutorial book ataupun cerita aktivitas DIY yang anak kita suka. Yang hobi membuat gambar, bisa juga lho membuat komik atau tulisan dengan ilustrasi sendiri. Kalau kita memiliki komunitas atau kelompok dengan minat yang sama, “keroyokan” bikin buku bisa jadi solusi, satu orang satu tulisan misalnya.
Sekarang, banyak penulis buku yang berawal dari hobi posting di Facebook, Instagram, atau blog, dan ternyata post mereka bermanfaat dan enak dibaca, kemudian dilirik oleh penerbit. Saya sendiri kalau follow orang yang postingannya inspiring, pengen rasanya menyarankan mereka untuk membuat buku. Alasan lainnnya, bisa saja akun mereka kena hack atau block hingga tidak bisa dibuka dan hilang semua kenangan-kenangan indah tersebut, seperti yang dialami Enno Lerian beberapa waktu lalu. Karena itu, sempatkan dibukukan yuk!
Kalau materi sudah terkumpul, lalu nggak bisa desain atau nggak ada waktu ke printing service seperti saya , bagaimana? Sekarang banyak kok jasa desain buku yang bisa cari di Google maupun hashtag di medsos. Just a click away, asal kita benar-benar mau.
Hari Buku memang sudah lewat, tapi membuat buku tidak ada kata terlambat. Selamat mewujudkan buku kita ya, Ma!
Sekarang semakin mudah ya membuat buku terbitan sendiri , enaknya buat kita2 kalau mau punya jurnal tentang anak dan gak mau repot buka blog. Dicetak aja trus ditaro rumah, siapa tau kita atau anak2 pas besar nanti mau baca seperti kata mama adhisti. Heheh :)