Breastfeeding and Nursing Nazis
Buat saya, urusan ASI dan menyusui itu sensitif. Sensitif karena itu private. Sukses atau ngganya seseorang memberikan ASI tergantung dari banyak faktor. Dan itu sebabnya saya suka tidak nyaman kalau mendengar nursing/ breastfeeding Nazis. Nursing Nazis tidak sama dengan fellow moms yang simply mendukung pemberian ASI dan menyusui. Nurzing Nazis lebih ke arah menghakimi ibu yang tidak menyusui atau tidak bisa memberikan ASI exclusive.
Sebagai ibu, saya mendukung ASI. Menurut saya ASI adalah yang terbaik untuk bayi, apalagi dalam 2 tahun pertama kehidupannya. Dalam kitab suci agama yang saya anut pun disarankan demikian and not to mention a massive amount of research regarding breastmilk.
Saya pernah mengalami ketidaknyamanan dengan nursing Nazis. Para nursing Nazis ini ngga tau seluruh cerita dan perjuangan saya untuk memberikan ASIX tapi berani-beraninya melihat dengan tatapan merendahkan diikuti dengan ucapan-ucapan tajam.
This Is My Breastfeeding Story
Saya nggak menyusui langsung pada Nara. Dua minggu pertama, saya masih struggle untuk menyusui langsung but I guess that didn’t count for nursing Nazis :p my nipple was sorta inverted (nggak keluar), so it was so hard for me to breastfeed. Di sisi lain, ASI saya melimpah ruah jadi pas merembes, saya pompa aja karena saya ngga mau rugi. Nah, ternyata ASI saya itu pernah diberikan suster pada Nara saat saya sedang tidur karena susternya tidak tega membangunkan saya. Jadi suster memberikan ASIP saya pada Nara. Saya ngga mikir panjang. Saya pikir jadi bisa selang seling antara menyusui langsung dan memberikan ASIP untuk menahan rasa sakit ketika menyusui.
Saya juga mulai pake botol untuk memberikan ASIP pada Nara. Kenapa? Simply karena menurut pengalaman saya, kalau menggunakan sendok banyak yang tumpah. Sampai rumah, baca-baca buku lagi trus kaget. Katanya bayinya bisa bingung puting. Gubrak, paniklah saya…pantes aja Nara makin susah nyusu ke saya karena saya selang seling dengan botol. Masa nyusuin itu rasanya kaya berantem sama Nara karena dia kesusahan dengan kondisi nipple saya yang ngga keluar, ditambah Nara udah ngerasain enaknya pake botol.
Abis itu saya langsung berangkat ke klinik laktasi. It may work with lots of people, but not me. Mungkin saya ngga ketemu sama konselor yang pas. Saya lebih banyak disalahkan dan kesalahan saya sering diulang-ulang. I wasn't happy about it! Saya tahu ada yang salah dengan cara saya menyusui (latch on-nya), that's the main reason why I went there. What I need is a solution. Tapi saya sangat menyesalkan, konselor tersebut menyalahkan saya dan itu dilakukannya berulang-ulang. Terus terang saya jadi ngga konsen dan mood saya udah keburu turun. Tidak hanya pada saya, tapi suami juga dimarahi oleh konselor tersebut karena suami di luar memberikan Nara ASIP dengan menggunakan botol. Pada saat itu, Nara haus, saya sedang ada di dalam dan suami ngga boleh masuk. Jadi bagaimana suami harus memberikan ASI?
Keluar dari sana, saya masih ingin menyusui langsung. Saya masih mencoba tapi karena pengaruh konselor yang sama sekali tidak membantu, membuat mood saya down. Saya akhirnya punya kesimpulan, yang penting saya masih bisa memberikan ASI, apapun medianya.
Konsekuensinya? Repot. Karena saya harus mompa terus. Kalau jalan-jalan ke mall, bawaan segambreng. Membawa ASIP, air di termos untuk menghangatkan ASIPnya, botol yang steril untuk Nara belum lagi drama kalau telat menyiapkan ASIPnya, Nara bisa nangis karena kesal. Benar-benar heboh dan jauh lebih repot dibandingin orang yang menyusui langsung. Tinggal buka baju, beres.
Tapi alhamdulillah ASInya banyak, jadi selain untuk ke Nara juga untuk stock persiapan masuk kantor lagi. Saya yakin banget bisa memberikan ASI eksklusif dan lebih dari 6 bulan. Saya pernah baca juga ada urban mama yang memiliki pengalaman yang sama dan bisa memberikan ASI lebih dari setahun lewat ASIP. Jangan salah, once in a while saya tetap mencoba menyusui langsung tapi end up dengan saya nangis karena rasanya seperti berantem dengan Nara. Dia nangis-nangis kejer begitu saya coba. Saya seperti menyiksa anak. Akhirnya pemberian ASI saya lakukan dengan botol.
Cobaan selanjutnya adalah asisten di rumah menelepon saat saya sedang pergi, katanya rumah saya mati lampu. Super panik memikirkan ASIP saya sebanyak itu yang ada di kulkas. Heboh minta dibelikan es supaya ASIP tidak cair atau rusak. Mertua saya juga membawakan es dan meminjamkan genset. Sampai rumah, ada banyak kantong stok ASIP yang cair dan akhirnya ASIP cair itu diberikan pada Nara. Padahal saya sudah punya sistem sendiri, memisahkan yang mana untuk dikonsumsi Nara sehari-hari dan mana yang untuk stok persiapan saya saat kembali ke kantor. Setelah kejadian tersebut, saya dan suami bela-belain beli genset. Sebegitu protektifnya saya dengan stok ASIP untuk Nara. Karena dengan stok ASIP ini lah harapan saya supaya Nara bisa ASIX.
Beberapa hari kemudian saya pengen tau apakah ASIP lain bekas kejadian mati lampu itu baik-baik aja. Saya cium baunya, menurut saya aneh. Jadi saya membuang berkantong-kantong ASIP sambil menangis. Saya simpan untuk dibawa ke dokter. Sedihnya, doktern bilang itu nggak apa-apa, ngga rusak. Tambah nangis lagi saat ingat kantong-kantong ASIP yang sudah saya buang.
Tapi saya masih semangat nyetok ASIP sampai saya mulai ngantor lagi. Di kantor rajin mompa karena saya ingin apa yang saya perah hari ini cukup untuk Nara sehari supaya jumlah stok saya tetep banyak. Untuk jaga-jaga growth spurt.
Sebulan ngantor, saya diminta untuk mengikuti in house training selama 6 minggu. Trainingnya berat, karena tiap hari bahannya banyak dan tiap minggu ujian. Saya determined banget ingin menunjukkan bahwa walaupun saya punya bayi, begadang dan lain-lain tapi saya juga bisa keep up dengan apa yang diajarkan. Tapi di sisi lain, karena saya ngga enak untuk 'kabur' saat pelajaran, saya hanya mompa 2 atau 3 kali maksimal. Sebelum mulai, saat lunch, dan pulang. Stok saya perlahan menipis begitu pula dengan hasil pompaan saya. Yang tadinya sekali merah bisa 200ml kiri 200ml kanan, perlahan tapi pasti menurun kuantitasnya. Mau nggak mau, sadar nggak sadar, ada stress juga dengan IHT yang saya ikuti karena saya harus belajar untuk ujiannya, di kelas dibutuhkan konsentrasi yang tinggi (dan tidak mudah konsentrasi setelah begadang).
Sampai suatu hari, siang-siang pengasuhnya Nara telepon dan bilang stok di rumah hampir habis, hanya tinggal sebotol. Nara menangis kehausan. Akhirnya saya memutuskan untuk memberikan Nara campuran susu formula.
Malemnya Nara langsung panas, demam.
Saya stress!
Selama diberi ASI, Nara nggak pernah sakit sama sekali, sedikitpun. Bayangkan perasaan saya yang terpaksa memberikan susu formula lalu anak saya langsung sakit? Perasaan guilty itu udah cukup buruk tanpa harus dihakimi sama orang lain.
Saya masih terus mengusahakan ASIP untuk Nara sampai akhirnya di umur 7.5 bulan, tiap mompa hanya mendapat 5ml. Saya stress dan akhirnya berhenti mompa. Dan setelah itu, Nara full diberikan susu formula.
Lesson Learnt
- Bagi saya, pengalaman adalah pelajaran. Bagi saya dan bagi orang lain.
- Pengetahuan saya tentang latch on dan ASI kini sudah jauh lebih banyak dibandingkan 2.5 tahun lalu. Saya bertekad untuk bisa menyusui anak kedua saya dengan pengetahuan saya sekarang. Saya yakin bisa. Insya Allah.
- Saya ngga mau ngepush orang lain untuk memberikan ASI. Kalau ada yang bertanya pada saya, saya akan menjelaskan tentang kelebihan ASI. Saya akan dorong untuk memberikan ASI. Kalau orangnya semangat juga, saya akan tambah semangat untuk support dia. Tapi kalau orangnya nggak mau atau ngga bisa, I keep my mouth shut! Stop right there.
- I’m proud to say, dengan share pengalaman saya, beberapa temen deket saya yang tadinya nggak yakin dan nggak tau/peduli dengan ASIX, Alhamdulillah akhirnya mereka memberikan ASIX dan lanjut sampai anaknya sekarang hampir berumur 2 tahun. At least pengalaman saya berguna bagi orang lain.
- In my opinion, kalau seseorang menceritakan kesulitannya tentang memberikan ASI, saya bisa membantu dengan menanyakan dimana masalahnya dan saya coba untuk memberi solusi. Kalau masih ada harapan dan orangnya semangat, saya akan support terus. Tapi kalau ada yang menceritakan pengalamannya tidak bisa memberikan ASI, yang mana kejadian itu udah berlalu, lalu orang memberikan komentar seperti nursing Nazis alias masih saja menyalahkan, itu yang membuat saya tidak nyaman.
About Nursing Nazis
Sampai detik ini pun apapun yang saya lakukan adalah semua yang saya pikir terbaik buat Nara. Dan menurut saya ngga ada orang yang berhak menghakimi ibu yang tidak bisa memberi ASI exclusive sebagai ibu yang buruk. Hey, do you know exactly what she’s been through? Tahu alasan sebenarnya dia ngga bisa nyusuin? Kalaupun iya dia tau ASI itu baik, dia bisa nyusuin dan tetep ngga mau nyusuin, apakah itu lantas memberi nursing Nazis ini hak untuk mengatakan si ibu tersebut ngga sayang sama anaknya? Who are you to judge?
Justru tekanan-tekanan dari luar yang membuat perjuangan menyusui lebih berat. Being constantly asked “are you breastfeeding” and usually continued with “why not?” and “well you should’ve…”
It made me feel like I’m a failed mum. Untungnya suami terus-terus memberi semangat. He never once blamed me or put a pressure on me. He believes in me. He holds my hand and gives me strength. So does my parents and my parents in law. They’re the biggest supporter. They knew that I’d give the best for my baby, their grandson. It’s enough to keep me sane.
By the way, want to check if you’re one of nursing Nazis or not? See some of the categories in this link.
ooh salut bwat mba meta..now that's what i call an inspiring story --hiksshiksshikss-- di Al-qur'an aja dlm surat AnNisaa kan gapapa kalau ibu tdk bisa menyusui sampai 2 tahun,tidak dosa atau apapun,hanya dianjurkan kalau mau sempurna yaa sampai 2 tahun. Karena perjuangan ibu itu beraat bgt yaa...dah hamil,melahirkan,menyusui,mendidik sampai besar.Sungguh Allah Maha Mengetahui dan Maha Penyayang ---hikssss---
hi mamas, Alhamdulillah aku berhasil ASIX buat 2 anakku, anak pertama sampai 9bln, karena hamil lagi and disuruh stop utk kasih ASI (walopun aku baca2 byk yg blg terusin aja), tp yah aku serahin ke yg ahlinya deh..
anakku yg kedua skrg baru aja lulus ASIX, baru 3hr ini mulai makan, aku sih berasanya dulu jg aku ga baca2 sama sekali soal asi-asian ini, cuma tahu ASIX 6 bln, ya kerjain, ga ada makan2an yg spesial, adanya jg apa aja dimakan, makanya aku termasuk the luckiest, ga ada persiapan and knowledge apa2 bisa berhasil, padahal byk yg kbalikannya
yg mau aku share, aku inget pengalaman waktu aku ngelahirin anak pertama, pas pemulihan disebelahku ada seorang mama yg menurut aku really dedicated mother, 3hr dia berjuang utk melahirkan normal, di induksi bbrp kali, sampe akhirnya dia harus cesar juga, setelah sesar pun dia berusaha IMD walopun ga berhasil, sampe pas aku ketemu dia itu 5hr setelah dia melahirkan, aku ngeliat dia sampe nyedot asi pake tube kayak suntikan itu, bkn ASI yg keluar, tp darah :( Subhanallah, dia blg ini mgkn usaha terakhirnya dia,dia udah coba mijit sendiri, pake breastpump, dr yg manual sampe electric, sampe langsung k bayinya yg nangis2 mungkin lapar tp asinya ga keluar juga
klo ibu kayak dia masih harus dihina and dicela karena ga bisa kasih ASI, cuma mamas yg ga punya hati aja kali yg berani begitu, stiap aku inget perjuangannya, bener2 inspiring and bikin aku thankfull bgt, karena aku gak ada masalah sm skali dgn breastfeeding
jd buat mamas yg belum berhasil, you have to appreciate the process, not only see the result, caiyo mamas!
meta...touching story...
gw jg ngalamin nursing nazis, sama mertua gw sndiri malah..sedih banget :(
skrg anak gw umur 4 bulan, udh sebulan full sufor..tp skrg gw lg semangat2nya mau relaktasi. Bahkan setelah baca cerita lo, gw makin semangat untuk ga akan dengerin kata orang lagi (even mertua gw sekalipun).
thanks for inspiring me ya n wish me luck :)
@Asni, :) makasih ya
@Dr. Riyana…another living proof klo dokter juga manusia ya dok, yang sama-sama musti struggle seperti ibu-ibu lain untuk ngasih yang terbaik buat anaknya. Thank you Doc, for the wise words…couldn’t agree more, terutama tentang ikhlas, walaupun itu rada berat karena susah ngilangin rasa bersalahnya.
@Lidya, @Revina telimakati dears :D
@Marina, amin…makasih ya doanya. Semoga adeknya Alya cepat diproduksi (hayah kaya procurement aja,hihi) dan sukses untuk anak keduanya ya, cup cup…
@ikurniati, hihi gw suka banget ngedate sama Nara klo ayahnya lagi keluar kota…rasanya seneng banget, soalnya walaupun masih kecil tapi rasanya kaya ngedate beneran, disayang-sayang dan dijagain sama Nara, hehe. Wah, namanya sama, banyak juga yang nama anaknya Nara…seriously, we shud form a club, hihihi…
@Neneng, sama banget deh…gw ngga terlalu khusyuk mempersiapkan diri buat nyusuin selagi hamil karena semua orang di sekitar gw nyusuin dan ngga ada kesulitan, jadi gw pikir nyusuin adalah sesuatu yang natural banget dan ngga susah. Hayah, mungkin itu yang bikin stress juga, karena ternyata ngga segampang yang gw liat di kakak gw atau temen2 gw…
Btw pelindung putting atau nipple shield yang gw pake waktu itu beli di itc, tapi dimana-mana ada kok, merknya pigeon.
@Dhira, tenkyuu bundazua…Yappp setujuuuu, can we just say breastfeed? Without any label…
@Rossie, waa udah mau lahiran ya? semoga lancar yah lahirannya, sehat-sehat dan lebih sukses nyusuinnya…kabarin ya di TUM klo udah lahiran :)
@Riery, :) makasih yaa… cup cup balik kata Nara
@Carmelita, thanks ya…tadinya gw rada ragu mau submit tulisan ini ke TUM, tapi ternyata banyak sekali orang yang punya pengalaman sama kaya gw (malah banyak yang perjuangannya lebih berat) jadi harapannya ke depan, we mommies bisa lebih mensupport dan merangkul, ngasi solusi instead of menyalahkan dan sekedar mengkritik. Btw istilahnya bukan gw yang bikin, hehe…baca komenmu ngingetin gw sama temen baik gw, yang walaupun berhasil nyusuin anaknya sampe 2taun, tapi ngga pernah menyalahkan gw dan menghibur dengan bilang “tenang aja met, semua ponakan-ponakan gw juga ngga ada yang sukses asix, tapi keren-keren aja, sehat-sehat aja, pinter-pinter aja…karena ibu-ibunya sayang banget dan merhatiin anak-anaknya banget. In the end that’s all that matters to children, the love and affection from their parents” me love it!
@Adisty, hmmff…sabar ya Dis. Btw kesempatan bagus klo punya temen konselor, jadi bisa ngasi masukan (seperti yang udah adis lakukan) supaya konselor laktasi bisa lebih compassionate dalam memberikan konseling karena cara pemberian konseling ngga bisa disamaratakan ke tiap orang.
@Lydia, hi…“They're healthy and happy -and that's all I care about. “ very well-said :) thanks for droppin by and say hi to your boys
@Tari *hugback* aminnn, makasih ya supportnya…
Terharu baca perjuangannya Meta.. Two thumbs up!!
*speechless*
good luck buat anak keduanya ya! Pasti bisa lebih baik dr yg kmrn.. *hugs!*