Hadirnya Quipper Buktikan Gadget Tak Melulu Berdampak Negatif
Sebagai ibu di era digital seperti saat ini, hal-hal apa yang harus kita cermati terkait pendidikan di Indonesia?
Pertanyaan itu sering muncul di benak saya. Apalagi, gadget sangat sulit lepas dari keseharian anak-anak masa kini, tak terkecuali balita. Inginnya sih, anak-anak seminim mungkin bersentuhan dengan gadget karena mulanya saya pikir lebih banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Namun, setelah saya mengikuti TUM Luncehon bertema “Pendidikan Anak di Era Digital” 7 Desember lalu, cara pandang saya berubah.
“Di era digital susah banget menyuruh anak belajar dan mengawasinya. Anak lebih suka bermain dengan gadget. Kalau bete, mereka buka media sosial yang belum tentu bisa kita awasi,” jelas moderator acara saat membuka sesi talkshow bersama Pendiri The Urban Mama, Ninit Yunita, Pakar Pendidikan, Itje Chodijah, dan Content Manager of Quipper Indonesia, Pipit Indrawati.
Banyak Urban Mama yang khawatir dengan fenomena tersebut. Namun sebenarnya, kemutakhiran teknologi digital justru banyak pula manfaatnya, lho. Mbak Ninit pun berbagi cerita mengenai aturan penggunaan gadget oleh kedua putranya yang kini duduk di bangku sekolah dasar. “Di rumah, saya tidak menyarankan anak untuk nonton televisi karena edukasinya kurang. Saya tipe orang tua yang tidak melarang menonton YouTube, tapi kontennya tetap diperhatikan. Sebagai orang tua, kita harus riset, tahu apa yang anak kita tonton. Di YouTube, banyak juga konten yang sifatnya mendidik seperti proses terjadinya hujan dan sebagainya,” jelas Mbak Ninit.
Ia juga tidak bisa melarang penggunaannya karena gadget kerap menjadi sumber informasi berbagai obrolan anak di sekolah. Agar kedua putranya dapat menggunakan gadget secara bijak, Mbak Ninit memberlakukan aturan. “Boleh main gadget untuk game, tapi hanya tiga jam saat weekend,” terang Mbak Ninit. Pada hari biasa, aturan penggunaan gadget sangat ketat.
Sementara, Ibu Itje Chodijah berbagi informasi seputar kondisi pendidikan Indonesia saat ini. Menurut Beliau, pendidikan seharusnya merespon gencarnya teknologi. Apalagi, perubahan kurikulum 2013 yang menyasar penguasaan keterampilan abad 21 seperti berpikir kritis, kepemimpinan, dan sebagainya tengah menjadi tantangan terbesar. Sementara, kebanyakan guru masih fokus pada konten pelajaran daripada pengembangan karakter.
Ibu Itje mengungkapkan, ada guru yang cara mengajarnya bagus, namun dari sisi teknologi, ia gagap. Di sisi lain, ada pula guru yang sudah mantap teknologi digitalnya, tapi melupakan aspek pembelajarannya.
Namun, Ibu Itje meminta orang tua tidak menyalahkan guru. “Saat ini teman-teman pendidik di sekolah juga sibuk dan bingung menempatkan dirinya di abad 21. Mungkin ada orang tua yang menemukan sejumlah guru gagap menggunakan teknologi. Tapi, jangan bicarakan gap di sekolah, justru orang tua mengisi gap tersebut. Saat sekolah sibuk mengisi konten, kita lebih ke soft skill dan moral, “ jelas Ibu Itje.
Sikap menyalahkan guru juga dikhawatirkan dapat menciptakan persepsi negatif terhadap guru bersangkutan dan itu tidak sehat bagi si anak ketika ia di sekolah. “It’s too late to wait. Saatnya mencari solusi di abad ini,” lanjut Ibu Itje.
Di masyarakat kita, pemahaman tentang digital belum dipahami dengan tepat. Digital merupakan alat yang semestinya memudahkan pemegang alatnya menentukan arah tujuan atau menemukan informasi yang dicari. Selain itu, penggunaan teknologi masih belum membantu proses berpikir anak pada sebagian keluarga.
Idealnya, penggunaan teknologi digital dapat memperkaya dan membuat pembelajaran anak lebih efisien. Ini karena banyak siswa yang harus menghadapi rutinitas belajar yang melelahkan. Mbak Ninit pun mencontohkan keseharian anak sulungnya yang berangkat pagi dan pulang ke rumah saat petang karena harus mengikuti bimbingan belajar usai sekolah. Belum lagi beban pekerjaan rumah anak yang kian menantang.
“Zaman sekarang PR anak jadi PR keluarga. Tak jarang kita sebagai orang tua harus bersama-sama membantu anak mengerjakan PR,” jelas Mbak Ninit. Senada dengan Mbak Ninit, Ibu Itje menyarankan orang tua sebaiknya mengajak anak mencari tahu bersama-sama ketika ada hal yang tidak dipahami oleh anak. Itulah yang dibutuhkan di era digital seperti sekarang.
Beruntung, online platform yang menunjang pembelajaran anak seperti Quipper sedang berkembang di Indonesia. Quipper memudahkan siswa belajar secara mandiri di rumah dengan menonton video pengajaran yang bisa diulang-ulang, mengerjakan soal-soal yang bisa dievaluasi secara real-time berikut penjelasannya, atau membaca “catatan” materi secara online. Selain itu, konten yang disediakan pun sesuai dengan kurikulum nasional yang berlaku.
Platform ini juga menawarkan sistem terintegrasi yang membuat evaluasi penguasaan materi siswa termonitor oleh guru melalui Quipper School dan orang tua melalui Quipper Video. “Laporan siswa bisa setiap detik. Jadi, orang tua maupun guru bisa tahu anak sedang belajar apa juga kelebihan dan kurangnya di mana,” jelas Content Manager of Quipper Indonesia Pipit Indrawati. Evaluasi siswa pun tertuang dalam bentuk statistik yang mudah dipahami.
Bagi siswa-siswi tingkat akhir SMA, Quipper bisa menjadi “teman” yang canggih untuk mengatur strategi masuk ke perguruan tinggi negeri (PTN) impian. Ini karena lewat Quipper Campus, Quipper menyediakan tips dan trik mengerjakan soal tes masuk PTN, menyediakan berbagai informasi mengenai Universitas yang ada di Indonesia, hingga membantu penggunanya menentukan jurusan yang diinginkan sejak awal. Selain itu, melalui Quipper Video siswa-siswi tingkat akhir SMA juga bisa belajar intensif persiapan UN dan SBMPTN melalui materi video dan soal serta prediksi lengkap dengan pembahasannya.
Quipper tentunya bisa membantu orang tua memfasilitasi kebutuhan anak agar bisa menjalani kegiatan belajar di sekolah dengan lebih mudah dan menyenangkan. Lewat Quipper pula, orang tua dapat mengarahkan anak-anaknya untuk menggunakan gadget secara lebih bijak dan bermanfaat. “Orang tua bertindak sebagai mentor untuk anak. Kasih tahu hal-hal yang bisa kita dapatkan dari internet,” tambah Mbak Ninit.
Ternyata gadget tidak melulu identik dengan dampak negatif ya, Urban Mama. Asalkan orang tua dan guru bisa mengarahkan, teknologi digital bisa memberi manfaat besar, tak terkecuali buat mereka yang tinggal di pelosok negeri.
ah kucinta quipper! Ngebantu banget buat anak-anak dan ortu yang sering kehabisan waktu bikinin soal buat latihan anak! Senang ada teknologi seperti ini, coba kalau zaman aku SMP-SMA udah ada ini :D
Tfs mama Febi!
Aku tahu Quipper dari iklan TV Maudy Ayunda :) Eh! Ternyata TUM mendukung apa yang dilakukan Quipper. Aku jadi penasaran deh untuk cari tahu lebih lanjut. Sepertinya cocok untuk keponakanku yang di SMP.
banyak hal positif dari dunia digital, salah satunya iniii! seneng banget deh ada Quipper. benar-benar membantu anak belajar di rumah dan orangtua juga bisa memantau. keren!
semoga segera ada untuk anak SD yaaa :) ahaha.
thanks Febi untuk tulisannya yang selalu keren! :)
Aku berterima kasih karena diberikan kesempatan ikut acara seru ini :)
Senang banget bisa ikut acara ini kemarin. Senang dengar pemaparan dari bu Itje, sharing dari teh Ninit dan mbak Pipit. Terharu juga liat video dari Quipper, benar banget gadget gak mululu negatif ya. Kalau memang dimanfaatkan dengan baik, hasilnya juga luar biasa. Sayang banget Quipper belum ada untuk SD ya. Quipper ini bagus banget, ortu bisa mendampingi anak-anak belajar dan bisa monitoring juga.
Terima kasih ya Feb tulisannya.
Iyaah semoga pas anak-anakku SD, sudah ada Quipper untuk siswa SD :)