Hikmah di Balik Listrik Padam

Imelda Sutarno A working mom with two gorgeous krucils. Suddenly love the outdoor recreations as an impact of married with her scuba diver husband, Bambang. Take the kids from beach to the hill, from forest to the waterfall, will always give her (and her husband) joy and enthusiastic. Cooking isn’t her middle name but always trying to give her family the best food that she can. Now she lives in Jakarta.

Minggu lalu, kejadian black out listrik padam separuh Pulau Jawa sontak membuat banyak pihak sangat dirugikan. Protes dan keluhan dilayangkan konsumen pengguna listrik kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN). Bagaimana tidak, untuk sebagian besar masyarakat, listrik adalah nyawa. Tanpa listrik, semua aktivitas seolah-olah tiada guna.


Setiap kejadian apapun di dunia ini, buruk atau baik, ada hikmah yang bisa dipetik. Saat pemadaman listrik massal kemarin pun, setidaknya ada beberapa hikmah yang saya catat. Berikut beberapa di antaranya:

1. Bonding keluarga lebih terasa.
Sehari-harinya, jika listrik ada, semua sibuk dengan aktivitas masing-masing. Mulai dari menonton, mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, masak, dan lain-lain. Saat listrik padam sampai belasan jam, apalagi yang dapat kita lakukan? Akhirnya kemarin kami hanya ngobrol-ngobrol dan kruntelan sambil bercanda. Mau main gadget pun tidak bisa lantaran sinyal memang tidak ada, bahkan untuk menelepon sekalipun. Listrik mati menjadi kesempatan untuk membangun bonding terutama dengan anak-anak.

2. Istirahat sejenak.
Kalau ada listrik, badan ini seperti tidak berhenti gerak. Ada saja pekerjaan yang dilakukan: beres-beres rumah, masak, mencuci pakaian, dan masih banyak lagi. Begitu listrik padam, jadi malas beraktivitas karena semua serba tidak bisa. Akhirnya otomatis tubuh bisa beristirahat juga. Lumayan, bisa mengisi ulang tenaga.

3. Mengajarkan anak betapa pentingnya bersyukur.
Saat listrik mati, sebentar-sebentar anak-anak bertanya: jam berapa sih lampu akan nyala? Bingung saya, karena memang tidak tahu kapan listrik akan normal kembali.
Bagi anak-anak, inilah kali pertama mereka merasakan susahnya hidup tanpa listrik. Kesempatan ini paling bagus untuk menyisipkan pesan betapa masih beruntungnya kita yang mendapatkan akses listrik; mata tetap sehat karena bisa membaca buku diterangi lampu, bisa menonton televisi, bisa menyimpan makanan dalam kulkas. Masih banyak warga lainnya di daerah pedalaman yang bahkan memang hidup tanpa pernah terjamah listrik, atau desanya tidak dialiri listrik. Mau belajar di malam hari saja masih pakai lampu minyak atau lilin yang mungkin membuat mata sakit. Belum lagi mau minum dan mandi saja harus menimba air, tidak seperti warga di kota besar yang pakai mesin pompa air lalu tinggal buka keran dan beres. Mungkin juga anak-anak tersebut tidak pernah menikmati yang namanya menonton televisi dan mendengar radio.

4. Mengajarkan anak tentang berhemat dan menghargai sumber daya alam. 
Mirip dengan poin ketiga di atas. Bedanya, untuk soal berhemat, anak-anak yang selama ini hidup enak dengan bantuan listrik, kali ini harus menghadapi kenyataan bahwa mereka harus berhemat air. Tidak ada listrik = mesin pompa air tidak hidup = air terbatas. Karena air terbatas, harus hemat air saat mandi, berwudhu, mencuci tangan dan juga hemat baju bersih. Anak jadi belajar untuk menghargai betapa pentingnya sumber daya air bersih. Tanpa air, manusia bisa apa?

5. Bisa melihat bintang dengan jelas.
Ini termasuk hikmah juga ya. Saat gelap gulitanya langit separuh Pulau Jawa, niscaya bintang di langit (jika tidak mendung) bisa keliatan lebih terang dan jelas. Kemarin saat listrik padam, memang saya tidak ke luar dan melihat ke langit. Namun pernah ada pengalaman di kampung halaman suami, malam-malam kami ke tengah sawah yang gelap tanpa penerangan apapun, hanya untuk melihat bintang. Ternyata benar, langit malam terlihat jelas bertaburan bintang!

Intinya, menghadapi keadaan seburuk apapun, masih ada hikmah positif di baliknya. Apakah Urban Mama juga mengalami hal yang sama?

0 Comments