I Say a Little Prayer For You
"Kalo tida' pi skola, nanti jadi tedong." (Kalau tidak pergi ke sekolah, nanti jadi kerbau).
"Biarma' jadi tedong ..." (Biar saja menjadi seperti kerbau).
Kalau ingat yang ini, sampai sekarang masih membuat tertawa. Itu waktu Mama membujuk salah satu kakak saya agar mau ke sekolah. Kata Mama, si calon tedong kecil itu menjawabinya sambil sesengukan. Saking tidak maunya disuruh ke sekolah.
"Patteriang la'de'. Terri-terri okko salo'e" (Cengeng sekali. Menangis keras-keras saat di sungai).
This one isn't less hilarious. Tentang kakak yang lainnya lagi. Kakak saya yang ini memang gampang menangis, kata Mama. Suatu kali dibawa Mama ikut naik perahu menyeberang sungai, sepanjang jalan menangis berteriak-teriak. Repotnya menyeberang sungai membawa anak umur dua tahun yang mengamuk ingin turun dari perahu. Kakak saya yang ini kalau dibawa ke acara-acara lainnya juga begitu, manja sekali. Maunya digendong terus. Tak digendong, dia pasti menangis.
Kakak satu lagi, juaranya! Kakak saya ada empat orang, laki-laki semua. Yang satu ini pernah kedapatan bolos sekolah dua minggu penuh! Sekali ini, Mama benar-benar murka. Saking marahnya, Mama sampai menangis.
Kakak ini akhirnya memilih berhenti sekolah. Dipindahkan sekolah ke sana-sini, tidak ada perubahan. Lagak lagunya, duh, hanya mau ke pasar kalau sudah makan nasi kuning lengkap, susu cokelat, atau apalah yang ia mau. Saat Bapak meninggal, ia yang ditugaskan menjaga kios. Tidak ada pilihan lain. Siapa lagi yang mau diandalkan ke pasar? Kakak yang lain masih sibuk kuliah. Ya sudah, dituruti terus apa maunya.
Kalau adik perempuan saya, paling hobi mappasiterru-terru. Bahasa bugis yang artinya, terus-terusan. Ini maksudnya, sepulang sekolah ia tidak langsung pulang ke rumah dulu. Entah itu lanjut ke rumah teman, entah langsung jalan-jalan bersama teman-temannya. Pokoknya, beda sekali dengan saya yang dari kecil anak rumahan.
Mama suka panik. Sudah pulang dari kios menjelang magrib, adik saya belum juga pulang dari sekolah. Tahu-tahu si adik diantar pulang temannya naik mobil. Lalu adik saya juga susah benar disuruh belajar kalau mau ujian. Maunya jalan saja sama teman-temannya.
Lalu apakah anak rumahan seperti saya berarti tidak punya masalah?
Suatu kali suami saya bertanya ke Mama, "Si Jihan kecilnya gimana, sih, Ma?"
"Wah, bawaannya takut kalau mau bawa dia. Kalau mengamuk, tidak lihat tempat. Tidak takut sama siapa-siapa. Kalau sudah kumat, sepatunya dilempar, bajunya ditarik-tarik, teriak-teriak sambil mukul-mukul."
Ini bahkan sampai saya sudah agak besar, saat baru bangun tidur suka tahu-tahu mengamuk. Kalau sudah kumat (seperti istilah Mama), isi lemari baju saya keluarkan semua, dilemparkan sesuka hati. Tidak ada yang berani menenangkan.
Sewaktu kecil, saya sama sekali tidak mau makan sayur. The real picky eater. Pernah sakit sembelit sampai parah. Sering pingsan kalau lagi upacara di sekolah. Sampai-sampai Mama pernah kesal dengan guru di sekolah karena sang guru langsung melontarkan tuduhan bahwa saya kurang dirawat oleh Mama, sampai mau ke sekolah pun lupa diberi sarapan. Padahal Mama setiap hari setengah mati membujuk saya agar mau menghabiskan sarapan. Panggilan kecil saya itu 'Jihan Tulang'. Cerewet iya, cengeng iya, gampang mengamuk iya, badan kurus iya.
Years gone by. Si anak kecil yang sampai nekat mau jadi kerbau itu saking takutnya disuruh ke sekolah, saat dewasanya menjadi sarjana Teknik Elektro lulusan salah satu perguruan tinggi negeri di tanah air. Yang cengeng selalu minta digendong sekarang sudah jadi fashion stylist dan desainer yang mulai mulai merintis lini busananya sendiri.
Yang suka bolos, putus sekolah, dan mengesalkan tiada ampun, now is a father of two children. Kakak saya yang dulu egoisnya minta ampun ini, sekarang yang paling ringan tangan dalam urusan apa-apa. He's such an amazing father too.
Yang hobi mejeng dan ogah-ogahan belajar, lulus cum laude dari sebuah perguruan tinggi di Bandung. Sekarang, adik saya adalah seorang ibu bekerja dengan tiga orang anak.
Yang suka mengamuk dan susah makan ini, langganan juara kelas waktu sekolah. Kuliah sampai tamat di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta, bekerja kantoran hingga akhirnya sekarang merantau bersama suami dan anak-anaknya ke luar negeri. Itu saya. Waktu kecil saya musuhan dengan sayur? Beberapa tahun terakhir ini sudah ikut pola makan food combining yang menekankan perlunya mengkonsumsi banyak sayuran.
Waktu anak sulung saya masih kecil, makannya juga susah minta ampun. Kadang saya bisa sampai menangis saat membujukinya agar mau makan.
Karena kadang saking sebalnya, anaklah yang saya marahi. Mama pun menegur saya, "Dibujuk, dong. Didoakan. Jangan malah dimarahi." Terus saya ingat, dulu saya juga makannya susah.
Mama sering bilang begitu. Dalam mengurus anak dan menjadi Ibu, tidak selalu semuanya bisa kita kontrol. Makanya, harus selalu disertai dengan doa, doa, dan doa. Anak-anak kan tidak akan selalu tumbuh tanpa masalah sama sekali. Waktu kecil rasanya sudah setengah mati orang tua berusaha menjaga dan merawat, ada saja masalah yang harus terjadi. Siapa sangka, kecilnya bagai 'monster', saat dewasa mereka ternyata tumbuh melebihi harapan.
Dulu sebelum teknologi internet berkembang pesat, kurangnya informasi membuat kita sulit mengembangkan banyak keinginan. Cenderung 'kuper'. Tak semudah seperti sekarang.
Menjadi Ibu di era digital saat globalisasi mengantarkan begitu banyak informasi, tantangannya berbeda lagi. Saya tidak bilang, menjadi Ibu sekarang lebih sulit daripada ibu-ibu kita dahulu. Ingat, tiap masa tiap zaman punya pertaruhannya masing-masing.
Sekarang, kelihatannya banyak saja yang jahat-jahat dan aneh-aneh. Dulu belum ada Facebook dan media sosial lainnya, cuma ada TVRI! Dulu berita permasalahan anak di propinsi lain belum tentu bisa go viral dalam sehari sampai ke ujung lain di tanah air. Media cetak juga masih terbatas. Media online belum ada sama sekali.
Sekarang, semua orang bebas mengoceh di media sosial yang bisa diakses hampir tanpa batas. Jangankan kejahatan nyata, berita bohong saja gampang betul menyebarkannya.
Sungguh semua terasa jadi sulit. Banyak kekhawatiran. Sering galau memikirkan akan seperti apa anak-anak kita nanti tumbuh besar di luar sana. Dunia seperti apa yang akan mereka hadapi? Sad yet true, we'll never know.
Masa depan anak-anak, di luar jangkauan kita. Kita hanya sanggup mempersiapkan sebaik yang kita mampu, memilihkan yang sekarang bisa kita tentukan, hingga akhirnya mereka akan tumbuh besar dan mengejar dunianya sendiri.
Untuk semua hal di depan sana yang sungguh jauh di luar kuasa, selalu sertakan perlindungan Tuhan di dalamnya. Seperti kita melengkapi segala ikhtiar dan jerih payah dengan... doa seorang Ibu.
Let's always say a little prayer for them. As 'scared' as we are, always turn our worries over to God.
Siapa tahu, sebagian 'keajaiban' dalam perjalanan hidup anak-anak hingga dewasa adalah perlindungan dari doa Ibu yang selalu menyertai. Bahkan sampai saat anak-anak sudah dewasa, menikah dan pergi menjauh. Saya yakin, Mama selalu tetap mendoakan kami bertujuh plus para menantu dan segambreng cucu-cucunya. Let's do the same.
Don't worry be a Mommy. Be brave, stay strong. Tuhan selalu menyertai doa-doa terbaik kita.
(gambar: www.freedigitalphotos.net)
In Shaa Allah...
terima kasih mba Jihan udah saling mengingatkan & menguatkan yaa :-)
Artikel yang indah sekali mb Jihan.... Klo mommy2 yang lain pada berkaca-kaca, sya malah udah berlinangan air mata...hehe jd malu. Baca artikel ini sya jadi inget serial Harry Potter dimana si Harry kecil bisa selamat dikarenakan mantra perlindungan dari sang ibu. Nah in real life nya mantra itu adalah yang seperti dibahas sama mb Jihan yaitu doa sang ibu. Terima kasih mb sudah mengingatkan kami para ibu untuk menggunakan mantra perlindungan kami.
Mb Jihan..TFS. Saya mbacanya sambil berkaca-kaca. The power of Mom's Pray emang ga ada habisnya..InshaAllah semua anak2 kita selalu dalam lindunganNya.
ahhh...terharu bacanya. TFS mba Jihan...semoga anak2 kita semua selalu dalam lindungan Tuhan YME.
aminnn...
aaakk...jadi melting deh mbak bacanya, yakin apapun yg terjadi ada Tuhan yg gak pernah tidur