Let's Start Being Smart Patients
Beberapa hari lalu saya membaca pengalaman seorang ibu yang putrinya cacat karena diinfus. Putrinya masih sangat kecil dan tangan kanannya melepuh berat karena injeksi infus. Miris sekali membacanya. Pada masa penyembuhan, kelingking kanan justru lepas. Saat ini keempat jari lainnya sedang diterapi karena susah digerakkan. Sedih ya?
Penderitaan si putri kecil tadi ternyata berawal dari demam dan muntah. Sang ibu panik karena dengan diberikan obat antimuntah yang diresepkan oleh dokter, muntah justru tambah hebat. Takut terjadi dehidrasi, Ibu membawa putrinya ke dokter dan akhirnya pengobatan justru berakhir dengan pemberian infus.
Membaca pengalaman ibu tersebut dan berita-berita lain yang menyoal kasus malpraktik di Indonesia, saya kembali tersadar tentang masih kurangnya kesadaran kita untuk menjadi pasien yang cerdas. Sebagian besarĀ masyarakat Indonesia masih menganggap dokter dan tenaga medis sebagai 'dewa'. Akibatnya, kita sering take them for granted atau kata orang Jawa pasrah bongkokan. Zaman sekarang sudah modern dan informasi ada di mana-mana. Saya pernah mendengar 'curhat' seorang dokter dalam sebuah seminar kesehatan anak. Dia bercerita bahwa hampir semua pasien ekspatriat yang datang kepadanya bisa menjadi teman diskusi yang asik. Kenapa kok bisa? Karena mereka selalu mencari tahu terlebih dulu informasi yang diperlukan sebelum datang ke dokter. Sekarang zaman sudah semakin canggih. Bisa dikatakan bukan kita lagi yang mencari informasi, tetapi informasi lah yang mendatangi kita. Tentu saja kita bisa memanfaatkan itu. Banyak milis dan forum untuk diskusi yang bisa memfasilitasi kita untuk menjadi pasien cerdas.
Sebagai pasien cerdas kita juga harus sadar mengenai hak-hak kita sebagai pasien. Kita berhak mengetahui semua aspek yang terkait dengan penyakit yang dikeluhkan. Jadilah partner diskusi dokter yang setara. Setelah mencari tahu informasi melalui internet, buku, artikel atau sumber-sumber lain yang terpercaya, diskusikan 'temuan-temuan' kita dengan dokter. Berdiskusi lah dengan sopan karena itu merupakan modal penting agar dokter bersikap terbuka dan tidak pelit informasi. Setelah berdiskusi dengan dokter, kita tetap harus mencari tahu apakah obat yang diresepkan oleh dokter cocok dengan diagnosis yang disampaikan. Caranya? Cari tahu lewat google. Beberapa situs yang bisa dijadikan rujukan adalah Mayo Clinic, WHO, Kidshealth dan CDC. Jika masih kurang puas dengan satu dokter, kita bisa mencari opini dokter lain atau second opinion.
Menurut pendapat saya pribadi menjadi pasien cerdas bukan lagi hal yang dapat ditawar-tawar melainkan sebuah keharusan. Terlebih saat ini komersialisasi menjadi-jadi termasuk dalam dunia kedokteran. Pendapat saya buka sebuah bentuk disrespect terhadap profesi medis, melainkan sebuah ajakan agar kita aware terhadap hal yang terkait dengan hal yang sangat pentingĀ dan mahal untuk kita yaitu menjadi sehat. Ingat! Kita adalah stakeholder atas jiwa dan raga kita. Dokter dan tenaga medis hanya membantu. So, let's start being smart patients!
Inilah tugas kita selanjutnya. Memberikan dan menyebarkan informasi akan pentingnya RUM. Semangat mom. Janganlah kita menjadi pasien yg seperti kerbau dicocok hidung. Karena taruhanmya tidak ternilai dengan apapun.
yup betul sekali kita sebagai pasien harus bersikap kritis apalagi kalo berhubungan sama anak kita.akupun sampai sekarang selalu kasih penjelasan sepanjang pengetahuanku&banyak dapet informasi juga lho dari mereka,seneng deh cuma ya itu aku aja suka bingung msh bnyk bgt tenaga medis yg anggap pasien itu ga tau apa-apa huft...miris liatnya...
Setuju banget, kemaren banget anakku sempet sakit panas sampe 39.5 derajat celcius. Biasalah ibu2 panik, secara baru ngalamin anaknya panas banget. Langsung menuju RS, dan ketemu salah satu DSA.Anakku katanya radang tenggorokan, sempet ditanya-tanya juga sama dokternya apakah anakku punya riwayat kejang, aku jawab "TIDAK". Lalu menuliskanlah resep yang banyak banget : berupa puyer, antibiotik, dan obat batuk (anakku umurnya 11 bulan loh). Buseet obatnya banyak banget. Aku nggak percaya, aku coba call dokter lain di beda RS. Menanyakan mengenai konten obat yang dikasih. Ternyata konten di dalam obat puyernya ada obat anti kejang. lahh.. bukannya sudah aku bilang, tidak ada riwayat kejang.
Akhirnya nggak kutebus sama sekali obatnya. Panasnya cuman dikasih Paracetamol tok. Pfiuhh...
Ternyata mau RS elit sekalipun tidaK MENJAMIN dokternya OK.
Kesimpulan : PENTING BANGET JADI PASIEN YANG KRITIS. DEMI....
anita...
betul banget. kita ga boleh ga ambil pusing dengan urusan obat-obatan. kasus IRUM (Irrational Use of Medicine)di Indonesia sangat tinggi dan itu merupakan fakta yang menyedihkan. Maka dari itu kita juga wajib kasi tau temen-temen lain atau saudara agar mereka juga bersikap kritis.
my pleasure to share....
kalo liat dari komen-komennya sih nih mama-mama udah pinter semua yaaaa. berarti gantian nyebarin semangat RUM ke orang-orang lain di sekitar kita biar sama-sama jadi pasien yang cerdas. oke mums?
Can't agree more! Memang kpanikan pd saat ngliat anak kita sakit, sulit dihindarkan. Dan (kita pikir) bisa terobati kl ke dokter. Sayangnya di luar sana msh byk kasus malpraktik. Penting bgt utk ortu membekali diri dan lbh ok lg kl anak dibawa ke DSA yg memang mendukung RUM. Tfs Thea :)