Menghadapi Kondisi Darurat Listrik Padam

Imelda Sutarno A working mom with two gorgeous krucils. Suddenly love the outdoor recreations as an impact of married with her scuba diver husband, Bambang. Take the kids from beach to the hill, from forest to the waterfall, will always give her (and her husband) joy and enthusiastic. Cooking isn’t her middle name but always trying to give her family the best food that she can. Now she lives in Jakarta.

Bagi Urban Mama yang tinggal di area Jawa Barat, Banten dan Jabodetabek, pasti beberapa minggu yang lalu mengalami peristiwa massal listrik padam selama belasan jam. Bahkan di beberapa daerah tertentu sampai puluhan jam. Suatu peristiwa yang benar-benar tidak kita duga dan mungkin sebagian dari kita tidak siap menghadapi hal ini.

Berada dalam kondisi tanpa listrik dan kegelapan sampai belasan jam tentunya membutuhkan beberapa trik tersendiri agar tetap bertahan hingga listrik menyala lagi. Berikut adalah beberapa trik yang saya dan keluarga lakukan saat mati lampu massal kemarin:


1. Memilih emergency light dibanding lilin.
Selama mati lampu, kami lebih memilih menggunakan emergency light. Pilihan ini memang kembali ke kondisi finansial masing-masing. Lilin relatif lebih murah dan mudah didapat di manapun. Sementara emergency light harganya lumayan. Sebetulnya jalan tengahnya adalah dengan menabung agar bisa membelinya. Jadi sewaktu-waktu ada kondisi force major begini, barangnya sudah ada.

Mengapa memilih emergency light dibanding lilin? Jika kita tidak pandai-pandai menempatkan lilin, bisa jadi malah berisiko bahaya kebakaran. Saya membaca di media online, saat mati lampu massal kemarin, 50 rumah terbakar di Kawasan Menteng Atas-Jakarta Pusat akibat lilin. Entah cara meletakkan yang salah, atau mungkin karena ditinggal tidur dalam kondisi lilin menyala. Yang pasti penggunaan lilin sebaiknya dihindari untuk keselamatan.



2. Menghemat air.
Ketiadaan listrik membuat mesin pompa air tidak bisa beroperasi. Padahal di tandon, persediaan air juga tidak banyak. Air sama dengan listrik, keduanya sudah semacam nyawa. Saat mati lampu, yang kami lakukan demi menghemat air adalah sebagai berikut:


– Hanya makan hidangan yang praktis saja.
Kemarin kami hanya goreng nugget dan telur untuk makan, bukan hidangan yang memasaknya banyak membutuhkan perkakas seperti masak opor ayam, sayur lodeh atau lainnya. Karena proses memasak akan melibatkan banyak perkakas dapur yang kotor dan butuh dicuci. Padahal kondisi air juga tidak memungkinkan.


– Memandikan anak-anak.
Anak-anak yang sudah besar seharusnya sudah mandi sendiri, tetapi kemarin saya mandikan. Jika mereka dibiarkan mandi sendiri dan kita hanya bilang “Airnya dihemat ya nak” sepertinya tidak akan berhasil. Tetap saja penggunaan airnya akan banyak. Daripada begitu, lebih baik saya mandikan saja mereka.


– Menggunakan piring dan gelas bersama-sama.
Untuk mengurangi cucian piring, anak-anak saya beri 1 piring dan 1 gelas plus sendok garpu untuk makan. Dan mereka bergantian menggunakannya. Begitu pula saya dan suami (yang makanannya mengandung cabe pedas), kami bergantian memakai satu set alat makan yang sama. Sesudah makan pun, tidak kami cuci. Simpan saja di atas meja untuk nanti dipakai lagi pas makan malam. Terpaksa begini agar hemat air buat cuci piring. Untungnya tidak ada yang sedang sakit menular, jadi cukup aman bergantian satu alat makan bersama-sama.


– Tidak makan menggunakan tangan.
Makan menggunakan sendok dan garpu, untuk mengurangi aktivitas cuci tangan pakai sabun yang sudah tentu butuh air.


– Mengoptimalkan pemakaian hand sanitizer dan tissue basah.
Yang paling bagus memanglah mencuci tangan dengan air dan sabun. Namun apa daya, demi hemat air langkah inilah yang sementara dilakukan. Tentunya lihat juga bagaimana jenis kotorannya. Jika hanya kotor debu, bisa pakai tissue basah. Namun jika kotoran berat, kena lumpur misalnya, ya tetap harus cuci tangan memakai air dan sabun.


– Meminta anak-anak untuk tidak main kotor-kotoran.
Si sulung suka sekali main bola sama teman-temannya. Jika sudah main tentunya baju kotor plus keringatan. Bukan hanya main bola saja. Permainan yang melibatkan fisik seperti main kejar-kejaran, main sepeda, dan lain-lain juga membuat baju kotor. Kemarin kami minta ke anak-anak supaya main dalam rumah aja, supaya tidak sering-sering ganti baju. Jadi cucian kotor pun tidak menumpuk.



3. Memanfaatkan aki mobil sebagai pengganti listrik.
Ini bagi yang punya mobil, ya. Saran saya: lakukan ini benar-benar hanya untuk kebutuhan yang darurat saja ya, Urban Mama. Praktiknya, mobil dinyalakan, kap mesin dibuka, lalu listrik dari aki disambungkan ke dalam rumah. Sebaiknya ini juga dilakukan pada mobil yang tidak diparkir dalam garasi tertutup, karena malah akan berbahaya akibat kurangnya sirkulasi udara. Kebetulan posisi parkir mobil kami adalah di carport yang terbuka.

Karena listrik yang dihasilkan aki mobil tidak besar, maka penggunaannya hanya untuk yang penting saja. Kemarin kami gunakan untuk mengisi ulang listrik salah satu emergency light dan mangisi ulang baterai handphone (padahal tidak bisa dipakai juga karena tidak ada sinyal sama sekali), dan... menonton MotoGP di TV. Yang terakhir jangan ditiru ya, Urban Mama. Suami saya memang fans berat MotoGP jadi dia berusaha melakukan apapun demi menontonnya. Idealnya, utamakan menyalakan TV atau radio untuk mencari tahu perkembangan berita mati lampu di sebagian Pulau Jawa. Seerti kemarin, kami memantau berita bagaimana step by step recovery yang dilakukan pihak PLN, sampai berita tentang evakuasi penumpang MRT dari bawah tanah. Aki mobil pun tidak terus menerus digunakan,harus dikasih jeda. Mobil dimatikan pada saat-saat tertentu agar tidak membahayakan kami juga yang ada dalam rumah.

Itulah beberapa trik yang kami gunakan saat ada kondisi listrik padam. Mungkin bermanfaat jika sewaktu-waktu kondisi darurat tersebut terulang lagi. Walaupun tentunya kita berharap apa yang terjadi kemarin, adalah yang terakhir untuk kita semua. Urban Mama apakah punya tips dan trik lainnya?  

Related Tags : ,

0 Comments