Menjelajahi Museum-Museum Manusia Purba Sangiran
Salah satu tujuan kami saat liburan lalu adalah Sangiran. Dulu saat belajar sejarah di sekolah, kita mendengar kalau di Sangiran banyak ditemukan fosil manusia purba. Saat tahu di sana ada museum tentang manusia purba, saya semangat mengajak Al untuk melihatnya, pasti ia senang, apalagi berhubungan dengan kerangka, tulang-tulang, dan fosil. "Siapa tahu ada fosil dinosaurus ya, Ma!" seru Al.
Ternyata di Sangiran tidak hanya ada satu museum, melainkan lima museum. Kondisi museumnya sangat bagus, terawat, nyaman, dan cukup interaktif. Kejutan yang menyenangkan, siapa sangka di tengah hutan jati ada museum yang superkeren! Jadilah waktu seharian kami habiskan untuk jelajah museum-museum di Sangiran.
Museum pertama yang kami kunjungi adalah museum utamanya di Klaster Krikilan. Tiket masuknya Rp5.000,- per orang.
Pada museum ini ada tiga ruang pamer:
- Kekayaan Sangiran
- Langkah-langkah kemanusiaan
- Masa keemasan Homo Erectus - 500.000 tahun yang lalu
Informasi-informasi yang diberikan menarik, tetapi rasanya tidak ada cukup waktu untuk bisa membaca semuanya. Pada beberapa sudut ruangan ada layar sentuh yang bisa digunakan untuk mencari tahu informasi tentang museum ini.
Ada satu bagian yang mengajak kita menyentuh tulang-tulang yang disediakan. Ini tentunya bisa memuaskan rasa penasaran anak-anak yang pasti ingin pegang-pegang benda yang dipamerkan.
Selesai menjelajahi museum di Klaster Krikilan ini, kami menuju Klaster Ngebung, yang jaraknya sekitar 3 km dari Krikilan. Jalan yang dilalui bagus dan mulus, tetapi sepi sekali dengan pemandangan hutan jati atau perkebunan di kanan dan kiri. Tiba-tiba saja di depan kami muncul gedung museum Klaster Ngebung yang megah, nyaman, dan terawat dengan baik. Kami bisa masuk museum ini tanpa dipungut biaya.
Isi museum ini lebih banyak tentang sejarah penggalian karena di desa Ngebung inilah pertama kali dilakukan penggalian sistematis dengan hasil yang luar biasa. Begitu masuk kita disambut diorama yang menggambarkan situasi saat penggalian.
Ada beberapa aktivitas yang bisa dilakukan seperti menganalisa alat batu. Di desa Ngebung ini memang ditemukan beberapa bukti bahwa Manusia Jawa telah mampu membuat beberapa alat batu.
Dari Klaster Ngebung kami berpindah ke museum di Klaster Bukuran, jaraknya sekitar 4,5 km dari Krikilan. Museum di Klaster Bukuran ini adalah favorit Al karena sangat interaktif, terang, dan banyak aktivitas yang bisa dilakukan. Museum ini banyak menjelaskan tentang evolusi makhluk hidup, khususnya manusia. Kami sangat senang saat diajak membantu proses kloning pada salah satu layar sentuh yang tersedia. Masuk museum ini juga gratis.
Bagan yang menjelaskan keanekaragaman hayati dengan display yang menarik:
Favorit Al adalah menonton video evolusi:
Selanjutnya kami ke museum pendukung Manyarejo yang jaraknya sekitar 1 km dari Klaster Bukuran. Museum pendukung Manyarejo ini kecil, tidak semegah museum yang lainnya. Museum ini dipersembahkan bagi warga Sangiran dan para peneliti yang pernah datang ke sana, menyajikan kenangan penanda kebersamaan dan kedekatan mereka. Hanya berbentuk seperti rumah penduduk yang kecil dan sederhana. Sebelum masuk museum kita diajak melihat situs penggalian. Masuk museum ini gratis, hanya dikenakan biaya parkir mobil.
Salah satu favorit kami adalah aktivitas menyusun tulang-tulang yang ditemukan agar sesuai dengan contohnya.
Dan permainan interaktif mencari fosil tanpa menghabiskan biaya yang diberikan:
Museum terakhir yang kami kunjungi adalah Klaster Dayu, jaraknya sekitar 11 km dari Krikilan. Untuk masuk museum ini kami harus membayar Rp5.000,- per orang.
Begitu masuk museum ini kami langsung syok melihat banyaknya anak tangga turun ke bawah. Waduh, harus menuruni anak tangga sebegitu banyak, bagaimana naiknya nanti ya... Bisa dilihat pada foto di bawah ini, gedung masuk museum adalah yang berwarna kuning, dari situ kita turun terus ke bawah, ada sekitar 150 anak tangga yang harus dilalui.
Museum ini mengajak kita mengenali lapisan-lapisan tanah. Jadi setiap sekitar 20 anak tangga ada anjungan yang menjelaskan kita berada di lapisan tanah apa.
Tentunya dilengkapi dengan memory game mencari fosil yang cocok pada layar sentuh, sehingga anak-anak tidak bosan sementara kita membaca dan menceritakan informasi yang ada.
Saat sampai ke bagian paling bawah kami disambut dengan playground dan saung untuk duduk-duduk santai sejenak sebelum kembali menaiki tangga untuk pulang. Sayangnya saat itu sudah hampir jam empat sore dan museum sudah mau tutup, jadi tidak bisa berlama-lama di sini.
Selesailah petualangan kami menjelajahi museum-museum di Sangiran. Anak-anak pasti senang kalau diajak ke sini. Jangan lupa membawa bekal makanan dan minuman karena tempatnya cenderung sepi, hanya di Klaster Krikilan yang banyak warung atau tukang jualan makanan.
@Cindy: yuk ke situ lagi... janjiannya di solo kali ya, biar gak kejar-kejaran di gunung...
@zata: gak heran Sabil pengen ke sana... emang bagus banget ta...
Elaaa, seru banget ini. Jadi inget Sabil pengen banget ke sana :)
Seru yaa "main" di Museum Sangiran ini. Masih teringat jelas waktu itu kita kejar-kejaran disana :P
Anak-anak masih ngotot ngajak kesana lagi loh,karena menurut mereka,belum sempat ke semua museumnya,hahaaha