Montessori di Rumah untuk Anak yang Belum Sekolah
Beberapa alasan membuat saya menunda sekolah si Kakak yang kini berusia empat tahun. Selain belum menemukan Taman Kanak-Kanak yang cocok dengan kantong dan visi misi keluarga, anak pertama saya ini juga masih enggan bersekolah. Begitu pula usianya yang termasuk tanggung. Pada Juli lalu (awal periode ajaran baru), usianya masih 3 tahun 10 bulan.
Saya pikir, keputusan terbaik bagi keluarga kami adalah menunda sekolah si Kakak ketimbang terlalu dini menyekolahkannya. Tujuannya agar usia anak sudah matang ketika masuk SD. Saya dan suami juga dapat lebih lama menyiapkan dana pendidikan dasar untuk dua anak balita kami.
Montessori di rumah bisa jadi solusi
Kemudian, saya berdiskusi dengan Ibu Ratih Pramanik, seirang praktisi perkembangan dan pendidikan anak, mengenai hal yang perlu dilakukan selama anak belum bersekolah. Bu Ratih pun menyarankan penerapan Montessori di rumah. Tujuannya agar Si Kecil tetap mendapatkan stimulasi yang optimal. Menurut Bu Ratih, dengan menerapkan Montessori di rumah, pendidikan anak-anak dimulai lebih dini mengingat pembentukan sel otak sudah dimulai sejak 0 tahun.
(Foto: Ratih Pramanik - Montessori with You)
Sekadar informasi, Ibu Ratih adalah narasumber saya dulu ketika menyusun liputan parenting untuk sebuah stasiun televisi swasta. Ia kini adalah pendiri Montessori with You, bimbingan belajar bagi orang tua dengan sudut pandang psikologi dan metode Montessori. Ia menyusun program stimulasi anak usia dini dengan metode Montessori untuk para orangtua. Jadi, ibu-ibu bisa menerapkannya di rumah sejak anaknya berusia 15 bulan.
Hebatnya lagi, Bu Ratih punya cita-cita mengedukasi banyak ibu agar mau mengoptimalkan enam tahun pertama kehidupan buah hati. Pendidikan anak-anak usia 0-6 tahun terutama di rumah penting sekali bagi kehidupan mereka setelahnya.
Yuk, kita simak tips dan trik menerapkan Montessori di rumah dari Bu Ratih!
Edukasi diri sendiri
Alangkah baiknya jika Mama sudah membekali diri dahulu dengan pengetahuan seputar cara mengedukasi anak usia dini dan metode Montessori juga mengikuti kurikulumnya.
“Ada cara tersendiri untuk mengajarkan suatu konsep atau aktivitas kepada anak 0-6 tahun ini. Tidak seperti kita dulu di sekolah konvensional yang cara mengajarnya pakai papan tulis,” jelas Ibu Ratih Pramanik S.Psi., M.M., Diploma Montessori.
Ia menyarankan orangtua untuk fokus pada kegiatan keterampilan hidup praktis dan sensorial sebagai dasar pendidikan anak usia dini. Jika anak langsung dikenalkan dengan pembelajaran yang lebih kompleks seperti membaca, menulis, dan berhitung, anak akan belum siap secara koordinasi motorik.
(Foto: pribadi)
Keterampilan hidup praktis adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perawatan diri maupun lingkungan. Sementara, kegiatan sensorial mengasah pancaindra anak mulai dari penglihatan, perabaan, pendengaran, penciuman, sampai perasa. Pancaindra anak yang terstimulasi dengan baik di usia dini akan membuatnya mudah belajar di kemudian hari.
“Sensorial kan untuk menguhubungkan anak ke dunia luar. Jika sensorial anak belum siap, ia akan kesulitan mencerna. Misal, kemampuan mendengar yang belum terasah membuat anak kesulitan belajar membaca secara fonetik karena semua huruf terdengar sama,” terang Bu Ratih.
“Sekarang banyak anak kurang stimulasi karena sering berada di ruang ber-AC baik di rumah maupun mobil. Di mal, anak didorong pakai stroller. Jadi, anak usia empat tahun yang baru masuk sekolah seperti anak dua tahun. Bagaimana anak mau dikasih matematika? Berjalan saja masih oleng karena digendong dan duduk di stroller setiap saat.”
Inilah pengetahuan yang harus dipahami orang tua karena usia 0-6 tahun sangat penting bagi tumbuh kembang anak. Pasalnya, 90 persen otak manusia terbentuk di usia 0-6 tahun. Sisanya, sebesar 10 persen, terbentuk di usia 6-24 tahun.
Susun dan terapkan kurikulum sederhana
Tak perlu kurikulum yang formal layaknya sekolah, Mama cukup rencanakan tema besar setiap bulannya.
“Misal, bulan ini saya mau mengajarkan tentang daun-daunan. Itu tema besar kita di rumah. Jadi, kita tetap taruh material Montessori yang sedang diminati anak dengan raknya di satu ruangan. Tapi karena temanya daun, ada daun-daunan di rak aktivitas anak, nature table, dan kartu nomenklatur yang berkaitan dengan daun, di samping kegiatan keterampilan hidup dan sensorial,” ungkap perempuan yang mengambil Diploma Montessori pada tahun 2005.
(Foto: Montessori with You)
Tak hanya memperkaya pembelajaran anak di rumah, tema aktivitas yang berganti tiap bulannya juga bertujuan agar anak tidak mudah bosan.
Jenis kegiatan yang bisa Mama masukkan ke dalam kurikulum Montessori di rumah, antara lain:
- Kegiatan keterampilan hidup praktis lewat aktivitas rumah tangga
- Jalan-jalan ke luar rumah atau aktivitas bermain di luar ruangan saat pagi atau sore hari
- Aktivitas sensorial termasuk sensory play seperti membuat playdough sendiri, dan mewarnai menggunakan finger paint berbahan tepung kanji dan pewarna makanan
- Mengenalkan pengetahuan umum (area ilmu budaya) lewat buku-buku cerita, kartu-kartu nomenklatur, juga model binatang (mini animal toys), dan sebagainya
- Kegiatan belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana sambil bermain. Dengan catatan, anak sudah siap dan menunjukkan minat.
(Foto: Flickr)
Tak hanya kegiatan-kegiatan di atas yang dapat Mama lakukan untuk menerapkan metode Montessori di rumah. Jadwal harian dan pengenalan kegiatan keterampilan hidup praktis juga dapat membantu anak belajar dengan metode Montessori di rumah. Seperti apa penjelasannya dari Bu Ratih, nantikan di artikel selanjutnya ya, Urban Mama.
0 Comments