Mulai dengan Mengalah
Saya sangat ingin memberikan ASI.
Bahkan sejak masih kuliah pun saya sudah mencari cara bagaimana supaya bisa menyusui sambil tetap bekerja. Sesuatu yang ketika itu terasa sangat mustahil. Suatu kali ketika mampir ke toko buku, saya takjub membaca bahwa ASI bisa dibekukan. Merasa menemukan jalan keluar, saya tenang. Ketika benar-benar hamil, informasi itu saya kembangkan lagi melalui internet. Saya doktrin diri sendiri dan menularkan paham ASI pada suami. Saya 'cuci kepala' Ibu saya lalu mengisi-nya kembali dengan informasi-informasi tentang ASI. Tekad saya sudah kuat, dan saya sudah merasa siap.
Siapa sangka saya gagal pada pertempuran pertama. Baru saja memulai, saya… mengalah…
Sebenarnya saya sudah melakukan banyak persiapan. Saya tahu pentingnya dukungan sekitar di masa-masa awal menyusui. Karena itulah Asa dilahirkan di RS Panti Waluyo, Kab. Madiun, bukannya di Ngawi karena berdasarkan informasi dari teman-teman, rumah sakit dan (oknum) bidan di Ngawi tidak terlalu mendukung pemberian ASIX. Alhamdulillah pilihan bersalin di kota sebelah itu tidak salah.
Bidan membantu saya melakukan IMD sesaat setelah Asa dilahirkan. Ketika dipencet, nipple saya meneteskan cairan bening kekuningan. Kata Bidan, “Perawatan PD-nya bagus..” . Semuanya tampak lancar hingga malamnya, malam kedua di RS.
Asa tak juga berhenti menangis. Walau terus disusui, kanan-kiri-kanan-kiri berjam-jam, hingga nipple saya perih. Kami hanya bertiga, saya-suami-dan Ibu saya. Suami dan Ibu kelelahan begadang menemani saya bersalin malam sebelumnya. Saya? Rasanya seperti habis mencangkul tanah 1 hektar. Sejak melahirkan Asa belum tidur barang sekejap. Remuk redam. Bekas episiotomi perih karena berkali-kali harus pindah posisi untuk menyusui Asa. Lelah sekali rasanya.
Beri dia susu formula... lalu kamu bisa tidur...
Jangan Sita, dia gak papa... dia gak papa... ASIX... inget ASIX...
Saya ingat kembali salah satu primbon kehamilan, mencoba menguatkan tekad. Lambung bayi yang baru dilahirkan hanyalah sebesar kelereng dan apa yang urban Mama hasilkan, walau hanya sesendok teh kolostrum, sudah tepat untuk kebutuhannya.
Bidan datang memberi dukungan, “Masih nangis ya? Dia cuma mau cari anget, deket-deket ibunya.. makanya nenen terus.. gak kurang minum kok, disusui terus aja …”
Saya tersenyum, melirik Ayah, tampak lelah tapi masih mencoba bertahan. Melirik Ibu saya, sepertinya ada yang tak beres. Dan keluarlah kata-kata itu, sesaat setelah Bidan keluar.
“Gak ngesakne kait lair durung klebon popo… iku, nangis terus… nganti lemes ngono.”
Anak sok tahu ini tentu saja mengeluarkan ceramah soal bayi baru lahir sanggup bertahan 2 hari tanpa asupan makanan. Bahwa Asa masih bisa menunggu sampai ASI-nya keluar.
Malam berlalu dengan sangat lambat. Asa tak juga berhenti menangis. Ibu tak juga berhenti meminta.
“Kasih susu aja. Ora popo... klebon susu sak ithik... disendoki sithik-sithik...”
Saya mencari perlindungan pada Bidan. Bidan datang dengan ceramah yang sama, gak perlu sufor. Saya tersenyum penuh kemenangan.
"Ibuk gak ngerti ngono-ngono... Ibuk ngertine cumak iki putune nangis..."
Mendengar kata-kata itu jantung saya seakan berhenti berdetak. Ya Allah... Apa yang baru saja saya lakukan pada Ibu?
Ibu berlalu ke ‘ruang tamu’ kamar sambil menggendong Asa. Ayah Asa mengikuti. Sesaat kemudian,
“Mah, Ibu nangis …”
Pertahanan terakhir saya runtuh sudah.
“Piye, Mah?”
Saya lalu meminta Ayah ke ruang Bidan, meminta sufor. Bidan tentu saja, menolak habis-habisan. Setelah melalui debat panjang yang diakhiri dengan penandatanganan surat pernyataan, sebotol sufor mendarat di tangan saya.
Lima belas milliliter. Ya, ternyata hanya segitulah kebutuhan bayi baru lahir. Sembari memberikannya pada Asa saya menangis. Karena saya tahu persis apa yang sedang terjadi.
Lambungnya hanya sebesar kelereng, dan saya akan memberikan sesuatu yang belum tentu bisa diterimanya.
Sepintas teringat Naszul, sepupu kecil kami, baru 3 hari usianya saat itu, baru pulang dari RS, harus kembali ke RS yang sama karena diare parah setelah diberi susu formula. Ya, Allah, tolong jangan biarkan itu terjadi pada Asa.
Beberapa sedot dan Asa kembali menangis. Saya coba sedot botolnya, ternyata susu-nya tidak keluar. Mampet semampet-mampetnya, seolah isyarat bahwa saya tidak seharusnya melakukan hal itu. Akhirnya entah diapakan dotnya, susu bisa keluar. Asa minum lalu tidur.
Esoknya, dua pria supporter utama saya; ayah dan bapak saya, dengan rajin mengupaskan kacang tanah sangrai. Saya makan sampai eneg. Minum sekaligus 2 kapsul lancar ASI, 3 kali sehari. Makan daun pepaya dan pare. Semua yang disarankan orang saya lakukan.
Tiga hari berlalu dengan terbata-bata saingan dengan sufor, kami tetap menyusui dan pengorbanan itu tidak sia-sia. ASI saya mbleber sampai rembes-rembes, sampai harus diperah. Alhamdulillah.
Kami pun menyimpan kembali kotak sufor itu dan melanjutkan pemberian ASIX hingga 6 bulan. Hingga 2 tahun, Asa tetap mendapatkan ASI. Walaupun akhirnya harus top-up dengan susu formula dan UHT. Yang penting saya tetap menyusui.
Bulan Agustus 2011 ini kami menyapih Asa dari nenennya, setelah 25 bulan menyusui. Mulai dengan mengalah, tapi saya menang juga akhirnya. Paling tidak, menurut kacamata saya dan Ayahnya :)
Subhanallah Mbak, bacanya ampe merinding :). Saya juga ngalamin hal yang sama, malah hampir 2 minggu ASI gak lancar, dan terpaksa harus mengalah dgn sufor. Alhamdulillah, diatas 2 minggu ASI lancar dan bs nyusuin ampe si sulung 2 taun. Skg adeknya, 7 bulan, lulus ASI eksklusif dan Insya Allah akan terus sampe 2 taun usianya nanti.
Buat mama-mama, terus berjuang ya, ASI itu pasti keluar, selama kita rileks. Happy Mothering :)
Wah baca tulisannya kok mirip sm yg terjd sm aku, anakku mirza (1bulan 8hari) kmrn inni pas baru lahir jg sempet kena sufor utk bbrp saat, krn bilirubinnya tinggi bgt pas di hari ke 8 dia lahir, smpe 23 kadar bilirubinnya yg menyebabkan dia hrs dirawat.. Di RS disuruh ttd surat pernyataan kl misalnya asi saya ga cukup, boleh ditambah sufor.. Hari pertama dia dirawat saya ga boleh kasih asi dgn alasan breastmilk jaundice, jd asi yg saya perah saat itu sekitar 100ml hrs dibuang.. Hari kedua br boleh dikasi asi lg, itu jg saya perah ga bs maksimal, stress ngeliat kondisi anak yg disinar sampe 3lampu (1 lampu diatas boxnya ditambah 2 lampu tambahan), kasian, sedih msh kecil udh jauh dr saya, blm lg saya mikirin kl saya telat bawa ke rs, bs panjang efeknya ke anak krn dia bilirubinnya sdh ttll tinggi.. Mirza dirawat 5hari di rs, makin hari perahan saya makin dikit, dan sepulang dr RS dia ga mau nenen ke saya lg.. Saya & suami tetep usaha agar dia mau nenen lg, walaupun ibu saya sll bilang "udh bikinin aja sufornya.. Kasian nangis terus, nnti kuning lg kasian dirawat lg.. Asimu cm dikit itu..' Saya cm bs nangis sm suami, tp untungnya suami sll dukung utk asi, sampe akhirnya saya bawa anak saya ke dsa setelah bbrp org temen bilang jgn2 mirza tongue tied.. Trnyata mirza beneran tongue tied, dan setelah di insisi dsa, dia bs nenen lg ke saya,sampe skrg, alhamdulillah..
jadi mewek baca cerita ini mom....
mama saya juga melakukan hal yang sama saat kevin (sekarang 7m3d) menangis menolak disusui karena nipple saya flat, bener2 flat dan dia belom terbiasa dengan sambungan puting. akhirnya 10ml sufor berhasil masuk ke perut kecilnya, dan lagi dan lagi sampe 3 hari berlalu. merasa tidak berguna dan merasa kevin gak sayang sama mamanya karena gak mau nenen.
untung papa nya kevin support banget ma asix, jadilah dia yang tiap saat memompa semangat saya untuk selalu membulatkan tekad untuk selalu menyusui kevin.
hal yang selalu saya ingat, dia menangis bukan selalu karena lapar, tapi karena bayi lahir bisa nya juga cuma nangis, belom bisa ngomong. dan 9bulan saya mengandung yang dia makan adalah apa yang saya makan, dan Allah memberikan payudara untuk menyusui, karena itu saya harus bersyukur dengan bertekad untuk terus menyusui. it works for me dan semoga saya diberi kekuatan untuk terus bisa menyusui kevin sampai umur 2 taon, Amiiiiiiiiin
terharu bangett...
saya juga merasakan produksi ASI yang dikit.. Thank God 1) keluarga support dengan tidak terlalu mendesak pake sufor 2)kakak ipar saya produksi ASInya berlimpah, jadi Lael punya mama ASI. Tapi di sisi lain saya jadi tambah stres dengan kondisi ini karena merasa dibandingkan dengan kakak.. hmmpphh...
Tapi dari semua peristiwa itu yang membuat saya tersadar adalah menyusui tidak semudah yang kita kira, begitu bayi lahir ASInya langsung netes.. kesadaran itu yang saya selalu tularkan ke temen2 yang sedang hamil, supaya be prepare sebelum hari H itu datang
semoga info2 semacam ini lebih mudah lagi diakses oleh ibu2 di dunia *terlalu muluk ga ya?* sehingga semua ibu yang mau melahirkan dapat langsung tau apa yang harus dilakukan..
hiks hiks bacanya mbak Sita, perjuangan mu dan Asa, ibu mu dan suami mu, serta ayahmu. semua hebat
ga kebayang rasanya kalau jadi diposisi mu.
salut hingga akhirnya bisa menyusui Asa hingga 25 bulan, rasa mengalah di awal yang bikin hati teriris mebuahkan kemenangan untuk kalian hingga kini ya.
semoga Tuhan memnberikan kemudahan dan kebahagian untuk kita semua
*hug*