My VBAC Story
Rasa happy dan takut bercampur aduk begitu saya dipastikan positif hamil anak ke dua. Senang karena memang sudah ingin kasih adik untuk anak pertama saya. Takut karena pengalaman cukup traumatik saat kelahiran si kakak: emergency c-section setelah 17 jam hard labour - stuck di pembukaan 4 ditambah bonus naik ambulans segala. Ternyata, oh ternyata si jabang bayi kelilit tali pusar dan ketuban sudah sedikit. Mantap deh ngilu-ngilunya.
Walaupun ada rasa ngga pede, saya akhirnya membulatkan tekad untuk menjalani VBAC (Vaginal Birth After Cesarean). Dan alhamdulillah, meski mesti berjuang 18 jam, - hampir c-section lagi - bisa melahirkan normal juga.
Birth Story
Pada Senin pagi, saya sudah mengalami kontraksi cukup regular tapi masih sempat mandi, bersih-bersih, makan yang banyak, dan tidur siang. Pukul 2 siang begitu bangun ketuban tiba-tiba pecah, sampai rumah sakit dibilang sudah pembukaan 5 - senang! Karena melahirkan di RS milik universitas, saya ditangani 1 bidan dan 2 residen secara bergantian (rame deh), mereka konsultasi dulu sebelumnya dengan obgyn apakah bisa lanjut proses normal. Alhamdulillah mendapat lampu hijau.
Sampai pembukaan 9, prosesnya cepat sekali. Mules-mulesnya pun masih bearable. Proses menuju ke-10 melambat, jadi harus di-induksi. Nah hari selasa sekitar subuh, akhirnya dibolehkan ngeden juga. Saya pikir perjuangan akan segera berakhir, ternyata tidak! 2,5 jam nge-push dengan berbagai macam posisi ga berhasil juga melahirkan (posisi kepalanya menghadap agak samping), saya juga kena demam (kemungkinan karena ketuban sudah pecah lebih dulu), jadi komplit deh dengan suntikan antibiotik, induksi, dan epidural. Karena proses-nya memang sudah lama banget, mengingat ketuban sudah pecah duluan, pernah SC, dan kondisi saya yang lemas (saya akhirnya bisa manage untuk tidur sebentar), pihak RS akhirnya menyiapkan ruang operasi untuk caesar.
Begitu masuk ruang operasi, kaget juga melihat banyak banget orang yang ada di sana. Mungkin lebih dari 10-orang. Saat akan dianastesi, saya diperiksa sekali lagi, kali ini dengan obgyn. Eh, dengan nada penuh semangat, she said : "Do you want to start pushing again?, the baby is very low...". I said "What??!!" (pura-pura ngga denger) tapi akhirnya saya bilang, "OK.. let me try it..". Walapun sudah lemes banget tapi tambahan tenaga dari tidur sejenak dan support dari dokter/suami di ruang operasi rasanya jadi suntikan semangat. Alhamdulillah, setelah 7 kali ngeden, my 3.6kg baby boy finally born to this world! Rasa sakit, capek jadi hilang! Plong banget, luar biasa rasanya, priceless.
VBAC
Sedikit sharing story ya, mungkin berguna buat yang ingin VBAC:
- Cari info sebanyak-banyaknya. Mulai dari internet, buku bacaan sampai cerita pengalaman teman yang sukses. Tentunya disaring sesuai dengan kondisi masing-masing, what's best for others doesn't mean will be best for us, kan?
- Siapkan medical record dari kehamilan sebelumnya. Saya beruntung sekali karena obgyn yang menangani anak pertama saya sudah menjadi teman di FB. Jadi ketika bidan menanyakan detil bagaimana sayatan operasi saya dulu, langsung aja saya kirimkan pesan pada beliau. Dokumen ini penting seandainya ingin melahirkan ditempat atau ditangani obgyn yang berbeda. Ini juga sebagai salah satu rujukan apakah bisa VBAC atau tidak. Dan seandainya ada apa-apa selama mencoba persalinan normal, tim medis sudah bisa mengantipasinya sejak dini.
- Cari dokter/medical support yang pro-VBAC. Saya di sini ditangani bidan/residen, dan mereka pro banget dengan VBAC asalkan kondisi medis sang ibu dan bayi memungkinkan (bukan high risk pregnancy seperti pre-eclampsia, diabetes dst). Lagi-lagi saya beruntung karena di-support tim medis sampai titik darah penghabisan. Ngga ada yang menyalahkan saat saya pertama kali salah ngeden, mereka dengan telaten kasih semangat, peluk saya, dan selalu bilang " Good job, you can do it!" Ketika akhirnya saya malah nangis saat akan di bawa ke ruang operasi karena sudah tidak kuat, they said "It's OK mom, you'll meet your baby soon!". Terus terang agak lain dengan pengalaman waktu anak pertama dulu ya. Susternya memang cekatan tapi galak jadi malah rada takut.
- Jalani kehamilan yang sehat, dan rajin berolahraga. Bidan saya sudah wanti-wanti begitu ada lonjakan berat badan, langsung disuruh diet. Sampai melahirkan saya *sukses* hanya naik 13kg saja. Ini supaya anak tidak terlalu besar so kemungkinan untuk lahir normal jadi lebih besar.
- Dukungan suami/ partner/ keluarga itu juga penting banget. I just couldn't do it without my lovely and patient husband. Suami dengan sabarnya menerima teriakan dan cakaran tiap kali kontraksi.
- If there's a will there's a way, do your best, God will do the rest. Dari awal kehamilan, saya banyak menyugesti diri sendiri bisa normal, tapi di sisi lain juga pasrah pada saat yang bersamaan. Istilahnya ga muluk-muluk. Kenapa? Belajar dari pengalaman anak pertama dulu. Kepenginnya normal, tapi kalaupun akhirnya kenyataan ngga memungkinkan, ngga terlalu merasa down/failed. Yang penting ibu dan bayi sehat walau bagaimanapun cara lahirnya. Parenting process is more than just a labour kan?
Makasii sharenya mbaa, amazing ya, di detik2 terakhir berhasil.. jadi makin pengen VBAC buat anak kedua nanti.. Semoga bisa. Aamiin.
Trus baca komennya ternyata banyak yang senasib aku pas lahiran nisa 2,5 thn yg lalu.. udah induksi tp pembukaan gak nambah2.. akhirnya demi si baby, nurut sama bu dokter buat c-section.. alhamdulillah yang penting baby sehat..
Terharu bacanya....
Jadi semangat vbac wlpun blum nemu dsog yang pro dan jarak yang dekat....
@sherly: dulu operasi karena baby kelilit tali pusar, pembukaan ga maju2 padahal air ketuban udah hijau..jadi terpaksa deh emergency c-section..
@idaayu @sherly: amiin ..mudah2n bisa VBAC ya..tetap semangat
Salut mba... saya juga jadi pengen VBAC utk anak kedua. mudah2an di support ma dokternya. Mungkin rada OOT yah.. aq mau tanya apa dulu ada yg c-section krn tulang panggul nya kecil.. ? pls info. sorry klo OOT.
Thanks