Pelajaran dari Acara Market Day di Sekolah
“Kamis depan ada market day, Ma. Nanti aku jual makaroni, ya,” kata Albert sepulang sekolah. Sudah sejak lama ia memang ingin berjualan makaroni buatan saya. Awalnya saya menolak karena Albert bersikeras mau menjualnya dengan harga Rp5.000,- per porsi. Wah, ini sih alamat rugi, pikir saya. “Bawanya 50 porsi ya, Ma,” tambahnya lagi. Alamak! Kerja lembur dong artinya...
Setelah berdebat, akhirnya saya setuju untuk membuatkannya makaroni. Menurut Albert, kalau dijual Rp10.000,- nanti teman-temannya akan berpikir dua kali untuk membelinya. “Uang mereka, kan terbatas, Ma.”
Kami memutuskan untuk menjual dua produk, yaitu macaroni schotel dan banana quesadillas alias kulit tortilla yang dioles selai kacang, ditambah potongan pisang serta taburan cokelat, lalu dipanggang. Jadi satu produk yang rasanya gurih dan satu lagi manis.
Saya juga menyiapkan semacam merek dagang yang diambil dari desain stempel nama Albert. Tak lupa menyediakan sendok, saus tomat , dan sambal sebagai pelengkap. Saya juga mengajak Albert menyiapkan papan petunjuk harga dan nama produk, serta uang kembalian. Wah, kesannya repot sekali, ya!
Ternyata dari acara market day, ada cukup banyak pelajaran yang bisa diambil, yaitu:
1. Menghitung uang
Acara ini memang diadakan saat tema pelajaran matematika di sekolah tentang uang. Jadi memang penilaian dilakukan dari berapa jumlah produk yang laku dan berapa uang yang terkumpul. Apakah hasil penghitungannya benar atau tidak.
2. Merek dan pengetahuan produk
Agar bisa dibedakan dari produk yang dijual teman-temannya, saya mengajak Albert mencetak desain stempel namanya dan ditempelkan ke kemasan. Tujuannya agar pembeli tahu produk itu dijual oleh Albert. Saya juga menjelaskan bahan-bahan yang digunakan untuk membuatnya, siapa tahu ada temannya yang alergi. Lagi pula penjual yang baik harus tahu persis apa barang dagangannya.
3. Menyediakan perlengkapan berdagang
Saat berjualan macaroni schotel, tentunya perlu menyediakan saus tomat dan sambal. Albert juga menyiapkan sendok plastik untuk pembelinya. Saya juga memberinya modal berupa uang kembalian Rp5.000,- dan Rp2.000,- agar Albert tidak bingung saat perlu kembalian.
4. Pembeli adalah raja
Sebagai penjual kita harus ramah, jangan lupa ditawarkan saus tomat dan sambal. Layani dengan ramah dan tersenyum. Tidak boleh galak, ya. Itu beberapa pesan yang saya sampaikan pada Albert. Namun ia juga tidak boleh lengah dan membiarkan barang dagangannya ditawar terlalu murah.
5. Berhati-hati dengan uang yang dihasilkan
Perhatikan di mana menyimpan uang hasil penjualan. Saya menyiapkan amplop akordeon untuk memisahkan uang sehingga Albert tidak bingung. Ia juga belajar kalau mencari uang itu tidak semudah bayangannya, bukan sekadar pergi ke mesin ATM dan bisa langsung mengambil uang.
Sepulang sekolah, Albert langsung heboh bercerita tentang acara market day. Dari 30 porsi macaroni, ia berhasil menjual 23 buah. Sementara banana quesadillas tersisa tiga buah dari 20 potong yang saya siapkan. Ia senang karena para pembeli menyukai makanan yang ia jual. Salah satu guru bercerita kalau Albert cukup ramah dan ramai menawarkan dagangannya.
“Aku kasihan karena barang si A gak ada yang beli, Ma. Jadi biar ia gak sedih, aku beli satu,” tambah Albert menutup cerita market day hari itu. Wah, hilang sudah semua rasa capek menyiapkan acara ini. Ternyata dari acara semacam ini ada begitu banyak pelajaran yang bisa dipetik oleh si kecil.
Catatan: banana quesadillas saya namai crepes karena memang mirip dan namanya lebih dikenal anak-anak.
Albert idolakuuu!!
Jangan lupa teman-teman disuruh pesan makanan mama lagi yaaa... :p
keren banget albert! dagangannya banyak yang laku, pastinya selain albert punya skill yang oke dalam jualan, masakan mamanya juga enak.
wah senangnya dengar cerita albert. selamat yaa bert banyak dagangannya yang laku. selamat juga mama ella, kerja kerasnya menghasilkan.
Albert keren banget jualannya dan perhatian sekali ke temannya. Bener ya dengan market day begini jadi banyak pelajaran yang bisa diambil oleh anak-anak.