Perkembangan Kognitif Anak (1)
Urban Mama Papa pernah nggak mengalami kebingungan karena anak tak kunjung bicara ketika ditelepon padahal sudah bisa bicara? Pernah kesal karena anak tak mau ditinggal? Tahu nggak bahwa bermain cilukba itu penting bagi perkembangan kecerdasan anak? Ingin tahu kenapa anak marah kalau air minumnya dipindah dari botol besar ke gelas, padahal isinya sama persis? Dan ini pasti yang bikin penasaran: Kenapa ya anak harus diberi tahu berulang kali dan tetap saja kelihatan tak mengerti?
*image credit: www.gettyimages.com
Jika semua kondisi di atas membuat Anda penasaran, agaknya Anda perlu memahami bagaimana perkembangan kognitif seorang anak. Seorang psikolog Swiss, Jean Piaget (1896-1980) membuat teori berdasarkan observasi terhadap anaknya. Piaget menemukan bahwa tiap bertambah usia, kecerdasan kognitifanak berkembang secara berbeda. Teorinya dinamakan cognitive-developmental approach, dan menarik sekali untuk dipahami. Mari kita selami bagaimana perkembangan kognitif anak menurut Piaget.
Secara umum, Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi 4 periode:
1. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
2. Tahap Preoperational (2-7 tahun)
3. Tahap Concrete Operation (7-11 tahun)
4. Tahap Formal Operation (11 tahun sampai dewasa)
Kali ini, yuk kita pahami dulu tentang tahap pertama, Sensorimotor.
Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Bayi mencoba memahami dunianya lewat indera atau sensori dengan gerakannya, seperti mengisap, menggenggam, memeluk, memukul-mukul, dll. Bagaimana cara dia memahami?
Piaget membagi tahap Sensorimotor menjadi 6 tahap kecil (subtahap) berikut:
a. Simple reflexes (0-1 bulan): bayi hanya gunakan refleks untuk belajar memahami lingkungan.
b. Primary circular reaction (1-4 bulan): gerakan bayi mulai bertujuan, misalnya sengaja berulangkali memasukkan tangan ke mulut karena ia menyukainya.
c. Secondary circular reaction (4-8 bulan): seperti tahap sebelumnya, bertujuan dan berulang, tapi juga melibatkan benda lain. Bedanya, tahap sebelumnya hanya melibatkan tubuhnya saja, sementara tahap C melibatkan benda lain, misalnya melempar bonekanya.
d. Coordination of secondary schemes (8-12 bulan): tujuannya sudah lebih jelas, bukan sekadar mengulang perilaku. Misalnya anak suka menekan tuts tertentu dari mainannya, bukan tuts lain, karena suka mendengar lagu favoritnya.
e. Tertiary circular reaction (12-18 bulan): anak menjadi ilmuwan, karena mengeksplorasi sisi baru dari dunianya. Salah satu penyebabnya adalah karena anak saat ini sudah bisa berjalan sendiri. Contohnya anak menemukan bahwa tombol flush di toilet bisa mengeluarkan air, maka dia akan melakukannya berulang kali, bahkan sampai rusak! :)
f. Mental representation / combination (18-24 bulan): anak sudah bisa memperkirakan apa yang akan terjadi berikutnya, berdasarkan pengalaman sebelumnya. Contohnya jika anak pernah punya kotak puzzle 3 dimensi, maka ketika dia punya mainan baru yang bentuknya mirip, maka dia mencoba memainkannya seperti yang pernah ia alami.
Object Permanence
Nah, sekarang, kenapa bayi yang sudah mengenal ibu/pengasuhnya, kalau ditinggal sebentar saja menangis keras ketakutan? Ternyata ini karena object permanence yang belum terbentuk sempurna. Object permanence adalah pemahaman bahwa suatu obyek atau benda tetap ada/permanen, walaupun tidak kelihatan. Bayi belum paham bahwa kalau ibunya tidak terlihat, sebetulnya ibunya tetap ada. Dikiranya hilang. Menurut Piaget, anak baru benar-benar paham bahwa kalau ibunya terus ada/permanen sekitar usia 18-24 bulan.
Karena object permanence belum terbentuk, penting sekali tuh kalau sedang perlu agak berjauhan dengan bayi, teruslah bersuara, agar bayi tahu ibunya tetap ada. Tetap bersuara itu akan sangat menenangkan dirinya yang belum paham bahwa ibunya tidak hilang.
Gara-gara object permanence pula, permainan Cilukba jadi stimulasi penting buat perkembangan kognitifnya. Permainan Cilukba menyembunyikan wajah ibu dari si bayi untuk sementara, dan setelah itu muncul kembali. Bayi yang awalnya mengira ibu hilang, akan segera paham bahwa ibu hanya bersembunyi sementara dan tetap ada. Dengan demikian permainan Cilukba membantu anak paham bahwa yang tak kelihatan itu tetap ada.
Deferred imitation
Meniru adalah kemampuan mengimitasi perilaku orang lain. Sedikit demi sedikit bayi mengembangkan kemampuan deferred imitation, yaitu kemampuan untuk meniru suatu perilaku yang sudah pernah diamati sebelumnya, dan ada jeda waktunya. Contohnya kemarin anak melihat anak lain melambaikan tangan kepada mamanya. Hari ini atau besok anak mungkin melakukan hal yang sama, melambaikan tangan kepada mamanya, padahal tidak ada contoh langsung pada saat itu. Tidak adanya contoh langsung, adanya jeda waktu antara kegiatan yang ditiru dengan peniruannya menunjukkan bahwa daya amat dan daya ingat anak sudah berkembang bagus.
Apa efek adanya deferred imitation buat pengasuhan anak? Orangtua perlu lebih berhati-hati dalam berperilaku dan berkata-kata. Bisa saja tanpa disadari orangtua melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak pantas, kemudian lega karena anak seakan tak memberikan perhatian atau tak melakukan pengulangan. Beberapa hari setelahnya bisa lho anak mengulangi perilaku atau kata-kata tersebut. Pengaruh juga bisa berasal dari lingkungan lain seperti pengasuh, tetangga, teman, dan lain-lain.
Nah, itu tadi adalah perkembangan kognitif anak berusia 0-2 tahun. Ingin tahu perkembangan kognitif anak di atasnya? Cermati terus lanjutan tulisan ini ya. :)
Sebenarnya apa sih arti dari kognitif?
Terimakasih infonya bun. Jadi ngorekĀ² materi tentang teori perkembangan pas jaman kuliah nih hehe.
tfs mbak nina..
baru sempet baca tulisannya sekarang nih. :)
Aina (18m) skrg jd imitator ulung. Kita bener2 hrs hati2 dalam bersikap & menjaga omongan ya.
makasih mba, pas banget sama Amaya yang baru berusia 1 tahun kemarin :)
ga sabar nunggu lanjutannya!