“Dasar pengkhianat. Elu ngancem gue? Elu duluan yang mati!” Saya tercekat membaca pesan di inbox facebook anak perempuan saya yang baru berusia delapan tahun (yes, she has a facebook account). Saya mengizinkannya saat ia memohon untuk punya akun fb dengan banyak persyaratan. Pesan itu pun berasal dari teman dekatnya yang sering sekali main ke rumah kami. Saya baca lagi dengan teliti perbincangan di inbox tersebut antara Caca dan temannya yang berusia beberapa tahun lebih tua itu, sebut saja si x. Terlihat bahwa mereka sedang marahan karena si x melarang Caca berteman dengan anak-anak lain karena menurutnya, anak-anak lain itu kampungan, tidak keren, dll. Akhirnya saya menemukan jawabannya mengapa sebulan terakhir ini Caca yang biasanya sangat ceria menjadi pemurung dan enggan keluar rumah.
[caption id="attachment_85857" align="alignnone" width="484" caption="Caca memilih untuk menghabiskan waktunya di dpn komputer daripada keluar rumah. "][/caption]
Cerita di atas hanya sebagian dari beberapa kisah yang dialami Caca soal bullying, beberapa kali lewat fb dan sering kali lewat pertemuan langsung karena anak tersebut kebetulan tinggal di dekat rumah kami. Anak tersebut mempengaruhi teman-teman sekompleks untuk tidak berteman dengan Caca, alhasil, Caca tidak punya teman bahkan beberapa anak yang dulu adalah temannya ikut-ikutan mem-bully dia, sebagian karena ajakan dan karena takut terhadap anak yang lebih tua itu. Aduhhh.., sedih sekali melihatnya. Meskipun naluri keibuan saya rasanya ingin melabrak anak-anak itu, tapi saya tahu hal itu tidak cool dan ngga akan menyelesaikan masalah Caca. Menurut saya, anak yang di-bully dan anak yang nge-bully sama-sama punya masalah dan perlu bantuan.
Cara saya dan suami membantu Caca adalah dengan mendukung dia, tidak hanya berupa pujian dan nasihat-nasihat yang mengatakan bahwa dia sangat berharga dan tidak boleh terpengaruh oleh ucapan-ucapan orang lain yang menjatuhkan, tapi kami juga membantunya dengan sedikit ikut campur dalam kehidupan pertemanannya. Mungkin ada yang kurang setuju dengan hal ini, tapi bagi saya, memang orangtualah yang seharusnya membantu dan ikut campur, karena pada umur mereka, mereka belum cukup kuat secara mental untuk menghadapi masalah-masalah seperti ini.
Saat libur atau weekend, saya menyuruh Caca mengundang beberapa teman untuk main di rumah kami. Saya menyediakan beberapa aktivitas yang menyenangkan buat mereka, dari mulai membuat handycrafts, nonton dvd sambil ngemil, bahkan berenang bareng di kolam renang dekat rumah, dll. Intinya, saya ingin mengingatkan teman-temannya bahwa Caca adalah anak yang asik diajak berteman dan tidak ada untungnya kalau mereka mengganggu Caca. Pelan-pelan usaha saya membuahkan hasil, beberapa teman kembali berteman dengan Caca meski pun akhirnya mereka jadi ikut dimusuhi oleh si x. Karena sebal Caca kembali punya teman, si x kembali menulis hal yang kasar di wall fb dan inbox Caca. Saya pun ambil tindakan, saya menulis: Dear xxx sayang. Maaf ya, Tante bisa baca wall dan inbox Caca karena semua notifikasi masuk ke email Tante. Kalau tidak mau berteman tidak apa-apa, tapi tolong ya, berhenti menulis hal-hal yang kasar di fb Caca. Terima kasih. Salam, Tante Zata. Seorang teman menyayangkan waktu saya membalas pesan di inbox Caca. Menurutnya, saya terlalu ikut campur dan ia juga khawatir bahwa Caca akan menuai perlakuan yang lebih buruk lagi karena sudah mengadu ke ibunya. Saya pikir, setiap orang punya solusi masalahnya masing-masing, dan saya memilih yang ini, karena semua notifikasi itu masuk ke email saya, saya merasa punya hak untuk menegur jika memang hal tersebut salah.
Setelah beberapa bulan berlalu, saya melihat bahwa kehidupan Caca jauh lebih ceria daripada saat masih berteman dekat dengan si x. Ia tetap tidak bisa berbaikan dengan si x, tapi si x juga sudah tidak terlalu ‘menyerang’ Caca. Caca lebih menikmati hari-harinya dengan teman-temannya yang se-tipe dengannya, yang kurang suka genk-genk-an dan iri-iri-an. Ia juga punya lebih banyak kegiatan yang positif di luar sekolah, salah satunya dengan ikut latihan taekwondo. Saya berharap, saat umurnya bertambah, dia sudah punya bekal untuk menghadapi hal-hal seperti ini sendiri. Karena di usia yang lebih besar, bukan berarti terbebas dari bully. It happened to adults, too.
Saya adalah salah satu contoh nyatanya. Beberapa tahun lalu, saya dijauhi oleh sekelompok orang di kantor dan mirisnya, beberapa dari orang itu adalah teman saya sebelumnya. Alasan awalnya sangat kekanakan: karena saya dekat dengan bos besar di kantor. Saya adalah mantan guru bahasa Indonesianya dan saat saya sekantor dengannya, saya harus pura-pura tidak kenal?. Biar bagaimana pun saya dekat dengan bos saya itu, meski pun saya sudah membedakan bahwa sekarang saya adalah anak buahnya di kantor, tapi obrolan-obrolan seperti bagaimana kabar keluarganya, dll, yang sehari-hari masih tetap saya lakukan. Itu adalah alasan awal mereka membenci saya, lalu berkembang menjadi apa pun yang saya lakukan terlihat menyebalkan buat mereka. Karena pengaruh satu orang yang lebih senior (bukan secara jabatan, tapi secara umur dan lama bekerja), satu per satu teman meninggalkan saya. Sampai ada masa di mana saya ‘takut’ untuk makan di pantry atau pergi ke toilet karena enggan bertemu mereka. Singkat cerita, saya bisa berkata dengan bangga bahwa saya berhasil melewatinya, bahkan hikmah dibalik itu, saya mendapatkan lebih banyak teman yang sejati, yang fun banget dan tidak menghabiskan waktunya untuk selalu bergosip tentang kejelekan dan kesuksesan orang lain di kantor. Saya juga terpicu untuk menjadi orang yang lebih baik dan lebih berprestasi dalam bidang-bidang yang saya geluti. Kutipan dari Agnes Monica di bawah ini cukup memotivasi saya:
“When haters were busy talkin’ I was busy making it happen. When they were busy mocking I was busy walking. When they were busy laughing I was busy running. And they’re STILL wondering why they’re left behind… With lots of love, me“
-Agnes Monica-
Pengalaman di atas menjadi alasan saya untuk menulis tentang topik bullying ini. Saya selalu concern dengan hal ini karena bullying seringkali terjadi di mana-mana dan tidak hanya dialami oleh anak atau remaja saja, bahkan orang dewasa pun sering mengalami dan melakukan bullying.
Menurut beberapa literatur yang saya baca, bullying adalah perilaku agresif yang tidak diinginkan yang melibatkan kekuatan fisik dan non-fisik yang tidak seimbang, biasanya terjadi di kalangan anak usia sekolah dan perilaku itu sering berulang atau berpotensi berulang. Namun, seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, bullying tidak kenal usia, namun memang lebih sering terlihat terjadi pada anak dan remaja.
Beberapa orang menganggap bullying hanya pada tindakan fisik seperti memukul, mendorong, dan sebagainya, padahal mengancam, menyebar gosip, mengata-ngatai, bahkan tidak menemani seseorang dengan tujuan tertentu pun termasuk dalam tindakan bullying.
[caption id="attachment_85860" align="alignnone" width="236" caption="image credit: pleasestopbullyingnow"][/caption]
Menurut situs StopBullying.gov, ada tiga tipe bullying:
- Verbal bullying – adalah mengucapkan atau menulis sesuatu yang menyakitkan, misalnya mengejek, komentar yang berbau seksual, mengancam, dan mengejek nama. Yang terakhir ini sering ditemui pada anak usia sekolah dasar. Saya ingat ada salah satu teman saya yang nama bapaknya menjadi olok-olokan beberapa teman sekelas. Saat itu saya kasihan padanya namun saya tidak menganggap hal itu sebagai hal yang serius, padahal kalau diingat-ingat, anak itu sangat marah dan sedih setiap kali beberapa teman laki-laki memanggil-manggil dirinya dengan nama bapaknya. Ahh... saya ternyata juga menjadi bagian pasif dari bullying itu *sedih*.
- Social bullying – ini yang paling sering saya lihat dan alami. Bentuk social bullying antara lain nyuekin seseorang dengan sengaja, misalnya dalam sebuah kelompok, ada satu orang yang sengaja dicuekin dan tidak diajak ngobrol. Tujuannya agar orang tersebut malu, merasa tidak berharga, dan seterusnya. Contoh lain adalah menghasut teman lain untuk tidak menemani seseorang, menyebarkan gosip tentang seseorang, dan mempermalukan seseorang di depan umum.
[caption id="attachment_85859" align="alignnone" width="236" caption="image credit: maine.gov"][/caption]
- Physical bullying adalah menyakiti fisik seseorang dan atau merusak barang milik seseorang. Misalnya menendang, memukul, mencubit, mendorong, meludah, membuat gestur yang kasar, sampai merusak atau memecahkan barang milik seseorang.
Semoga sharing ini bermanfaat, agar kita semua menjadi lebih concern lagi tentang masalah ini dan melindungi diri kita dan anak-anak kita agar tidak menjadi korban mau pun pelaku bullying. Moms and Kids Against Bullying!
hi mas Budi, iya, saya setuju banget dengan pernyataan mas Budi bahwa untuk membuat anak menjadi 'kuat' bukan dengan membiarkan anak menghadapi masalah bullyibg sendirian..
semoga anak mas Budi sekarang semakin jadi anak yang hebat ya.., terimakasih juga sudah berbagi..
Mbak ikut sharing. Anak saya umur 5 tahun juga sering mengalami dikucilkan oleh teman sepermainannya di rumah karena ada anak nama Anis umur 7tahun yang selalu bisik2 untuk memusuhi anak saya. Sebenarnya saya tahu kebiasaan anak ini dari umur 3 tahun, karena dia sering main di rumah saya . Anak saya 2, yang besar laki2 umur 9 tahun. Biasanya anak saya di musuhin ketika Anis ini ingin mainan anak saya, Anak saya karena usianya masih 3 tahun jadi masih susah untuk berbagi, setiap kali tidak dipinjami mainan , maka Anis ini selalu mengancam dan bisik2 kepada kakaknya utnuk memusuhi adiknya. Terkadang bukan anak saya yang menjadi korban tetapi teman baik anak saya nama Irsad yang dikucilkan. Setiap kali dikucilkan Irsad reaksinya cubit dan nyakar.. karena kejadian di rumah saya terkadang saya kasih tau untuk main sama2. Beberapa bulan yang lalu ada tetangga baru, yang anaknya usia 5 tahun, sebut namanya Anik. Dengan kedatangan Anik ini yang menjadi sasara dari Anis ini adalah anak saya..hampir setiap hari pulang main, dengan kondisi sedih, cemberut, nangis, marah.. sewaktu saya tanya kenapa dia bilang Anis bisikin teman2 untuk memusuhi anak saya..saya bukannya menuduh Anis bisik-bisik untuk menjauhi anak saya.. tetapi karena sering anak saya yang pertama dihasut untuk memusuhi adiknya. Menanggapi hal ini saya sering bilang.. Anis iru anak baik.. gak lah Dik kalau dia bisik2 anak yang lain untuk memusuhi adik. Seminggu , dua minggu saya biarkan dan hanya bilang .. Anis itu anak baik.. karena frekwensinya tll sering.. waktu pulang main sore dalam keadaan sedih.. saya tawarkan utntuk saya temeni di taman. Memang benar..disana Irsad, Anis dan anai baru tersebut main sama2. Sebelumnya Irsad dan anak saya main sama2 dan tidak ada masalah, Masalah datang ketika Anis datang. Mencoba meyakinkan anak saya kalau mereka tidak jahat, saya bilang ke Anis... Aniss ,Anis kan anak baik, anak sholeh, anak hebat.. Inta diajak main ya, main sama2.. kasihan ini tadi Inta nangis... main sama-sama ya.. Anis kan anak pintar... manjur.. anak saya bisa gabung kembali... beberapa hari kemudian seperti itu lagi.. Ok dik main sama yang lainnya.. minggu berikutnya juga sama..tiap kali main pasti pulang nangis .. hal ini disebabkan Anis datang dan menghasut team2nya. MEmang anak saya ini pribadinya kuat, tidak dengan mudah mengatur2 anak saya.. Anis juga dominan sifatnya..jadi sama .. beberapa hari kemudian juga sama, bahkan Irsad, tetanggabaru lihat anak saya langsung kabur... hu hu hu sedih banget... tetapi saya mencoba meyakinkan kembali anak saya, mereka tidak bisik2 memusuhi adik... dengan kalimat yang sama .. anak sholeh, anak hebat, anak paling hebat mainnya sama2 ya.. ok bisa main. SAbtu kemarin menjadi puncaknya.. baru main asyik dengan kakaknya, Anis datang langsung bisik2 kakaknya. Anak saya langsung marah, karena kaget saya tanya kenapa ?? anak saya bilang .. ini semua gara2 Anis shg gak ada yg mau teman adik.. sekarang Mas yang dibisiki.. si kakak saya panggil.. bisik2 ada apa ? dia jawab karena anis bisik2, dia sudah trauma dengan kebiasaan bisik2 karena nantinya anak saya dimusuhin.Kakaknya saya panggil dan tanya,, apa yang dibisiki... kakaknya bilang belum semput dibisiki..saya bilang tuh kan adik tidaksetiap bisik2 itu bisik2 yang tidak baik. Ok deh sana main sama2 sambilbicara : Anis jang bisik2 lagi ya...
Tidak tau siapa yang menyampaikan dan bagaimana yang menyampaikan Mama Anis marah 2 dan menulis di Fb marah2..
Karena penasaran maka saya mencari tahu tindakan menghasut itu bagaimana.. ternyata tindakan Menghasutini termasuk tindakan Bullying Sosial.. duhhh rasanya marah sekali. Marah sekali kepada ortu anak tsb.. saya sbenarnya pingin sekali bilang kebiasaan menghasut anaknya.. tetapi Mama Anis sdh blok dgn bilang.. Anis itu pintar, makanya banyak temannya, tidak pernah mengadu, tidak pernah minta macam2..
Anis ini memang tidak punya sepeda , sll pinjam sepeda anak saya, anak saya punya 2 sepeda, Anis sll pilih sepeda kesukaan anak saya , setiap kali anak saya tidak kasih pinjam, Anis sll mengancam untuk tidak ajak main lagi.. dengan terpaksa anak saya kasih, begitu juga dengan mainan lainnya spt scooter..Dia jarang dibelikan mainan.. sll ketempat saya dan pinjam.. tidak dikasih.. sll mengancam. MAma Anis tidak tau semuanya itu..
Tidak tau siapa yang bilang ke Mama Anis.. dia marah2 di fb dengan bilang Anis itu anak pintar, makanya dia banyak teman bukan karena dia menghasut teman yang lain untuk memusuhi anak yang lain. harusnya berpikir kenapa anak2 tidak mau berteman dengan anak kamu.. trlalu manjain anak ..bla bla bla. dan bilang saya suka memarahi anak dia.. dan satu gank tahu semua.
KArena penasaran saya lacak informasi yg saya terima kalau Mama Anis ini juga pernah ribut sama tetangga yg lain gara2 anak juga , yi sewaktu kakak anis yang laki2 masih berumur 4 tahun, Mama Anis ini marah2 karena dikasih tau bhwa anaknya mencakar anak tetangganya dan hampir kena Mata,tetangga yang dicakarini minta tolongmama Anis untuk potong kuku kakak Anis.. tetapi malah marah2 dan meludah. Kasus yang sama juga terjadi pada kakak Anis yang perempuan, sekarang di pesantren, rupanya dia juga suka menghasut.. yang jadi korbannya Lia.. sampai sekarang Lia tidak mau bergaul dengan teman2 di lingkungan rumahnya.. dan masih sering dikucilkan.
Mbak yang saya sayangkan dari sikap kita ini orang dewasa,... sering kali kalau kita bercerita betapa sedihnya anak kita waktu dikucilkan.. selalu mendapatkan tanggapan.. Itu masalah anak2 kita tidak usah ikut campur. Tidak adanya kontrol sosial dari tetangga kita.. dan justru dibiarkan.. tindakan bisik2 ini dan pengucilan.. seringkali kita abai terhadap perasaan anak yang dikucilkan.. di RT yang lama (masih blom yang sama ) .. disana ibu2nya melakukan kontrol sosial..setiapada anak yang tidak diajak main, mereka sll menegur untuk main sama2.. tidak boleh musuhan...hal yang sama saya lakukan di RT yang baru. TErnyata persepsi tetangga2 saya berbeda itu namanya ikut campur urusan anak.. dan mereka membiarkan terjadinya Bullying Sosial.
Perbedaan nyata kelihatan., di RT lama .. ibu2nya kompak, anak2nya juga kompak tidak ada yang sll dikucilkan spt di RT saya. Teman saya yg anaknya jd korban hasutan kakak Anis ini smpai sekarang mnjdi tertutp dan masa bodoh... dan di Rt yang sekarang rasanya ada bara dalam sekam...
Menurut saya kalau kita mau STOP BULLYING.. MULAILAH DARI KITA.. KITA HARUS PEDULI DENGAN LINGKUNGAN KITA.. SETIAP KALI KITA MELHAT ADA ANAK YANG DIBULLY, TEGURLAH MEREKA BAIK-BAIK TANPA MARAH2.. DAN HILANGKAN PERSEPSI IKUT CAMPUR URUSAN ANAK... KITA TIDAK BISA BERDALIH ATAU BERALASAN BIAR ANAK MENJADI KUAT MENTALNYA.. MEMANG ADA YANG KUAT TETAPI LEBIH BANYAK YANG RUSAK MENTALNYA.. PENDAPAT SAYA KITA HARUS MULAI BERSUARA THD BULLYING SOSIAL..TERIMAKASIH
duhh, baru TK B padahal ya Win :(
Mudah2an Nathan bisa menjadi anak yang lebih kuat dan pede ya.., semangat terus Nathan!! (dan papa mamanya juga)
Saya langsung search artikel ini segera setelah denger cerita nathan yg di-bully sama teman sekolahnya(baru TK B lho padahal..:( ). Bullying belum melukai fisik namun verbal bullying dan belakangan dengar cerita dia dilepas sepatunya, lalu sepatunya dilempar-lempar diantara 2 teman pembully, Nathan mengejar2 sepatunya itu, dan sepatunya berakhir dengan dilempar temannya ke area tempat sampah.
Iya ya, bingung posisikan dirinya sbg ortu. Mau diem aja sedih, mau ikut bantu nyelesaiin takut anakku tambah dibilang anak mama dan tambah di-bully.. anak cowo pula, takut harga dirinya tambah tersinggung kalau sampe dibully anak mama.
Suami yg lagi business trip sih bilang ga usah ikut campur, nanti dia akan yg gembleng mental Nathan-nya supaya bisa bela diri dan menyatakan sikap. Tapi gak kuat juga. Akhirnya saya kabari gurunya, mohon bantuannya untuk lebih mengawasi anak2 diluar jam sekolah (sebab keajadiannya seringnya di luar kelas saat menunggu mobil jemputan). Ya harusnya gak ada salahnya lah ya, sambil kita di rumah nggembleng mental anak, di sekolah guru juga dititip2in.. semoga kejadiannya tidak berulang dan bisa happy ending seperti Caca, amin :)
hehehe..waktu kecil temen saya juga kebanyakan laki-laki, sama dng sapta ningsih, tapi setelah kuliah dan bekerja BFF saya semua perempuan..