Tiga Jabatan Sekaligus
Seperti diketahui merangkap ‘jabatan’ sebagai seorang istri, bunda, sekaligus pekerja bukanlah pekara mudah. Semua ‘jabatan’ memiliki peran dan tangung jawab yang berbeda. Namun, pernahkah terbayangkan ketika semua ‘jabatan’ tersebut menuntut “lebih”? Bahkan dalam satu waktu bersamaan! Ya, saya pernah merasakan itu. Sungguh suatu kondisi yang sulit, dilema, bahkan sulit dibayangkan.
Sebagai seorang jurnalis yang baru aktif bekerja pasca cuti melahirkan, saya mengalami masa-masa sulit dalam membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga – khususnya untuk Luna. Dimana, selama cuti saya tidak memiliki stok artikel maka saya pun memulai aktivitas dari nol lagi. Pagi liputan, siang menulis artikel – atau sebaliknya.
Nah, sayangnya, saya masuk di saat yang kurang tepat yakni waktu deadline. Saya hanya mempunyai waktu 2 minggu untuk follow up narasumber, liputan, dan menyelesaikan naskah – termasuk edit print out. Alhasil, saya pun tak bisa lepas dari deadline dan terpaksa menyelesaikan tugas-tugas di kantor alias lembur sampai pagi. Di sisi lain, Luna yang usianya belum genap 2 bulan pun membutuhkan kehadiran saya. Tak hanya sebatas ASI tapi juga kasih sayang bundanya. Keadaan diperparah dengan pekerjaan suami yang juga kena deadline pun harus lembur sampai pagi. Sama persis dengan saya.
Sungguh, saya sangat sedih dan merasa bersalah. Setiap kali bersedih, saya mencoba realistis dengan kondisi yang ada. Terkadang, ingin rasanya saya kembali ke masa hamil dulu. Dimana, saya bisa membawa Luna kemanapun saya bertugas. Meskipun masih dalam kandungan, saya senang menceritakan perjalanan saya kepada Luna. Saya merasakan kedekatan yang luar biasa.
Tetapi kini, semua kedekatan itu seperti lenyap seketika. Kesibukkan kerja itu menyita kebersamaan antara saya dan Luna. Apalagi, tak lama setelah deadline, saya mendapatkan penugasan pada Sabtu dan Minggu ke Pati, Semarang. Jika kondisi deadline, ASI masih bisa saya perah dan pulang pagi-pagi buta. Beda cerita dengan penugasan dadakan ke luar kota, ASI saya tidak cukup untuk itu!
Saya pun sempat memutuskan untuk berhenti kerja dan memulai usaha rumahan tetapi semua kandas dengan berbagai pertimbangan. Pernah juga saya berkeinginan untuk beralih profesi, entah apapun itu yang bisa masuk pagi dan pulang sore. Keputusan tersebut pun tidak didukung oleh suami. Katanya, ia yakin saya bisa melakukan tugas dengan baik di rumah dan kantor. Akhirnya, dengan berat hati saya pun pergi ke Pati, Semarang. Meninggalkan gadis mungil untuk 2 hari dan berharap kembali pulang sesegera mungkin.
Sayangnya, jadwal pesawat terpaksa delay 3 jam. Waktu itu, Semarang hujan deras dan pesawat lepas landas jam 8 malam. Artinya, saya akan tiba di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 10 malam. Ya, kondisi dimana Luna tengah tertidur pulas ditemani boneka kelincinya. Saya pun miris mengingat itu semua. Hanya bisa menarik nafas panjang dan mengeluarkannya perlahan, cara itu sedikit meredakan.
Tahukah urban mama? Diluar dugaan, suami saya menjemput di bandara – lengkap dengan Luna dan Mama Mertua. Oh, My God! Luna menjemput saya. Kata suami, ini merupakan salah satu bentuk dukungan sehingga saya tidak perlu khawatir bekerja, termasuk tugas ke luar kota. Katanya lagi, saya hanya perlu bersabar sampai saya siap membawa Luna liputan.
Kini, seiring bertambahnya usia Luna yang genap 1 tahun, saya mulai memberanikan diri membawa serta Luna liputan. Biasanya, saya fokuskan untuk menghadiri liputan yang bersifat parenting, children, dan edukasi. Selain saya bisa tetap menghasilkan artikel, saya pun tak kehilangan momen kebersamaan dengan si gadis mungil. Tak hanya itu, selain memperkaya pengetahuan saya, Luna juga bisa bermain dan bersosialisasi.
Dari kejadian itu saya bersyukur dan banyak mendapat pelajaran berharga. Rasa bersalah meninggalkan anak karena bekerja bukanlah sesuatu yang harus didramatisir layaknya sinetron. Semua butuh proses dan keyakinan bahwa pada akhirnya akan bermuara ke arah positif. Bagi saya, kuantitas kebersamaan dengan Luna tidak menjadi tolak ukur. Saya lebih mengutamakan kualitas, jadi meskipun saya punya sedikit waktu tetapi saya berusaha memanfaatkannya sebaik mungkin.
Salam kenal semuanya...baca cerita mom Fisa jadi terharu...Aku juga pernah jadi jurnalis selama 6 tahun, di sebuah surat kabar harian jadi ngerti banget gimana repotnya liputan dan dikejar deadline...Waktu hamil Hanun (skrg 2,5 thn), aku masih ditugaskan liputan ke beberapa kota. Di Lombok, aku harus liputan naik motor pp 200 kilometer, sampai pinggang rasanya pegal. Karena ngejar deadline, hampir setiap minggu aku pulang ke rumah jam 3 pagi dan ngantor lagi jam 9 pagi. Rasanya berat, apalagi suami bekerja di kota yang berbeda.Aku akhirnya memutuskan resign setelah anakku Hanun (skr 2,5 tahun) lahir karena kantor menolak memindahkan aku ke kota tempat tinggal suami. Rasanya waktu itu gak mungkin aku mengurus bayi sendiri sambil liputan gila2an. Salut bgt buat mom Fisa yang bisa menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga...salam buat Luna...
@mba Sri & mba Valvi,lam kenal yaa...cerita qt hampir mirip banget..
Akhirnya resign jg setelah anak kedua lahir, begitu selesai cuti melahirkan, 2 minggu kemudian sy langsung resign, keputusan yg harusnya sdh sy ambil wkt ank pertama lahir. Kadang sedih jg klo ingat Naura g bisa di tungguin uminya spt baby Zea sekarang. Sy suka g tau klo ditny orang, Naura mulai merangkak kpn? Mulai tumbuh gigi kpn?yaaa itu tadi krn uminya kerja & Naura lebih byk wkt dg eyangnya...
Tapi mudah"an hal spt itu g terulang lg ma baby Zea..
Buat mba Fisa two thumbs up atas perjuangannya, lam ?sª¡i¡ª??? jg bt Luna yg sama semangatnya spy mamanya....
Hebat jeng..ibu bekerja di lapangan..apalagi gadis kecil Luna ikut mendukung, semangat ya!! Kalo aku 2 bulan masuk kerja masih bisa menghindar dinas luar kota..jadi minta jadwal dinas dalam kota (makasih kpd boss dan teman2 di kantor atas pengertiannya). Selain itu aku pilih gak nginep di hotel dan syukurlah suami mau jemput..(Makasih ayah..cium bwt ayah)
@ valvi : sedih ya denger si kakak bilang begitu... Kalo aku si mas hanif (11y) dan mbak aisha (8y) sering bilang..coba kalo ibu jadi bu guru di sekolahnya..jadi bisa ditungguin ibu terus..kalo baby shofiyya belum bisa komentar. Sedih dan merasa bersalah..apalagi kalo nilai ulangannya lagi jelek...tambah sedih lagi. Tapi setuju sama Slesta quality time lebih penting apalagi kalo quantity nya kurang
@mamas salam kenal nice to meet u
Ah, saya dulu juga bercita2 jadi jurnalis tp malah "nyemplung" di pabrik :D. Wah enak ya kalau kerja bisa sambi bawa anak gitu. Seru!. Salam buat Luna ya bun :-)
nice story, tfs ya fis...
ini fisa yg kemarin ikut acara story telling kan?
iyaa hebaat, sambill kerja ngeliput acara, cekatan juga nyuapin luna :) dan kayanya luna udah ngerti ya, fis?
anyway, i feel you too, walo masih menghindar tugas keluar kota, tp gimana gitu ninggalin el lembur... cuman ya for nowe, that's the best option and i chose it, so harus tough jalaninnya :)
bener jugaa yg penting kualitas pas lagi sama anak :))