Uang Jajan Anak
Pendidikan: S1 Pertambangan - ITB.
Sertifikasi di RFA & QMPC.
Independent Financial Planner di Quantum Magna Financial Indonesia.
Dalam 1 bulan ini, saya agak-agak kaget dengan temuan fakta tentang uang jajan anak.
Kesannya ga penting banget, apa sih artinya uang jajan anak. Tapi coba deh, ditelaah fakta di bawah ini.
Fakta 1:
Keponakan saya cerita, salah satu temannya (anak SMP kelas 1) punya uang jajan reguler 2jt/hari. Yup, per hari, bukan per bulan. Total dalam sebulan, asumsi 20 hari sekolah, maka si anak ini punya uang jajan 40jt/bulan. Wow! Temuan fakta soal uang jajan yang heboh ini, diperkuat dengan cerita supir saya yang berteman dengan supir si anak kaya. Jadi confirm, kejadian!
Sementara keponakan saya hanya dikasih uang jajan Rp 10.000/hari, dia cerita kalau pergi-pergi, main, makan-makan, ya sering ditraktir sama si anak kaya. Ck ck ck, orang cari gaji segitu, anak ini hanya pakai uang sebesar itu untuk jajan dan traktir teman-teman dan supirnya. Hebatnya anak ibukota.
Fakta 2:
Salah satu sepupu saya, anak TK, usia 5 tahun. Hasil ngobrol dengan ibunya beberapa minggu lalu. Si ibu cerita, kalau anaknya ternyata hobi jajan. Setiap pulang sekolah, selalu mampir ke mini mart untuk jajan. Karena yang jemput adalah kakek, maka si kakek yang sayang sama cucu ini, tidak tega menolak. Sekali jajan di minimart, minimal habis Rp 50.000/ hari. Dan anak usia ini sangatlah pintar memilih kata-kata, kalau permintaannya ditolak, dia akan bilang begini, “Ga apa-apa Kek, Mama dan Papa bekerja cari uang untuk saya kok, jadi boleh dipakai jajan.” Hihi... pusing kan?
Fakta 1 dan 2, saya peroleh dari kondisi kota Jakarta. Well, mungkin orangtuanya punya penghasilan yang sangat besar sekali. Sehingga tidak jadi masalah untuk kasih uang jajan sebesar itu pada anak. Buat sebagian orang tua kota, itu hanya sebagian kecil dari gaji yang mereka punya. Ga masalah.
Ehm, apakah benar ga akan jadi masalah? Sepertinya ini adalah masalah sepele, tapi bisa jadi masalah besar kalau kita, sebagai orangtua tidak tahu batasannya. Artinya kita sedang membantu anak kita sendiri menjadi generasi jajan.
Fakta 3:
Fakta terakhir, yang paling membuat saya tercengang. Fakta ini saya dapat, ketika berkunjung ke salah satu pedesaan di daerah Lombok. Awal bulan, saya mendapat undangan untuk memberikan edukasi cara pengelolaan uang sederhana kepada sekumpulan ibu, yang menjadi kepala keluarga. Karena suami tidak ada/meninggalkan mereka. Saya benar-benar salut pada mereka karena perjuangannya, secara mental pasti terguncang karena tiba-tiba ditinggal suami. Tapi mereka tetap bisa bertahan untuk menopang kehidupan keluarga karena anak-anak tinggal bersama ibu. Setelah melakukan obrolan ringan, dimulailah sesi mengisi data keuangan. Saya dan teman saya,
berkeliling membantu para ibu ini untuk menuliskan pengeluaran harian dan bulanan mereka.
Ternyata selain masalah sumber penghasilannya sedikit, masalah pelik lainnya adalah masalah uang jajan anak. Ada seorang ibu, pekerjaan buruh tani, total penghasilan bulanan Rp 150.000. Tapi dia tetap harus kasi uang jajan pada anak sebesar Rp 3.000 per hari. Akhirnya total pengeluaran ibu ini menjadi Rp 230.000. Demi menutupi kekurangan, beliau meminjam kiri kanan. OMG! Fakta yang satu bikin saya pengen nangis. Ibu, kok bisa? Hanya demi uang jajan anak, akhirnya berhutang. Kewajiban sebagai orang tua, adalah memberi makan, bukan jajan. Ternyata masalah ini tidak hanya terjadi pada 1 ibu, tapi pada 20 ibu lainnya. Well, this is a BIG problem.
Karena menurut para ibu ini, kalau anak nya tidak dikasih uang jajan, anak akan marah-marah, nangis, lempar barang. Malu sama tetangga, jadi ya sudah dikasih saja. Akhirnya sesi mengisi form keuangan, berubah menjadi sesi konsul ibu-anak. Saya ceritakan apa yang saya lakukan pada anak saya, umur 5thn. Saya kasih uang jajan, iya, tapi hanya 1 minggu 1x dan hanya sebesar 5000 rupiah. Tidak lebih. Saya bilang bahwa kita sebagai ibunya yang punya kendali atas anak, beri pelajaran tentang uang sejak dini, jajan/belanja boleh, tapi tentu ada batas. Para ibu di Lombok ini, hanya mengangguk dan senyum-senyum. Pastinya apa yang saya sampaikan tidak bisa langsung berefek, tapi setidaknya saya ingin mereka tahu bahwa yang dilakukannya adalah salah. Itu bukan sayang anak, tapi menjerumuskan anak.
Konsumerisme sudah menyerang pelosok desa, anak-anak kecil di kota dan desa sama saja ternyata. Kalau kita melihat fakta 1-2-3, kenyataan yang menyedihkan terjadi. Dan yang lebih menyedihkan lagi, karena para orang tua nya tidak merasa salah telah melakukan hal ini. Mereka malah berpikir bahwa dengan memenuhi semua keinginan anak, mereka telah menjadi orang tua yang baik. Garisbawahi perbedaan kata antara kebutuhan dengan keinginan. Sebagai orang tua yang baik, kewajiban kita memenuhi kebutuhan anak kita, tapi tidak semua keinginan nya. Uang jajan terlihat sepele dan kecil, tapi justru dari hal kecil inilah bisa terus bergulir menjadi besar. Dengan pemberian uang jajan, anak merasa diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk berbelanja.
Jadi boleh kah anak diberi uang jajan? Boleh tentu. Karena kita mengajarkan mereka untuk mengatur uang nya. Pemberian uang jajan ini pun harus disertai kontrol dari para orang tua. Ingat bahwa anak kita akan membesar dan dewasa, beri pelajaran yang benar tentang uang dari kecil, bila salah, mereka akan tumbuh dengan pemahaman yang salah pula. Dan para orang tua, ingat, jangan hanya sibuk memberi uang jajan harian, tapi uang sekolah untuk anak kita S1 belum disiapkan. Hidup harus seimbang, uang kita saat ini adalah untuk sekarang, besok, dan hari depan.
Artikelnya pas banget nih. Sedang berpikir untuk kasih uang jajan keisha (5yo). Mungkin istilah lebih tepatnya uang saku ya. Karena makan siang sudah disediakan di sekolah. Jadi tidak jajan lagi.
Tapi eh tapi diluar sekolah sering banget minta jajan. Dirumah pun kalau lihat iklan atau lainnya pasti dia kepengen beli. Makin besar makin banyak yg dia mau beli.
Saya mau mengikuti langkah mba fitriavi. Uang saku 5000rupiah hanya diberikan 1x seminggu. Selanjutnya dia akan saya ajari untuk mengatur keuangannya.
Tfs mb
Mau nambahin fakta ke-4 ah :) (ga kasi solusi, malah nambah perkara)
Ada malah kerabat yg kurang mampu, sampe minta2 bantuan untuk sekolah anaknya, anaknya di SMP negeri, BOS, ga bayar, jd paling dia minta klo pas beli seragam sekolah, pas ada kegiatan sekolah, dsb, jarang2lah. Jd kami yg juga sayang sama anaknya seneng2 aja bantunya, kasian kan unt pendidikan gitu, kmi pikir mungkin penghasilan ortunya emang cuma bisa buat sandang pangan papan aja
Yang bikin miris adalah, ternyata si ponakan itu tiap ke sekolah selalu dibawain uang , mayan.. Rp 10rb/hr.. gubrak! dan ini diluar transport pula.. katanya itu buat jajan dan pulsa..
bener2 deh ah.. ga jelas jadi prioritasnya..
mudah2an deh ntar pas anakku masuk usia sekolah (SD gtu), aku ga kejeblos masalah yg sama (uang jajan), jangan2 skrg komentarin sodara, 2 thn lagi ngulang kesalahan sama..nauzubillah.. skrg sih anak masih playgrup,.. cukup dibekelin nasi/roti, susu UHT, sama duit nabung di skolah, udah ga minta macem2..
Bagus mba artikelnya, aku ijin share ya, di web sederhanaku :
www.myhobbi.weebly.com. Semoga bisa berguna buat yang lain.
Kadang lebih menyedihkan kalau kita tau kalangan bawah dengan penghasilan pas-pasan anak-anaknya jajan lebih banyak daripada kita lhooo..
Staf kantor dengan gaji UMR cerita anaknya umur 15bulan, setiap hari jajan di warung minimal 5ribu..
Kalau ga dikasih uang dia nangis jerit-jerit.
Bahkan anaknya itu berani ngutang ke warung dan pas si ibunya lewat ditagih sama tukang warung terkaget-kaget lah si ibu anaknya ngutang 100ribu lebih di warung.
Mengejutkan yaa??
saudara saya pun ada yg seperti cerita diatas..
diberi jajan hampir 10x UMR setiap bulan.
dan kartu kredit dengan limit puluhan juta.
Karena ayah bundanya terlalu sibuk untuk bisa menemani mereka belanja..
Kebayang kan kalau mereka bekerja harus dapet gaji brapa coba??
Malah ada famili saya yang sekarang sudah bekerja tapi setiap bulan masih harus disuplai uang jajan dr keluarganya.
Karena gaji sama uang jajan berbanding jauh..
padahal gajinya udah belasan juta lhoooo..
Jadi ortu tuh berat yaa..
:(
miris ya?
part ttg famili yang sudah bekerja tapi tiap bulan masih di suplai uang jajan dr keluarga, ini juga yang jadi impact masalah konsumerisme ini. akhirnya sampe gede tetep dimanja untuk dikasih duit, padahal harusnya udah bisa financially independent. dan ternyata di indonesia yang kayak gini banyak, krn orang tua yang ngerasa kasian ama anaknya kalo kekurangan, padahal itu justru tidak mendidik.
WOW, ga bs berkata apa-apa setelah baca artikel ini. Yang ada cuma PR, gimana cara mendidik anak ga terseret arus konsumerisme ini. Yang pastinya harus bermula dari kita sebagai orang tua berkewajiban memberi contoh. TFS mom :)