Budaya Membaca di Belanda, Berawal dari Kebiasaaan dan Kecintaan
Saya senang sekali melihat sudah mulai banyak acara seru untuk anak-anak di tanah air, taman-taman bacaan yang ramah anak, para penulis buku yang menghasilkan buku anak yang bagus-bagus, serta para psikolog yang memperhatikan pentingnya memperkenalkan membaca pada anak-anak. Saya ingin sedikit berbagi tentang bagaimana dukungan pemerintah Belanda untuk memupuk minat baca pada anak-anak.
Tahap prabaca untuk bayi
Saya sempat mengobrol dengan seseorang yang pernah bekerja pada keluarga Belanda. Ia menjaga dua orang anak yang berusia tiga bulan dan tiga tahun. Pola asuh mereka sangat berbeda dengan pola asuh di negara kita. Anak-anak dibesarkan dengan kemandirian dan disiplin, mulai dari pola tidur, makan, dan menyusui. Satu hal paling menarik adalah kebiasaan mereka membaca buku, jadi kedua anak yang dijaganya itu mempunyai waktu membaca buku bersama, termasuk si bayi. Membacakan buku bagi anak-anak adalah satu keharusan.
Beberapa bulan lalu saat ke posyandu untuk memeriksakan tumbuh kembang Faiha, kami mendapatkan selembar kertas oranye dari perpustakaan kota. Ternyata kami mendapatkan satu paket buku bayi secara gratis khusus untuk anak-anak 0–2 tahun, serta panduan bagi orang tua untuk mendampingi anak-anak membaca buku. Hal yang menarik bukanlah gratisnya, tetapi begitu besarnya perhatian pemerintah terhadap anak-anak. Jika kemajuan suatu bangsa dimulai dari minat bacanya, inilah generasi penerus yang dipersiapkan dengan sangat baik.
Cinta itu utama
Yaqdzan paling senang diajak ke perpustakaan, meminjam dan mengembalikan buku sendiri tampaknya menjadi kebahagiaan bagi anak-anak. Semua yang berusia di bawah delapan belas tahun mendapatkan kartu anggota secara gratis untuk meminjam maksimal sepuluh buku selama empat minggu. Faiha yang masih bayi juga punya kartu anggota. Sepulang dari perpustakaan kami akan membawa setumpuk buku yang lumayan berat. Selain buku, perpustakaan juga menyediakan mainan seperti puzzle, serta buku dari kain dan plastik untuk bayi.
Memangnya Yaqdzan sudah bisa membaca? Belum, kok. Ia sering meminta agar ayah atau bunda membacakan buku. Tak jarang ayahnya baru saja pulang, tetapi sudah ada beberapa buku yang dipegang Yaqdzan. Memang kami sebagai orang tua harus bersabar mendampinginya. Anak-anak sangat mudah belajar, berawal dari kebiasaan hingga menjadi kecintaan. Mungkin inilah awal mulai kebudayaan baik ini, budaya membaca!
Area khusus anak di perpustakaan biasanya ramai sekali dikunjungi anak-anak berbagai usia. Mulai dari bayi, batita, balita, sampai anak-anak yang sudah bisa membaca. Bagaimana dengan orang tuanya? Mereka biasanya duduk bersama anak-anak untuk membacakan buku, atau sedang membaca.
Apa saja program perpustakaan?
Mereka mengadakan workshop ke sekolah-sekolah, juga ada kegiatan reading & craft untuk anak-anak setiap minggu. Ada juga kegiatan belajar programming untuk anak usia 7–17 tahun, Art Watch for Children untuk usia 8–18 tahun, Engineering for Kids, Making Treasuries untuk anak usia 6–9 tahun. Acara ini diadakan di berbagai tempat, ada yang gratis dan ada yang bayar. Semua agenda tercantum di situs jejaring mereka sampai beberapa bulan ke depan.
Perpustakaan kota ini memiliki tujuh puluh perpustakaan cabang di sekolah-sekolah, salah satunya di sekolah Yaqdzan. Sekitar dua bulan lalu diadakan sebuah workshop di sekolah Yaqdzan tentang kecintaan anak terhadap buku.
Lima belas menit saja per hari!
Sekolah mengimbau agar orang tua meluangkan waktu lima belas menit saja per hari untuk membacakan buku pada anak-anak, terutama yang berusia 4–6 tahun. Seminar juga diadakan oleh sekolah bagi orang tua untuk membentuk minat baca anak sejak dini. Ada juga acara Kinderboekenweek (minggu buku anak) sebagai ajakan agar anak-anak datang ke perpustakaan yang mengadakan berbagai kegiatan seperti membacakan cerita, melukis, dan beraneka prakarya.
Jika buku adalah jendela dunia, melalui bukulah anak-anak bisa mengenal berbagai macam hal, menambah kosa kata, melatih konsentrasi, menstimulasi indra pendengaran, dan membuat anak-anak bahagia. Orang tua? Cukup konsisten saja membacakan buku bagi anak-anak.
Inspiring banget artikelnya. Semoga negeri ini juga mengarah pada kebiasaan membaca yang fun seperti itu :)
Terima kasih artikelnya mama Ismi. Ini sentilan buat saya yang akhir-akhir ini agak egois. Maunya baca buku bareng tapi gak bacain buku ke anak. Alasan kedua sih karena anak pertama pengin bacain buku adeknya terus. Hehehe
15 menit setiap hari tapi dampaknya luar biasa yaaa... benar-benar kebiaasaan yang harus kita tiru karena hasilnya positif.
artikel yang baguuus! terima kasih mama Ismi.