Anna SurtiNina Family & child psychologist di Klinik Terpadu, Fakultas Psikologi UI, Depok (021-78881150) dan Medicare Clinic, Menara Kadin, Kuningan, Jaksel (021-5274556)

Pernahkah Anda bertanya kepada Mama zaman sekarang, apa saja makanan yang diberikan kepada anaknya? Banyak Mama jaman sekarang sudah sangat sadar gizi, sehingga sangat mungkin Anda mendapat jawaban luar biasa baik tentang makanan yang disiapkan para Mama.

Di sisi lain, kita masih melihat banyak anak disuapi (bahkan sampai anak besar), makan sambil bermain dan berjalan-jalan, dipaksa makan, atau diberi vitamin perangsang makan. Masih ada juga sih anak yang dibiarkan memakan makanan apapun, hanya karena menolak makanan sehat yang telah disiapkan Mama. Jangan lupakan anak yang mengemut terus makanannya, dan Mamanya terus membujuknya makan.

Apa artinya? Rupanya pemahaman tentang makanan sehat belum selaras dengan keterampilan Mama membentuk perilaku makan yang baik. Padahal, asal tahu aja, perilaku makan yang buruk seringkali berujung anak semakin tak suka makan, atau sebaliknya tak mampu menyetop makan sehingga terancam obesitas. Belum terhitung kerugian lain yang sifatnya non fisik seperti sulitnya pembentukan disiplin, sulit belajar ketekunan, kurang bersyukur, dan lain-lain.

Seperti apa sih perilaku makan yang baik? Soal nutrisinya, silahkan berkonsultasi dengan dokter atau ahli nutrisi. Karena saya psikolog, tentu saja yang saya kisahkan di sini adalah pembentukan perilaku makan positif alias pola makan yang sehat secara psikologis.

Ini dia:

      • Makan teratur. Makan berat sehari 3x, makan makanan ringan 2-3x.
      • Makan makanan bergizi. Porsi cukup: tidak berlebihan, tidak kurang.
      • Makan sendiri. Bukan disuapi.
      • Bersama-sama makan dengan anggota keluarga lain.
      • Duduk teratur. Tidak jalan-jalan, tidak sambil main, tidak sambil nonton.
      • Dikunyah dan ditelan. Tidak diemut / disembur.

Kalau Anda membiasakan pola makan yang sehat secara psikologis, sebetulnya Anda juga menstimulasi berbagai perkembangan berikut lho:

Perkembangan Fisik 

o Belajar menyempurnakan koordinasi motorik halus, lewat belajar menggunakan sendok dan garpu. Yang tadinya ia sangat berantakan, lama-kelamaan bisa semakin rapi karena koordinasi motoriknya semakin baik.

o Risiko obesitas berkurang, karena anak mengenal kapan lapar dan kapan kenyang. Bandingkan anak yang makan sambil bermain atau nonton, mereka cenderung makan saja tanpa kesadaran. ‘Kenyang’ pada anak yang menonton atau main bisa karena tak mau diganggu atau bosan, sehingga kita juga kesulitan menebaknya.

o Anak jadi sehat, terutama apabila makanan yang diasup bergizi seimbang. Sehat adalah dasar dari berbagai perkembangan lain lho.

o Menyempurnakan koordinasi otot-otot bicara, agar berkurang risiko telat bicara. Oleh karena itu, berikan MPASI sesuai tahapan. Memang sih terkadang anak menolak, biasanya karena belum terbiasa. Tapi kalau terus diperkenalkan dalam suasana menyenangkan, dijamin lama-kelamaan anak suka.

 

Perkembangan Kognitif dan Bahasa

o Anak lebih cerdas, karena makan sendiri adalah gerak aktif bertujuan, yang akhirnya menstimulasi dirinya sendiri.

o Wawasan semakin luas tentang warna (dari warna-warni makanan yang disajikan), bentuk (berbagai potongan bahan makanan), rasa (dari padu-padan bahan dan bumbu), tekstur (keras-lembut-kasar-halus bahan makanan), mengenal aneka bahan makanan, ataupun asal daerah makanan tersebut (misalnya rujak cingur dari Jawa Timur atau pindang ikan patin dari Palembang). Tentu saja wawasan akan jadi luas kalau ada orang lain yang memperkenalkan sembari anak menyantap makanannya.

o Belajar atensi, yaitu memperhatikan apapun yang ada di meja makan atau piringnya.

o Belajar konsentrasi, yaitu mempertahankan atensi pada makanan dan proses makan. Anak yang makan sambil menonton atau bermain, maka konsentrasinya akan terbagi, dan kurang belajar untuk mempertahankan konsentrasi dalam satu kegiatan.

o Memahami proses kerja, terutama ketika anak tahu bahwa makanan bukan asal jadi, namun harus dimasak dari bahan makanan mentah. Dalam proses memasak, kita juga dapat mengenalkan perubahan kimia (misalnya makanan masak tak dapat kembali mentah lagi) dan fisika (misalnya makanan panas bisa dingin).

o Kecerdasan intrapersonal meningkat, belajar mengenali sinyal lapar & kenyang untuk hindari obesitas, belajar mengenali makanan apa yang disukai dan cara apa yang bisa dilakukan jika mendapatkan makanan yang kurang disukai.

o Jumlah kosa kata anak bertambah, khususnya kosa kata dari bidang boga. Apabila selama proses makan juga ada obrolan tentang hal-hal lain, tentu saja kosa kata dalam bidang lain juga meningkat. Selain kosa kata, tentunya logika bahasa juga lebih dipahami.

 

Perkembangan Emosi

o Anak lebih disiplin, terutama apabila makan pada jam yang relatif sama setiap harinya.

o Anak cenderung merasa lapar pada jam-jam makan, sehingga lebih mudah diajak makan – lebih penurut! Pada saat lapar, anak lebih mudah diajak menyantap makanan bergizi sehingga jadi lebih sehat.

o Berkurangnya risiko tantrum (marah besar), karena keteraturan rutinitas harian, anak sudah mengenali situasi-situasi yang akan dilaluinya.

o Meningkatnya ketrampilan mengambil keputusan, dalam proses makan anak dimulai dari menentukan mana yang mau dimakan lebih dulu, apakah buncis, wortel atau yang lainnya.

o Belajar ketekunan, terutama apabila anak diajari untuk menuntaskan makan sebelum melakukan hal lain. Jika ia sangat ingin bermain, katakan, “Boleh kok main, setelah kamu menghabiskan makananmu.” Dengan demikian, ia tahu bahwa ia bukannya dilarang main. Ia juga jadi belajar mana yang wajib (menghabiskan makanan) dan mana haknya (bermain).

o Belajar kesabaran, dimulai dari menunggu makanan disajikan, menahan keinginan bicara ketika mulut penuh makanan, sampai menahan keinginannya untuk main kalau makanan belum dihabiskan.

o Anak belajar menghargai proses makan, mensyukuri anugerah apapun yang diberikan Tuhan sebagai makanan, dan jadi lebih bahagia. Tentu saja ini perlu diingatkan orang lain, tak bisa dia pahami sendiri.

 

Perkembangan Sosial

o Belajar perlakukan makanan sesuai kebiasaan yang berlaku di daerah tersebut. Misalnya ada makanan yang bisa langsung dimakan, ada yang harus dicelup dalam saus dulu.

o Belajar etiket makan yang berlaku di daerah tersebut, seperti orang yang lebih tua mengambil makanan dulu, mengambil makanan di piring saji tidak menggunakan sendok makan, dll.

Banyak sekali kan manfaat makan. Ini semua akan lebih sulit didapat ketika Anda membiarkan si kecil asal makan tanpa memperhatikan perilaku makan yang sehat secara psikologis. Sayang kan.

So, mulai dari sekarang, ayo ubah perilaku makan anak jadi lebih positif. Ajak anak sehat fisik dan sehat psikologis.

Related Tags : ,

14 Comments

  1. avatar
    Honey Josep January 29, 2020 6:58 pm

    informasinya lengkap sekali mengenai kebiasaan makan yang baik untuk anak. Tfs mbak Anna :)

    1. avatar

      As .



  2. avatar
    Intan Rastini March 19, 2018 9:20 am

    Berarti harus dibiasakan makan bersama keluarga di meja makan, ya...

    1. avatar

      As .



  3. avatar
    vita amanina December 20, 2013 12:30 am

    HuAaa, niat awalnya ngajarin yama pola makan sehat. Tapi ujungnya skg lebih sering disuapin daripada makan sendiri. Gak ngemut sih, apa aja juga doyan sayur buah daging segala macem. Tp kalo makan nasi ya terlanjur disuapin biar cepet beres. Hix. Semangat ah ngrubah pola makannya. Kudu niat kenceng dan keluar jurus modifikasi perilaku nih kayaknya. Artikel bagus, Makasih ya mbak Anna.

    1. avatar

      As .



  4. avatar
    Lydia Amrina July 30, 2013 12:12 pm

    jika sudah salah dari awal, apakah masih bisa diubah mbak, anak saya usia 7Y dan 4 Y

    1. avatar

      As .



  5. avatar
    yusticia April 23, 2013 3:35 pm

    baguuuss infonya... Au (6.5 M) dah mulai MPASI n kami nyuapin cukup ditempat.... ga digendong, ga jalan-jalan, ga nonton2.... semoga bisa terus kayak gitu.... (melihat ponakan kalo makan ada drama : jalan2, tangisan dan jeritan karena dibiasain...)

    1. avatar

      As .