DIY Chalkboard Wall Untuk Anak
Siapa di sini yang anaknya hobi corat-coret? Hampir semua anak pasti hobi corat-coret ya, karena memang salah satu tahapan tumbuh kembang anak ya seperti itu. Raffi juga suka coret-coret, dan ternyata hobi corat-coretnya sampai kemana-mana. Mulai dari meja, sofa, kertas, lantai, tembok sampai kadang badan Papihnya ikut dicorat-coret juga.
Kreatif ya?
Walau begitu, saya tetap mengajari Raffi untuk menulis atau menggambar pada media yang tepat, seperti kertas, buku, dan lainnya. Menurut saya pribadi, sayang kalau corat-coret tembok. Kotor, euy. Secara rumah yang kami tempati sekarang belum rumah sendiri. Perabotan sudah ditata rapi-rapi malah dicoreti dan membuat tampilannya kurang bagus. Sayanglah, mengapa si anak tidak kita arahkan saja untuk mengeksplorasi dan menyalurkan kreasinya pada media yang tepat?
Salah satu media yang bisa saya gunakan agar Raffi dapat menggambar sepuasnya adalah papan tulis. Namun papan tulis besar harganya tidak murah. Untuk papan tulis kecil, hanya sebatas itu saja. Raffi juga pasti masih ingin menggambar, tetapi papannya sudah keburu penuh. Sayang, 'kan?
Saya jadi ingat saat sekolah dulu pakai papan tulis. Rasanya menggambari satu papan yang besar itu kok menyenangkan sekali. Apalagi kalau misalnya kapurnya warna-warni, rasanya indah ya. Urban mama-papa yang termasuk generasi belajar di sekolah pakai papan tulis kapur pasti mengerti rasanya.
Setelah lihat-lihat di pinterest, ada inspirasi untuk membuat papan kapur tulis sendiri dengan menggunakan cat dinding. Ternyata bisa juga ya. Hasil papannya besar dan anak pun puas menggambarnya.
Namun butuh waktu lama sampai Papihnya Raffi memperbolehkan saya mengecat dinding dengan warna hitam. Dari beberapa anggapan yang umum, cat warna hitam itu identik dengan penampakan kotor dan sarang nyamuk. Dengan alasan 'papan tulis' baru ini akan sesuai dengan tema rumah hitam-putih kami, Papih pun luluh setelah dua tahun rencana tersebut saya utarakan kepada Papih.
Akhirnya Papih bilang OK. Awalnya bingung mau ditaruh dimana ya dinding hitamnya, secara rumahnya mungil minta ampun. Setelah dipikir masak-masak, akhirnya dinding di belakang meja makan disulap jadi papan kapur tulis. Dindingnya dicat warna hitam, meja makan kami warnanya pun hitam. Setelah dilihat-lihat lagi, ah ternyata bagus-bagus saja sih.
Ini bagian dinding yang mau saya cat. Tepat di belakang meja makan, tetapi cukup untuk Raffi bermain.
Setelah desain ruangan jadi, saya langsung cari tempat yang menjual cat khusus papan tulis. Catnya saya dapat di ACE Hardware dengan harga Rp. 118.000,- (kemarin lagi diskon). Saat membeli catnya, warnanya plain dan dicampur langsung di toko menggunakan takaran dan mesin. Saya kurang tahu kalau tempat lain yang jual, urban mama-papa bisa mencoba cari dengan bilang saja mau beli cat dinding khusus kapur tulis.
Selain itu, yang harus saya punya adalah kuas catnya. Karena bingung mau pakai kuas cat yang mana, saya memilih kuas yang agak besar. Selesai membayar, suami tiba-tiba bilang kok beli kuas yang itu, lebih mudah kalau pakai kuas berbentuk roll saja. Lebih cepat, katanya. Ah sudah barang sudah dibeli ini. Ayo langsung saja kita cat dindingnya.
Berikut langkah-langkah mengecat dinding untuk membuat chalkboard wall:
1. Tentukan area di rumah yang akan dicat.
2. Beri pembatas area menggunakan selotip yang tidak merusak dinding.
3. Jangan lupa alasi lantai sekitar dinding yang sedang dicat dengan kertas sisa atau kertas koran sebagai alasnya. Penting sekali agar cat yang jatuh saat pengerjaan mengecat dinding tidak mengotori lantai.
4. Aplikasikan semua cat hitam pada area yang sudah ditentukan. Tunggu sampai cat benar-benar kering.
5. Ulangi lagi melapis cat yang sudah kering agar warna catnya pekat dan sempurna menutup dinding. Biarkan cat mengering atau panasi dengan lampu atau hairdryer.
6. Lepas selotip pembatas tadi. Dengan menggunakan selotip ini, akan tampak garis batas area pengecatan sudah jadi lebih rapi.
7. Keringkan sampai 2-3 hari, setelah itu chalkboard wall siap dicorat-coret sepuasnya.
Saya membiarkan cat dindingnya kering benar sebelum boleh digunakan sampai sekitar tiga hari. Gara-gara ingin cepat mencoba digambari kapur, ternyata catnya malah mengelupas dan ketika dihapus banyak bocel disana-sini. Jadi sebaiknya tunggu saja sampai cat dindingnya benar-benar mengering, agar urban mama-papa tidak perlu kerja dua kali.
Dan inilah untungnya saya beli kuas cat, jadi bagian-bagian yang terkelupas itu bisa segera diatasi dengan ditutupi lagi pada spot-spot tertentu. Untuk ukuran dinding 200cm x 100cm, saya butuh cat sebanyak 1/2 kaleng saja. Simpan saja catnya, untuk jaga-jaga siapa tahu ada yang terkelupas seperti pengalaman saya ini.
Setelah mengecat, jangan lupa kuasnya direndam dan dibersihkan agar nanti dapat digunakan kembali. Sekali lagi, jangan lupa saat mengecat dindingnya harus 2-3 kali pengulangan dan dari setiap pelapisan ditunggu sampai benar-benar kering.
Untuk kapurnya, selalu gunakan kapur yang sesuai dengan usia anak dan tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya untuk anak. Mulai dari debu serpihan kapur atau kapur yang suka membuat tangan panas setelah memegangnya. Ada banyak merek kapur tulis yang aman untuk anak seperti chunky chalk ELC, atau kapur warna-warni seri Mala dari IKEA. Tinggal pilih saja yang mana yang disuka.
Oh iya, sisa cat juga bisa digunakan untuk membuat label, membuat chalkboard wall untuk menu makanan di dinding dapur, atau tulisan motivational quote yang ditulis pakai kapur.
Lalu benarkah kalau cat dinding warna hitam mengundang nyamuk banyak masuk ke rumah? Menurut saya, tidak juga ah. Tergantung penghuni rumahnya apakah rajin menjaga kebersihan rumah atau tidak. Sejauh ini di rumah kami bersih-bersih saja. Bekas serbuk kapur pun tinggal disapu dan dipel saja seperti biasa.
Untuk menghapus kapur di dinding chalkboard ini mudah sekali, tinggal hapus dengan lap lembap atau sedikit basah hingga bersih. Selesai. Sederhana sekali, setelah itu chalkboard wall-nya bisa kembali digambari.
Bagaimana dengan reaksi Raffi? Pertama kali melihatnya, dia tampak bingung: ini dinding apa kok cat hitam begitu. Lalu saya contohkan menulis dengan kapur, kemudian ia pun mulai mengikuti. Sekarang kalau lagi ingin corat-coret, Raffi otomatis langsung ke dinding papan kapur tulisnya. Tidak sulit kok mengajari anak untuk ikutan rapi dan bersih. Anak pun jadi belajar menghargai barang di rumah, mana yang boleh dicorat-coret dindingnya dan mana yang tidak. Kalau mau menulis pakai pulpen atau cat air, saya juga menyediakan kertas atau kanvas untuk Raffi. Kita sebagai orangtua tinggal mengarahkan saja, karena anak itu pintar menyerap informasi.
Karena sekarang punya chalkboard wall, saya dapat sekalian menggunakannya untuk permainan Montessori bersama Raffi. Punya chalkboard wall seperti ini ternyata menyenangkan dan banyak manfaatnya. Semoga menginspirasi ya, teman-teman Urban mama. Selamat mencoba!
Asyik ya punya chalkboard segede gaban.. Kreatif banget mbak! Tapi mbak echa kok pilih dekat meja makan? Aduh, takut serbuk debu kapurnya kena makanan yang ada di dekat meja makan itu.
mama sisca bisa buat tembok kecil, papan kayu dll kok mbak. *maksa xD
mama indah hayukk bikin hyukk
mama ninit : iyaa puas gambar corat coretnya mbak xD
mama tarie disesuaikan sama ruangan dirumah saja mbak. ini memang space yang sengaja aku bikiin hitam xD