Healthy Inside Out

Sebagai orangtua, tentunya kita mengharapkan anak-anak dalam hal ini remaja agar sehat secara fisik dan mental. Ada banyak cara untuk membantu remaja kita dalam mencapai hal tersebut, tetapi karena kesibukan serta mungkin kurangnya pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan fisik serta sisi emosional anak, terkadang terjadi ketidakseimbangan antara kesehatan fisik dan mental tersebut.

Lalu bagaimana menyeimbangkannya? Orangtua dan pendidik sangat berperan dalam hal ini, sehingga perlu sekali mencari informasi yang tepat demi menyeimbangkan dua hal di atas.

Belum lama ini, saya menghadiri sebuah acara bertema "Healthy Inside Out" yang berlangsung di Workroom Cikini dengan dua pembicara ahli, dr. Fiona Esmeralda dan Anna Surti Nina.

Acara ini dikhususkan bagi anak usia 9-15 tahun, tetapi orangtua dipersilakan untuk ikut mendengarkan. 

Dokter Fiona Esmeralda, MM mengajak anak-anak dan remaja yang hadir untuk lebih memperhatikan asupan makanan mereka.

Remaja rata-rata membutuhkan sekitar 2.200 sampai 2.800 kalori per hari, sesuai dengan umur serta aktivitas fisik mereka masing-masing. Lalu bagaimana caranya kita tahu bahwa kalori yang masuk kurang lebih sesuai dengan yang kita butuhkan?

Memperhatikan label makanan adalah salah satu caranya. dr. Fiona menyarankan remaja untuk mempelajari nutrition facts seperti di bawah ini. Cek jumlah kalorinya dan ingat, jumlah kalori harus dikalikan jumlah porsinya.

Jadi misalnya ada makanan yang kalorinya hanya 100 tapi serving per container-nya misalnya 4, artinya kalori dari satu kotak makanan itu bukan 100, melainkan 400.

Dokter Fiona juga memberi contoh mana makanan sehari-hari yang tinggi kalori, mana yang rendah kalori. Misalnya, satu paket makanan cepat saji mengandung sekitar 1.300 kalori, sama dengan jumlah kalori 18 buah apel merah.

Tidak hanya pada makanan, dalam memilih minuman kita pun harus ekstra hati-hati karena kandungan gula dalam minuman kadang tidak terduga. Lihat saja tabel di bawah ini yang memperlihatkan bahwa salah satu minuman bersoda favorit anak-anak ternyata mengandung gula yang sangat banyak.

Dokter Fiona memberikan tips singkat bagi anak-anak remaja dalam memilih makanan dan minuman yang hendak dikonsumsi sebagai berikut:

Hindari makanan dan minuman yang tinggi gula, tinggi garam, pengawet, pewarna, serta bahan kimia. Sebagai gantinya carilah makanan dan minuman yang tinggi serat, rendah garam, rendah gula, masih segar, dan organik. Dan jangan lupa untuk memeriksa tanggal kedaluwarsa serta label halal bagi yang muslim.

Setelah sesi bersama dr. Fiona, acara workshop dilanjutkan dengan sesi dari psikolog Anna Surti Ariani yang biasa disapa Nina.

Mbak Nina mengajak anak-anak untuk mengenali diri sendiri termasuk emosi-emosi yang mereka rasakan. Seperti adanya rasa marah, rasa takut, senang, dan lain sebagainya. Menurut mbak Nina semua emosi yang kita rasakan itu normal namun sebagai anak yang mulai beranjak remaja, kita perlu mengontrol emosi-emosi tersebut agar kehidupan kita menjadi lebih bahagia dan seimbang.

Misalnya saat kita memiliki emosi negatif hal tersebut harus segera diatasi karena jika tidak, emosi negatif tersebut akan memberi efek jelek pada kehidupan kita, misalnya kita menjadi cepat lelah, sering bermasalah dengan orang lain sehingga menyebabkan kita kehilangan teman, sampai kemungkinan menderita penyakit psikologis.

Emosi membuat kita berekspresi, dan beberapa ekspersi yang ‘enggak banget’ adalah cyberbullying, menyakiti diri sendiri, membahayakan orang lain, dan mabuk-mabukan.

Nah, tentu saja kita dan para remaja tidak mau berekspresi seperti itu, kan?. Ada beberapa hal yang disarankan oleh mba Nina untuk mengatasi emosi dan perasaan meledak, yaitu bernapas, menangis, bergerak, berkegiatan seni, dan bercerita. Ya, berceritalah pada  orang tua, teman, dan ahli jika memang diperlukan.

Salah satu hal yang digaris bawahi oleh mba Nina adalah bagaimana agar anak dan remaja bisa memiliki pertemanan yang sehat.

Mbak Nina memberi contoh ciri-ciri pertemanan yang tidak sehat antara lain berat sebelah, saling mengejek, posesif, menguras pikiran, dan menuntut kepatuhan. Sebaliknya pertemanan yang sehat adalah yang seimbang, saling memberi dukungan positif, menghormati perbedaan, dan terutama kita merasa aman dan nyaman dalam berteman.

Nah, Urban Mama, bantu remaja kita untuk lebih sehat luar dalam, yuk …

0 Comments