My Happy Pregnancy
Saya Siap, Maka Saya Hamil
Terus terang, ketika itu saya masih takut menjalani kehamilan yang konon berat, apalagi melahirkan yang rasanya aduhai. Wajar dong, menurut saya hampir semua wanita merasakan hal ini, tentu dengan toleransi yang berbeda. Hanya saja tidak semuanya berani untuk mengungkapkan ketidaksiapan ini, bahkan ada juga yang mengaku-ngaku siap. Salah seorang teman akhirnya mengakui ketidaksiapannya, sementara saat itu dia sudah telanjur hamil 2 bulan. Nah, lho? Dia mengatakan ketakutannya menunda kehamilan, takut menolak karunia Allah dan sulit hamil lagi jika berkontrasepsi.
Kesiapan calon orangtua sangat penting untuk mendapatkan kehamilan yang berkualitas demi ibu dan calon bayi. Tidak terbersit di pikiran kami menolak karunia Allah. Memulai dengan niat dan kesadaran adalah kunci menjalani kehamilan dengan nyaman, tidak dipaksakan. Menurut saya, ini adalah salah satu dari hak reproduksi perempuan. Perempuan berhak memilih kapan waktu yang tepat untuk hamil. Dan kemudian, suami saya berinisiatif menggunakan kontrasepsi kondom, yang secara klinis aman dan mudah apabila ternyata kami menginginkan segera hamil.
Kami meyakini bahwa Allah paling tahu saat yang tepat untuk memberikan karunianya kepada kami, dan kami juga meyakini bahwa kehamilan akan lebih baik apabila kedua calon orangtua siap secara mental dan spiritual. Saya bersyukur dengan kehamilan saya yang begitu terencana, dari pemilihan waktu untuk memulai program kehamilan, mempersiapkan masa prakonsepsi dan memperkirakan waktu kelahiran. Saya mendatangi dokter kandungan 3 bulan sebelum hamil untuk memastikan kondisi saya prima, begitu juga rahim sebagai tempat calon buah hati kami. Saya dan suami berusaha menjaga pola hidup sehat demi mendapatkan kualitas sel telur dan sperma yang juga prima.
Memang pada prosesnya terjadi juga beberapa hal diluar rencana, namun semua teratasi dengan baik, salah satunya karena kami dalam keadaan sadar dan siap.
Akhirnya, Saya Berani Hamil dan Ternyata Menakjubkan!
Saya dibuat takjub oleh perasaan saya sendiri. Entah dari mana datangnya, memasuki tahun kedua pernikahan, saya memiliki keberanian untuk hamil dan melahirkan. Secara alami saya ingin mempunyai anak. Mengapa saya mendadak saya menyukai anak-anak? (Padahal sebelumnya sering kesal dan tidak sabar dengan anak tetangga). Mengapa tiba-tiba foto bayi di majalah tampak lucu? Ketakutan pada beratnya hamil dan sakitnya melahirkan menguap entah ke mana. Saya menjadi sangat berani. Saya memandang setiap kehamilan adalah unik, dari situ saya berpikir bahwa saya belum tentu merasakan sakit seperti yang dialami orang lain. Mungkin saja saya justru merasakan kenikmatan dan kemudahan melahirkan, begitu pikiran saya yang terbukti berpengaruh positif dan menumbuhkan keberanian.
Empat bulan pertama adalah masa-masa khawatir ancaman keguguran. Membawa beban harus hati-hati, setiap gerakan harus dipikirkan dan dilakukan secara saksama, setiap makanan yang masuk harus dipastikan bermanfaat dan bukan membahayakan janin. Ribet? Tidak kok, ternyata jika semua dilandasi pengetahuan dan kesadaran bisa dilalui dengan mudah. Menurut informasi dari Google, sebagian besar keguguran yang terjadi disebabkan oleh kelainan kromosom, infeksi kehamilan, dan gangguan pada leher rahim (inkompetensi serviks), dan hanya sedikit yang dikarenakan kelelahan atau si ibu mengangkat beban yang berat. Rahim memang sudah dikondisikan sebagai tempat yang aman dan terbaik untuk makhluk yang masih rapuh bernama janin.
Sambutan suka cita datang begitu banyaknya dari keluarga dan teman. Sesaat setelah mereka tahu saya hamil, saya mendapatkan perhatian luar biasa. Begitu dimanjakan, dan maaf, kadang saya merasa risih dengan perhatian berlebihan. Please deh, saya hamil, bukan sakit. Lihat, saya masih bisa berangkat ke kantor dengan ransel di pundak (tentu saja beratnya tidak lebih dari 3 kg, begitu kata dokter), saya bisa menaiki tangga menuju kantor saya di lantai 3 (dengan berat badan bertumpu pada kaki saat memijak, bukan pada perut), bisa makan dengan lahap setelah paginya berhasil mengatasi morning sickness dengan segelas teh hangat dan biskuit. Semua aktivitas berjalan seperti biasa, bahkan dengan semangat ganda.
Bukan saya tidak mengalami ngidam, mual, gusi ngilu, masuk angin, nyeri ulu hati, pegel pinggang, dan ketidaknyamanan lain selama hamil, tapi saya merasa semua begitu ringan dan mudah. Perubahan hormonal memang berbeda-beda di setiap ibu hamil, tapi sepertinya tubuh saya lebih banyak memproduksi hormon “enjoy and happy” sehingga terus terus membangun sugesti positif dalam diri saya: bahwa saya siap untuk hamil, hamil itu indah dan saya akan mengalami petualangan yang membahagiakan.
Sugesti positif ini juga sangat penting untuk mengatasi cerita -cerita kurang menyenangkan yang mungkin secara tidak sengaja atau tidak disadari tersampaikan juga kepada saya. Cerita tentang si A melahirkan dengan komplikasi, si B melahirkan dengan vakum, bayi meninggal atau lahir cacat dan sebagainya. Dengan terus berdoa, saya menanamkan pikiran positif: kehamilan adalah unik, saya yakin kehamilan saya menyenangkan dan mudah! Saya terus menanamkan sugesti bahwa kehamilan saya sehat, calon bayi saya juga sehat.
Saya pernah mengalami sedih saat kehamilan. Ketika tsunami Aceh terjadi pada Desember 2004, janin dalam perut saya berusia 1 bulan. Setiap hari menonton berita tsunami, diperparah dengan emosi ibu hamil yang konon sangat sensitif membuat hari-hari saya penuh dengan air mata. Saya begitu terbawa kesedihan masyarakat Aceh. Tapi kembali saya kuatkan diri dan ingat bahwa saya tidak sendiri, ada seorang makhluk kecil di perut saya yang ikut merasa sedih. Karena itu saya harus menata perasaan dan bangkit kembali.
Sungguh, rahim adalah maha karya Allah yang disematkan dalam tubuh wanita. Rahim mampu menyokong cikal bakal kehidupan baru (janin) dengan segala fasilitas di dalamnya: suplai nutrisi, darah, antibodi dan udara, serta menahan goncangan menjaga janin pada posisi stabil dengan adanya cairan ketuban, sekaligus sebagai perantara suara dunia luar ke ruang rahim.
Menyaksikan perkembangan dari bulan ke bulan janin saya sungguh membuat saya takjub, ada makhluk lain dalam tubuh saya, berkembang tak hanya fisiknya, tapi juga mental batinnya. Hari demi hari saya semakin mencintainya, dan perasaan saya berbalas. Tidak melalui kata-kata, entah dengan bahasa apa dia sampaikan, saya meyakini dia juga jatuh cinta pada saya.
Dukungan yang Menguatkan
Zaman saya berbeda dengan zaman ibu saya, karena itu saya memilih dokter, buku, majalah, dan internet sebagai panduan kehamilan yang up to date. Nasihat ibu dan kakak-kakak saya adalah pendukung yang menenangkan. Sementara teman-teman adalah tempat saya saling berbagi, membuat saya tidak merasa sendiri dan ini sangat menguatkan saya. Semua informasi saya pilih yang paling masuk akal dan sesuai dengan diri saya, ini lebih menyenangkan daripada saya harus memikirkan mitos yang seringkali terasa memberatkan. Saya sangat bersyukur dapat meresapi nikmatnya kedua momen menakjubkan dalam hidup saya tersebut.
Puncaknya, saya melahirkan lancar dan selamat, keduanya dengan cara induksi spontan (normal). Saya tidak akan berbohong dengan mengatakan tidak sakit, tapi saya jujur mengatakan semua terasa begitu indah dan menakjubkan.
Sekarang, anak-anak saya tumbuh sebagai manusia yang ceria, sehat, optimis, dan bahagia. Apakah karena kehamilan saya yang nyaman dan bahagia? Saya rasa iya.
Jadi urban Mama, berbahagialah saat hamil....
Karna apa yang dialami sang ibu juga bisa mempengaruhi si baby di perut, so .... Harus selalu bahagia biar si baby di perut juga ikutan happy :D
Alhamdulilah saya membaca tulisan Mbak...
Benar bahwa hamil memang tidak mudah.
Dulu, dengan gastritis dan heartburn + keluhan lainnya yang harus saya hadapi setiap hari membuat saya lebih banyak mengeluh nya daripada bersyukur.
Lalu saya sadar mau sampai kapan begini terus, dengan usia kehamilan 22 week dan baby kicks yang makin berasa, membuat saya semakin mencintainya dari hari ke hari.
Banyak teman2 kantor saya yang belum punya anak (ada masalah kista, endometriosis, belum dapat jodoh, dll)
Akankah saya merasa sangat bodoh untuk terus mengeluh dengan keluhan kehamilan yang jauhhh ngga ada artinya dengan nikmat Tuhan yang harus kita syukuri.
Saya belajar dengan banyak bersyukur membuat saya jauh lebih siap dan lebih ringan menghadapi segala keluhan kehamilan ini.
Thanks for share mba... sempet merinding loh saya bacanya, hehehe...
Mba Yolan, selamat atas kehamilannya, semoga lancar dan dimudahkan semua urusan.
Saya senang kalau tulisan ini membantu. Memang ketika hamil perasaan kita campur aduk. Bersyukur saya sempat mendokumentasikan dengan tulisan ini, walaupun yang sebenarnya ingin diceritakan lebih banyak lagi, hehehe...
Sssst...keluhan-keluhan selama kehamilan belum seberapa dibanding nanti pas anak udah lahir, tapi memang Tuhan "membayarnya" dengan kebahagiaan luar biasa.
kalo aku paling sering bilang iya-iya aja, tapi gak dilakuin, hehehe...(maaf ya bu)
Paling sulit menyikapi mitos yang disampaikan oleh orangtua/mertua. Biasanya bikin kita serba salah, antara menolak mitos sama gak mau menyepelekan pengalaman orangtua.
Pinter2 kita nyampein nya klo "ga mau", atau skalian pura2 "iya" didepan mereka. Bukan maksud boong sih,cuman menghargai orang tua aja.. Hehehe..
Iya bener banget,tiap kehamilan itu unik dan beda2 tiap orang. Dulu awal2 hamil segala omongan orang diserap,sampe yg negatif sekalipun. Tp seiring waktu belajar dari cerita2 positif, saya akhirnya bisa menjalani kehamilan dengan santai dan ceria,namun tetep sehat.
Intinya sih...bersyukur..... ;)