On the Other Side of the Table
Saya dan suami memulai hidup baru kami dengan berpindah-pindah. Putri kami, Alma, lahir setelah dua tahun kami tinggal di negeri jiran. Tahun berikutnya saat pindah lagi ke lain kota, akhirnya saya dan suami sepakat mendaftarkan Alma masuk sekolah. Itu tahun lalu, saat menjelang musim panas dan Alma sudah berusia tiga tahun. Kami pikir, mungkin ada baiknya Alma mulai sekolah di barnehage (taman kanak-kanak) agar bisa bisa bermain dan belajar dengan teman-teman seusianya. Di Norwegia, tahun ajaran baru barnehage dimulai awal Agustus. Bulan yang menyenangkan untuk memulai sekolah karena masih dalam suasana musim panas.
Awalnya kami kaget saat mendengar kalau waiting list barnehage milik kommune (setingkat kabupaten) cukup panjang. Kommunal barnehage memang banyak peminatnya karena jauh lebih murah daripada TK swasta. Pendaftaran masuk kommunal barnehage sendiri cukup mudah karena dilakukan secara online. Kebanyakan orangtua di Norwegia memilih sekolah anak yang dekat dengan tempat kerja mereka, kecuali kalau ada salah satu orangtua yang sehari-hari tinggal di rumah.
Beberapa minggu sebelum masuk sekolah, kami 'menanamkan' ide ke Alma kalau Alma sekarang sudah besar, sudah bisa masuk sekolah supaya tambah pintar dan punya teman banyak. Beberapa kali kalau berjalan-jalan melewati calon sekolahnya, Alma selalu bertanya kapan masuk sekolah karena ingin bermain ayunan, perosotan, dan bak pasir di halaman sekolahnya. Seminggu sebelum hari pertama sekolah, guru kelas Alma mengirim email tentang nama para guru dan asisten kelas, tanggal hari pertama masuk sekolah, waktu sekolah, batas waktu penjemputan, peraturan sekolah, serta checklist barang-barang yang harus disediakan. Informatif dan ringkas.
Hari pertama sekolah: sukses! Saking suksesnya sampai Alma tidak mau diajak pulang. Saat datang ke sekolah, kami disambut oleh guru sekolah Alma yang langsung mengantar kami bertiga ke taman bermain di halaman sekolah. Di sana sudah ada lima orang guru yang mengawasi sekitar delapan orang anak dari usia 2 sampai 5 tahun yang sedang bermain. Para orangtua kemudian diantar oleh kepala sekolah berkeliling ke playground, kelas, area dapur umum, ruang istirahat, kamar mandi sekolah serta area sekitar sekolah. Kepala sekolah juga menjelaskan untuk 1-2 hari pertama di sekolah, anak cukup masuk dua jam saja untuk pengenalan. Pada hari ketiga, anak boleh mulai ditinggal dan dijemput seusai makan siang. Keringanan ini boleh dicobakan sampai seminggu. Setelah seminggu diharapkan anak sudah bisa ditinggal sampai sore hari saat dijemput. TK di Norwegia biasanya sekaligus merupakan daycare, diperuntukkan untuk anak usia satu tahun sampai lima tahun dan dibagi menjadi kelas untuk bayi, batita serta kelas kanak-kanak. Satu kelas berisi sekitar lima belas anak, dipegang oleh satu guru dan tiga guru asisten yang semuanya adalah pedagogisk. Siang hari, anak boleh tidur siang di ruangan khusus untuk istirahat. Anak biasanya dijemput sekitar pukul tiga sampai empat sore saat orang tuanya pulang kerja. Keterlambatan orangtua saat menjemput anak menjadi salah satu hal yang akan serius ditangani.
Selama tiga hari pertama, saya ikut ke sekolah tetapi mengawasi Alma dari jauh. Selama Alma bermain, beberapa kali saya perhatikan ia masih menoleh mencari-cari saya. Meskipun begitu, kelihatan sekali Alma menyukai kegiatan bermain di luar kelas bersama teman-temannya.
Saya cukup kagum dengan sekolahnya yang memiliki playground cukup luas, arena bermain, ruang musik serta ruang kelas yang bersih, terang dan besar. Kamar mandinya pun lengkap dengan diaper changing area. Di kelas pun disediakan banyak pojok untuk duduk membaca. Pendidikan anak usia dini di Norwegia memang lebih banyak memberikan porsi bermain terstruktur dan eksplorasi lingkungan sekitar. Dalam sehari, anak mendapat porsi bermain di luar sampai sekitar dua jam. Porsi aktivitas outdoor ini tetap diberikan meski di luar sedang turun salju atau hujan. Kuncinya: harus mengenakan pakaian yang tepat supaya tidak kedinginan atau kepanasan. Setiap anak punya rak kecil (cubby) berisi sepatu, aksesoris serta pakaian lengkap sesuai musim. Orangtua harus rajin memeriksa ketersediannya setiap hari. Dalam kegiatan sehari-hari di barnehage ada kegiatan outdoor, bermain bersama di dalam kelas serta field trip mingguan. Seminggu sekali selalu ada acara field trip kecil seperti piknik ke danau, jalan-jalan ke kota atau mendaki bukit kecil dekat sekolah. Sisanya, anak-anak diberi banyak kebebasan memilih kegiatan yang disukainya. Guru tinggal menyediakan dan mengawasi saja. The goal of the school is all about feel safe and play. Berbeda sekali dengan TK yang selama ini saya kenal di Indonesia. Dengan ini anak-anak belajar dari bermain dan belajar mengenali kalau mereka punya kontrol juga atas dirinya. Tetapi tidak menjadi lepas kontrol, karena kuncinya tetap ada pada pengawasan orang dewasa (guru dan orangtua). Setiap awal bulan, sekolah mengirimkan email lesson plan kegiatan anak-anak kepada para orangtua. Bukan lesson plan yang serius sih, hanya jadwal kegiatan harian dan field trip dalam sebulan serta tema kegiatannya. Persiapan akademis untuk masuk ke sekolah dasar sendiri hanya diberikan setelah anak berusia lima tahun menjelang masuk sekolah dasar. Itu pun tidak menekankan kepada penguasaan baca-tulis-berhitung karena baca-tulis-berhitung sendiri baru diajarkan setelah masuk sekolah dasar.
Setelah tiga hari pertama, Alma pun mulai bersekolah full day. Gurunya hanya minta satu hal: usahakan sebisa mungkin agar saya menjemput Alma agak awal sebelum teman-temannya yang lain dijemput agar Alma tidak merasa ditinggalkan dan untuk membangun rasa percayanya. Sesampainya di sekolah, saya berpamitan ke Alma dan nanti sore Mama ke sekolah lagi jemput Alma. Setelah dipeluk, Alma sendiri yang mengantar saya ke pintu sekolah. Dari jendela, saya amati Alma sudah kembali asyik bermain dengan teman-temannya. Dalam hati saya mengharapkan terjadinya sedikit drama. Ternyata justru kebalikannya, malah saya yang merasa asing ditinggal Alma ke sekolah.
Dua minggu setelah masuk, wali kelas Alma mengundang saya dan suami datang ke sekolah. Undangan wali kelas Alma ini membuat saya senyum-senyum sendiri. Kalau lima tahun yang lalu saya pernah ada di posisi sebagai guru yang mengundang orangtua murid ke sekolah, kali ini giliran kami yang diundang. It's kinda funny, since now that we are on the other side of the table. Di sini, wali kelas Alma menjelaskan kembali peraturan sekolah, sickness policy, jadwal kegiatan kelas, lesson plan, serta hasil observasi Alma selama dua minggu pertama di sekolah. Setelah punya anak yang mulai bersekolah, baru terasa ada gunanya dulu suka-duka menjadi guru. Salah satunya adalah ekspektasi terhadap Alma jadi lebih terukur, baik antara gurunya dan kami sebagai orangtua. Kami juga harus melengkapi beberapa formulir dan surat pernyataan, seperti form kesehatan, surat ijzin field trip serta yang paling menarik: surat pernyataan yang intinya meminta izin orangtua sehubungan dengan pemakaian foto anak untuk kepentingan publikasi sekolah (untuk weekly report, observasi pedagogik, website sekolah atau dimuat di surat kabar lokal yang meliput kegiatan sekolah). Sebenarnya photos policy ini bukan informasi yang terbilang baru, tetapi kami lega mengetahui sekolah mengatur ketat soal foto-memfoto ini.
Semuanya berjalan lancar? Bisa dibilang, tetapi bukan berarti tanpa tantangan. Pastinya ada masa adaptasi. Dulu saat mengajar, ada istilah yang namanya the first six weeks. Enam minggu pertama ini adalah masa-masanya anak, orangtua, dan guru untuk beradaptasi dengan ritme baru kegiatan bersekolah. Semua kegiatan sekolah dan ekspektasi untuk anak disesuaikan dengan masa first six weeks ini. Jadi yang namanya konflik, rasa takut, protes, merengek nangis bercampur excitement saat menjalani kebiasaan baru bersekolah wajar sekali terjadi pada enam minggu pertama ini, Namanya juga adaptasi. Untuk Alma, adaptasinya adalah membiasakan bangun pagi yang dilanjutkan dengan kegiatan terstruktur makan sarapan lalu siap-siap ke sekolah. Apalagi saat musim panas lalu saat matahari bersinar terang nyaris 24 jam, sulit sekali mengatur jam tidur Alma. Bagaimana tidak, pukul 8 malam saja matahari masih bersinar terang layaknya pukul empat sore. Disuruh tidur, jawabannya adalah “Belum malam, Mama… Mataharinya masih terang”.
Tetapi tantangan yang paling terasa oleh kami adalah dari segi bahasa. Sedari awal, kami sudah menduga ini bakal terjadi. Meskipun kebanyakan muridnya berasal dari berbagai negara, tetapi karena sekolah milik Kommune (bukan sekolah internasional) maka bahasa pengantarnya adalah bahasa Norwegia (norsk). Sebenarnya kami cukup lega mengetahui kondisi sekolah yang banyak muridnya berasal dari berbagai negara. Dengan itu, berarti para gurunya sudah terbiasa menangani anak-anak yang saat masuk sekolah sama sekali belum fasih berbahasa Norwegia. Alma sendiri sebelumnya sudah mengenal beberapa kosakata bahasa Inggris terutama kosa kata untuk makan, minum, dingin, serta untuk meminta ke kamar mandi. Ini cukup membantu para guru saat awal-awal berkomunikasi dengan Alma. Untuk membantu Alma belajar kata-kata baru dalam norsk, gurunya membuatkan buku kumpulan kosakata berisi kumpulan gambar benda di sekolah. Di bawah gambar dicantumkan nama benda tersebut dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam norsk. Kalau Alma di kelas minta sesuatu tetapi tidak tahu namanya, Alma diminta untuk menunjuk benda yang dimaksud lalu gurunya mengucapkan nama benda tersebut dan mengajak Alma mengulang pengucapannya. Di rumah, buku tersebut juga Alma baca bersama saya. Lumayan, perbendaharaan kosa kata norsk saya ikut bertambah meski masih sebatas untuk mengerti isi brosur promo belanja mingguan. Sekarang, Alma malah sudah bisa mengoreksi pengucapan saya. Tidak takut nanti Alma tidak bisa berbahasa Indonesia? Saat konsultasi dengan wali kelas, beliau turut menjelaskan konsistensi pemakaian bahasa harus tetap dijaga: di rumah pakai bahasa ibu (bahasa Indonesia), di sekolah tidak masalah kena paparan norsk. Saat anak dipaparkan dengan bahasa baru sambil diajak berbicara, otaknya akan cepat menyerap kosa kata bahasa baru tersebut. Idealnya kalau konsistensi paparan dua bahasa ini bisa dijaga, anak juga akan belajar 'sense' kapan dan di mana bahasa tersebut harus digunakan.
Satu lagi, tentang makanan. Di barnehage, anak-anak disediakan sarapan, makan siang dan camilan sore, semua murid dan guru akan duduk makan bersama. Awalnya saya sempat berpikir kalau penyediaan bahan makanan di sekolah akan menjadi isu juga. Ternyata sebaliknya, sekolah sangat terbuka dengan concern kami akan penyediaan bahan makanan halal, sama halnya seperti menghadapi concern orang tua lainnya mengenai bahan makanan pencetus alergi. Kami tinggal memberikan daftar bahan makanan boleh serta tidak boleh Alma konsumsi. Sekolah sendiri lebih banyak menyiapkan makanan berupa roti, ikan, sup sayur, telur, sayuran kukus serta buah-buahan potong. Malah picky-eating Alma jauh berkurang sejak masuk TK. Sebelumnya Alma pilih-pilih sekali kalau makan sayur dan buah, padahal setiap hari orangtuanya makan sayur. Ternyata Alma harus melihat teman-teman sebayanya melahap sayur dan buah dulu, barulah ia mau ikut makan.
Sejujurnya saat Alma baru masuk sekolah, saya tidak begitu merasakan haru-biru menggelora yang identik dirasakan para ibu saat anaknya masuk sekolah. Sekarang sudah lebih dari setahun Alma bersekolah. Dari hari ke hari, kami melihat banyak perubahan pada Alma yang tadinya super-clingy menjadi lebih mandiri, percaya diri, dan selalu semangat ke sekolah. Melihat ini, ada sesuatu dalam diri saya yang menjengit tidak rela. Tidak rela melihat si kecil mulai besar, sedikit demi sedikit mulai melepas diri dari genggaman saya. Mungkin akhirnya saya merasakan juga drama haru-biru tersebut. Setiap pagi saat mengantar Alma ke sekolah dan memeluknya di depan cubby, saya selalu mengingatkan diri sendiri untuk menikmati saja haru-biru ini, sambil banyak-banyak merapal doa bagus-bagus untuk sang puteri kecil. Insha Allah.
iya Eka, Almanya happy banget sehari2 banyak main di luar :)) dan sekarang lebih kaleman. mungkin energinya kesalur banyak dengan main di luar itu hehe.
ih baru lho tadi pagi Alma gw panggil buat cium, abis cipika cipiki dia bilang "Udah mama sana aja pulang ya" #patahhati :))
aduuh seru banget yaa kegiatan di sekolahnya alma!
asyik ya, sistem pendidikan di sana udah lebih terbuka daripada kebanyakan sekolah di Indonesia. jadi anak senang ya, bermain sambil belajar.
Alma juga keliatan happy banget sekolah di sana ya, ai.
sama deh, ai. kalau anak-anak sekolah bawaannya pengen nungguin, kepo banget pengen tau mereka ngapain aja di sekolah. hahahha..mama rempong!
padahal anaknya udah ngusir2 nyuruh mamanya pergi ya hihihi..
@Yana makasiii ya :D jadi mamah2 memang penuh dagdigdug ya, degdegannya ikut di setiap milestones anak :P
@Wiwit trus pas anaknya lagi di sekolah, kitanya matigaya ya mau ngapain hahaa
@Ella ah iya, setuju.. Sekolah dan rumah harusnya mmg jadi partner yg sejalan ya dlm mendidik anak :)
@MJsMommy di satu sisi berasa sepi, pasti... Hihi
seru ni ceritanya.. TK disana keren bener yaa, ga ngebatasi anak buat eksplorasi sekitarnya.. beda dg TK di indo..
jadi ngebanyangin gimana nanti saat anak ku mulai sekolah, pasti berasa sepi..hehehe...
Wah, perasaan ibu2 sama ya, di satu sisi senang lihat anaknya makin besar, tapi di sisi lain seperti ada yang hilang ya...
Bener banget Ai, pengalaman jadi guru membuat kita lebih sadar ya kalau kesuksesan di sekolah itu adalah peran ortu dan guru, jadi gak adil kalau semuanya dibebankan pada guru...