Saya Memilih Adopsi

“Anakku sayang, kamu akan akan selalu menjadi seseorang yang Bunda cari dan rindukan, yang dengan indahnya mengisi hati ini. Walau Bunda tahu, Nak, tak akan ada yang pernah bisa mengisi ruang kosong di suatu sudut dalam dadamu….”

Enam tahun belum memiliki keturunan, waktu yang relatif lama bagi saya. Kerinduan yang sangat besar untuk dapat menimang, memeluk, mencintai seorang anak senantiasa hadir dalam hati dan jiwa saya. Hampir semua urusan medis sudah saya dan suami jalani. Tes demi tes, operasi, juga dua kali inseminasi, tidak juga mewujudkan mimpi kami. Kata dokter, secara medis, setelah operasi kami masih mungkin memiliki anak secara alami, tapi rupanya Allah belum memberikan amanah tersebut pada kami.

Saya mulai berpikir untuk mengadopsi. Saya merasa memiliki begitu banyak cinta yang dapat kuberikan pada seorang anak (walaupun bukan anak kandung). Saya melakukan banyak riset di internet. Ternyata tidak semua panti asuhan membolehkan penghuni pantinya untuk diadopsi. Pencarian mengarahkan saya pada suatu Panti Asuhan Bayi Sehat di Bandung. Akhirnya tepat satu minggu setelah ulang tahun perkawinan kami yang ke-6, kami sepakat untuk mengunjungi panti asuhan itu. Pertama kali masuk, hati saya langsung bergetar, melihat deretan tempat tidur bayi dan anak yang semuanya lucu-lucu dan menggemaskan. Ingin rasanya langsung menggendong, tapi dilarang, karena menurut pengurusnya nanti kalau sudah digendong akan susah di lepaskan, dan akibatnya akan jadi rewel. Akhirnya dari balik boks bayi, saya mengajak mereka bercanda dan menghibur mereka (karena mereka sangat ingin digendong).

Kami tidak jadi mengambil anak di panti asuhan ini karena ternyata kami tidak diizinkan mengadopsi, yang boleh adalah mengasuh. Mengasuh dalam arti, kami diberi hak asuh, akan tetapi kalau di kemudian hari  orangtua kandung atau pun saudara mereka menginginkan anak itu lagi, kami wajib menyerahkan. Rasanya, saya tidak akan sanggup, karena kalau sampai itu terjadi, pastinya saya sudah sangat sayang pada anak itu.

Pengurus panti di Bandung menyarankan agar kami ke Panti Asuhan Sosial Tunas Bangsa, di daerah Jakarta Timur, dekat Taman Mini. Besoknya kami pun langsung meluncur ke sana. Lokasinya mudah ditemukan, berdekatan dengan panti sosial lainnya. Kami masuk dan menemui kepala bagian adopsi di panti itu.

Kami pun mengutarakan niat kami untuk mengadopsi seorang bayi. Laki laki atau perempuan sama saja. Lantas, kami diperkenankan untuk melihat lihat bayi yang dirawat oleh mereka. Entah mengapa, kami tergerak untuk memasuki satu kamar, KAMAR ISOLASI. Kamar yang sebenarnya bukan kamar utama tempat bayi bayi berada.

Kamar Isolasi, menjadi saksi bisu cinta kami bertaut pertama kali. Seorang bayi mungil, kurus dan sedikit lunglai menyapa kami dengan senyum yang sangat manis. Dengan tangan kaki yang kurus dan gemeteran, ia berusaha mengangkat badan dan kepalanya ketika kami masuk ke dalam. Bayi kurus yang memiliki senyum menawan itu bernama Azzam.

Kami, langsung jatuh hati pada Azzam. Matanya yang indah telah memukau kami dan mengisi hati ini dengan bunga-bunga. We’re falling in love!

Setelah puas bermain dengan Azzam, kami kembali menjumpai petugas panti di kantor. Mereka bertanya apakah kami telah menemui bayi yang disukai. Kami mengungkapkan keinginan untuk mengadopsi Azzam. Pengurus panti menanyakan keseriusan kami mengadopsi Azzam, karena ia sakit. Azzam baru saja pulih dari Bronco Pneumonia yang bersarang di paru-paru mungilnya. Ia sempat dua bulan terbaring lemah di rumah sakit termasuk dua minggu di kamar ICU, Azzam sempat “direlakan” oleh pengurus panti. Namun, Allah berkehendak lain, sepertinya Allah menjodohkannya bagi kami.

Minggu depannya kami datang lagi, kali ini langsung menuju ruang isolasi, ruang tempat Azzam tidur. Kami yang sudah telanjur jatuh hati kembali untuk memantapkan hati mau mengadopsinya. Aku mulai mengoleksi foto foto Azzam. Saat itu, kami masih masuk masa perkenalan, belum boleh menggendong Azzam, karena belum disetujui untuk mengadopsinya. Setelah kunjungan kurang lebih tiga minggu, suamiku menghadap kepala panti, untuk mengutarakan maksud mengadopsi Azzam. Kepala Panti menyambut baik, kami diizinkan mengadopsinya.

Setelah mendapatkan izin, kami masuk tahap yang disebut dengan masa sosialisasi, kami akan diberi kartu tanda adoptan setiap kali datang berkunjung. Pada masa sosialisasi ini, kami boleh menggendong, memandikan, menyuapi Azzam pada waktu berkunjung. Kami diperbolehkan berkunjung setiap hari, pada waktu besuk, yaitu pukul 10-12 siang atau pukul 3-5 sore.  Kami biasanya memilih waktu besuk sore, karena saat itu kami bisa memandikan, menyuapi, dan bermain bersama.

Setelah masa sosialisasi berlangsung beberapa minggu, kami menyerahkan dokumen pendukung dan menunggu untuk dihubungi pihak panti. Sementara, kunjungan rutin tetap kami lakukan. Setelah surat-surat masuk kurang lebih dua minggu kemudian, kami dihubungi oleh pihak panti. Hati kami sangat gembira, mendengar kami akan di-visit. Rasanya, segala mimpi ini, akan segera jadi kenyataan. Terima Kasih, ya Allah…. Saya sangat gembira karena suatu kegiatan yang telah lama saya impikan, sekarang bisa saya lakukan: yaitu berbelanja kebutuhan bayi! Kami juga telah menyiapkan kamar bayi untuk Azzam, karena menurut cerita teman-teman sesama calon adoptan, biasanya setelah visit pertama, tidak lama kemudian bayinya boleh dibawa pulang.

Ternyata, sekitar 10 hari setelah rumah kami di-visit oleh dinas sosial dan petugas panti, kami diperbolehkan membawa pulang Azzam. Penyerahan dilakukan di panti, disaksikan oleh petugas dari dinas sosial, kepala panti dan bagian adopsi, dan saksi dari pihak keluarga. Tak kuasa air mata ini menetes, ketika akhirnya kepala panti menyerahkan Azzam ke dalam pelukanku. Subhanallah… Alhamdulillah… Allah Akbar! Ya Allah, terima kasih untuk mimpi yang menjadi kenyataan. Terima kasih untuk Azzam.

Azzam bisa dibawa pulang, bukanlah akhir dari proses adopsinya. Penyerahan Azzam ke rumah, masih dalam status hak asuh sementara, jadi sewaktu-waktu Azzam masih dapat dikembalikan atau diminta kembali. Masa asuh sementara selama 6 bulan tersebut adalah masa pemantapan bagi kedua pihak. Alhamdulillah, kami sangat menikmati mengasuh dan merawat Azzam, 6 bulan berlalu terasa sangat cepat. Kami pun dihubungi lagi untuk dijadwalkan visit kedua. Visit kedua dimaksudkan untuk melihat bagaimana perkembangan Azzam di rumah. Alhamdulillah, tidak ada masalah dengan visit kedua itu.

Setelah visit kedua, kami masih harus menunggu sekitar enam bulan lagi, kemudian dihubungi kembali untuk dijadwalkan sidang adopsi. Sidang adopsi berlangsung cepat. Hanya sekitar 20 menit. Palu pun telah diketuk. Alhamdulillah, secara Negara, Azzam resmi telah menjadi anak angkat kami.

72 Comments

  1. avatar
    Nargis February 23, 2016 10:16 am

    Assalamualaikum bunda...
    Saya nargis dari Bali. Saya ada kirim email ke bunda. Mohon dibalas ya. Saya menunggu blasan dari bunda agar bisa sharing. Terima kasih banyak.
    Wassalamualaikum WR WB.

    1. avatar

      As .



  2. avatar
    bunda nouf March 2, 2014 7:41 am

    FB aku Nouf Zahrah Anastasia kalau mau mampir ke blog aku di bundanouf.blogspot.com

    1. avatar

      As .



  3. avatar
    reyrey December 23, 2013 10:36 pm

    terharu banget baca ceritanya bunda nouf. bund ada FB ga ? boleh add ga? thx.

    1. avatar

      As .



  4. avatar
    noveyu November 6, 2013 10:19 am

    amin ....semoga ..kebahagian terus berada dalam keluarga ..

    1. avatar

      As .



  5. avatar
    bunda nouf July 27, 2013 10:18 am

    halo semua, Azzam alhamdulillah, juni kemarin 5 tahun usianya. Sekarang lagi incer2 mau "cari" adik lagi di panti. Azzam sudah minta. hehe. Untuk bunda Indah Paramitasari, kalau mau cerita lain tentang adopsi (bagaimana azzam dikasih tahu akan status nya sbg anak adopsi) bisa mampir ke blog aku http://bundanouf.blogspot.com/2013/02/anakku-tahu-kalau-ia-diadopsi.html ceritanya ada di sana. Salam :

    1. avatar

      As .