Weaning With Love: We Can!
Masa menyusui menjadi salah satu masa terindah dalam hidup saya. Saya kira akan banyak yang sepakat bahwa ketika menyusui bayi, kita sebagai ibu merasakan beragam emosi seperti jatuh cinta, takjub, perih, bahagia, penuh harap sekaligus khawatir secara bersamaan. Dan sebuah pencapaian yang sangat membanggakan, apabila sebagai ibu berhasil menyusui anak-anaknya sampai selesai dan menyapihnya dengan baik. Karena tunainya sebuah kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab adalah pencapaian yang mulia.
Banyak orang bilang kalau memulai sesuatu itu biasanya sulit, begitu pula mengakhirinya. Dalam hal menyusui, hal tersebut kurang lebih ada benarnya. Mulai menyusui bayi secara eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan hingga dua tahun, bagi saya bukan sesuatu yang mudah. Saya membutuhkan waktu tiga minggu untuk menabung stok ASI sebelum mulai kembali masuk kerja, demi meyakinkan bahwa bayi saya tidak akan kekurangan ASI selama saya di kantor. Setelah freezer kulkas rumah penuh dengan ASI perah beku, barulah saya percaya diri bahwa stok ASI-nya akan cukup. Selain itu butuh waktu dua minggu untuk saya mengajari pengasuh anak bagaimana menyiapkan ASI untuk bayi dan meminumkannya. Di kantor, saya berusaha untuk tetap gembira agar hasil perah ASI tetap lancar. Pulang kerja dengan cooler bag penuh berisi ASI hasil perah adalah cita-cita. Begitu pula harapan saya saat di kampus harus memerah stok ASI. Walau dengan tubuh lelah dan rasanya remuk redam, itu semua menjadi motivasi yang saya wujudkan setiap hari. Semua lelah hilang jika setelah tiba di rumah merengkuh si kecil dan segera menyusuinya. Endorfin menyeruak menerbitkan rasa bahagia.
Mulanya memang sulit, tetapi ketika bayi telah berhasil ASI eksklusif selama enam bulan lalu mulai makan makanan pendamping, rasanya semua menjadi lebih mudah. Melihat bayi tumbuh sehat, saya semakin yakin bahwa apa yang diperjuangkan itu sangat berharga. Semangat pun terdongkrak. Kedekatan dengan bayi yang telah terjalin menjadi alasan kuat untuk tidak meninggalkannya lama-lama. Semakin lama ibu menjadi semakin lekat dengan bayi.
[caption id="attachment_104344" align="aligncenter" width="398" caption="(gambar: www.freedigitalphotos.net)"][/caption]
Dan tibalah saatnya si bayi yang tadinya mungil, tumbuh menjadi bocah dua tahun yang semakin lucu. Mulailah segala yang mudah tadi menjadi sulit ketika akan menyapihnya. Kalau mau sekadar menyapih, mungkin sangat mudah. Orang-orang generasi tua punya banyak cara untuk menyapih, dari mulai dari mengoleskan brotowali yang super pahit ke puting dada, kunyit yang kuning merona, atau obat merah dan menutup puting dengan plester. Tetapi menyapih dengan cinta, tanpa melukai hati anak, tanpa membuat ibu merasa sedih, itu sama sekali tidak mudah.
Ketika anak kedua saya berusia 26 bulan, saya sudah berhenti memerah ASI. Selama saya di kantor, dede bungsu mulai minum susu UHT. Saya pun mulai berani menerima tugas kantor untuk dinas luar kota selama dua atau tiga hari. Saya pikir, ini akan menjadi jalan alami untuk sekaligus menyapih; terpisah selama tiga hari tanpa ditinggali ASI akan membuat dede tersapih dengan sendirinya. Apalagi saya tidak merasakan bengkak di dada, saya merasakan ini sebagai tanda bahwa produksi ASI sudah berhenti. Alangkah terkejutnya saya ketika kembali dari tugas luar kota, dede bungsu yang lucu serta merta berlari ke pelukan saya dan minta menyusu! Lebih takjub lagi, ternyata air susunya pun masih lancar. Walau sudah tidak bisa diperah, tetapi produksi ASI masih berlangsung.
Saya akhirnya menyapih si dede bungsu ketika usianya 3 tahun 1 bulan. Karena menyusuinya dimulai dengan rasa cinta, maka mengakhirinya pun harus dengan rasa cinta. Tidak mudah, tetapi bisa. Mulanya khawatir karena di usia anak 3 tahun masih menyusu, saya mulai berpikir apakah anak saya manja? Apakah ini tidak berdampak buruk baginya? Saya mendapat jawabannya dari ajaran agama saya. Sebagaimana teladan dari Rasulullah, anak-anak berusia sampai dengan 6 tahun membutuhkan kasih sayang dalam bentuk yang sangat berbeda dengan anak berusia 7 tahun ke atas. Konselor AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) ketika memberikan konsultasi seputar menyusui bagi ibu bekerja juga memaparkan bahwa sampai dengan 6 tahun adalah hal yang wajar jika anak masih menyusu pada ibunya. Namun tentunya dibarengi dengan koridor batasan tertentu seperti tidak menyusui di tempat terbuka, anak juga diajari sopan santun serta diperkenalkan dengan bentuk kasih sayang dan kenyamanan lain.
Dalam hal menyusui, mungkin saja pergesaran nilai-nilai dalam masyarakat mendorong terbentuknya opini publik bahwa anak-anak yang masih menyusu pada ibunya ketika sudah bisa berjalan dan berbicara adalah hal yang buruk. Anak-anak sekarang seperti dipaksa lebih cepat dewasa. Pada usia 5 tahun, banyak anak sudah duduk di sekolah dasar, dipaksa belajar berhitung, lancar menulis serta membaca. Saya pribadi tidak tega melihatnya, seharusnya mereka masih dalam masa bermain. Saya percaya bahwa masa kanak-kanak yang manis dan indah akan sangat berpengaruh saat nanti dewasa. Saya merasakan sendiri, masa kanak-kanak ketika saya berusia 3 sampai 6 tahun sangat lekat di benak sampai sekarang, sebagian besar waktu ketika itu adalah waktu untuk bermain! Hal-hal di masa itulah yang saya ingat sampai sekarang, seperti bacaan sholat yang diajarkan guru mengaji, bagaimana bersikap sopan kepada teman yang diajari ibu saya, berbagi, menolong teman yang susah, tidak boleh bohong karena bohong itu dosa dan tidak disukai Allah, bagaimana sebagai anak perempuan juga harus berani menjawab pertanyaan, jangan malu kecuali bersalah. Semacam itulah. Betapa inginnya saya agar saat ini mengisi masa usia emas anak-anak dengan hal-hal baik yang akan mereka ingat sampai dewasa. Termasuk menyapih mereka dengan cinta. Karena bagaimanapun, menyusu adalah hak anak-anak.
Kembali ke soal menyusui dan menyapih, ada beberapa tips berdasarkan pengalaman saya untuk membuat urban mama berhasil menyapih dengan cinta:
- Ketika akan mulai menyapih anak, lihat kondisi anak. Lihat kesiapan anak, jangan terlalu memaksakan diri dengan target menyapih pada usia tertentu. Bagaimanapun, yang alami lebih baik. Namun tanamkan sopan santun dan kenalkan etika menyusui kepada anak dengan bahasa tubuh yang sederhana atau bahasa ibu yang dipahami anak. Setiap ibu-anak punya cara tersendiri untuk berkomunikasi dengan bahasa tubuh.
- Siapkan dengan mengondisikan masa pre-weaning. Lamanya tergantung pada masing-masing anak dan ibu, tidak bisa disamaratakan. Pre-weaning bisa diisi dengan mengurangi frekuensi menyusui secara bertahap, sekaligus mengganti pengurangan frekuensi menyusui dengan bentuk kenyamanan yang lain (belaian di kepala atau pijat lembut yang disukai anak, tepuk-tepuk sayang, mulai bermain dengan buku aktivitas, mendongeng atau permainan interaktif lainnya).
- Hindari membohongi anak dengan mengusap rasa pahit atau warna menyeramkan pada puting dada agar anak berhenti menyusu. Itu hanya akan meninggalkan jejak trauma bagi anak ketika nanti dewasa. Saya pernah membaca ada seorang dokter spesialis anak yang tidak bisa makan apapun yang mengandung kunyit atau berwarna kuning seperti kunyit, langsung muntah, dikarenakan traumatik ketika kecil disapih dengan cara mengoleskan kunyit ke puting dada.
- Jangan merasa sedih atau putus asa jika anak masih terus minta menyusu walau sudah dikondisikan untuk disapih. Anak usia tiga tahun sudah dapat diajak berkomunikasi secara verbal dengan baik. Berilah pengertian kepadanya dengan bahasa yang mudah dimengerti, seperti "Ade sekarang sudah 3 tahun. Nyusu sama bundanya malam saja ya sebelum tidur sambil bunda kelonin. Oke?"
- Kondisikan anak-anak secara natural dalam lingkungan tumbuh kembang yang baik. Usahakan mereka punya teman-teman sepermainan, punya ruang yang cukup untuk bermain, punya wadah untuk mengembangkan kemampuan psikomotorik secara berimbang, serta punya waktu yang cukup untuk menyalurkan emosi kepada ayah ibunya.
Pada akhirnya, nikmatilah masa menyusui dengan segenap hati, hingga selesai. Syukurilah. Ketika anak-anak tersapih dengan baik, yakinlah bahwa perkembangan mereka juga akan baik. Weaning with love adalah pilihan yang baik tanpa paksaan, tanpa merebut hak anak, serta tanpa membuat para ibu merasa bersalah berkepanjangan. Bagi urban Mama yang sedang mulai menyapih, tetap semangat!
Dear mba Novi, terimakasih untuk sharingnya.. aku bisa baca artikel ini karena sedang galau krn anakku (3.3 tahun) masih nyaman untuk nenen kalau tidur only sbenernya, utk alasan nyaman sama mamanya. Padahal ya ga bener2 utk cari susu, krn dia ud minum susu kotak dari 1 tahun. oh ya, sejak bayi dia udah emoh sama yg namanya botol dot. Selama 2 hari belakangan , sempat kutahan untuk ga nenen pas bobo, eh kok nangis sampai suamiku jg ga tega krn takut dia trauma sedih banget. dia agak ngigo di awal tidurnya minta nenen gitu. Krn artikel mbak, mungkin akan kuteruskan nenen pas bobo, smpai dia akhirnya bisa lepas 100\% bener2 krn memang sdh saatnya dia ga mau lagi. thank you buat pencerahannya ya Mba.
Mba Novi, anak ku sudah usia 25bulan dan mencoba untuk disapih karna dia minta adik, apakah mungkin saat menyusui ak bisa hamil lagi?
hallo Mba Ana, setahuku bisa asal kita sudah menstruasi lancar deh mba. smoga membantu.
Tfs mom novi, skrg aku lg proses wwl azka 19mo, udah 5hr klo lg kumat masyaallah deh.. fiuuh.. semangaaat! :-)
Tfs mba Novi, aku lagi proses WWL. Mertua, Ibu dan Kakak udah ribut aja suruh nyapih. pake obat merah dan pait2an gitu.. akunya senyum-senyum aja sambil jawab "iya" heheee
yang berat mah, kalo mw tidur,tengah malam dan mau subuh, Sean mesti nyusu, belum mau ditawar pake UHT. Siang hari udah pake UHT. semoga bisa happy ending juga.
waaaa.. mba novi thanks for sharing yaa.. aku juga masih nerusin ASI, karena Q (28bln) masih minta kalau mau tidur, so far belum bisa dinego sama hal lain, hahaa..
semoga bisa ngikutin jejak wwl nya mba novi.. :)