Topic: Work at Home Dads (WAHD) : Problems & Challanges
Hello guys...
Tahun 2003 setelah bom Marriot nyentil usaha saya yang amat dekat dengan lokasi, Design & Software company saya berubah menjadi home industry. Seluruh programmer & designer menjadi freelancer dan kita semua bekerja dari rumah dimana saya supply the jobs, mereka yang mengerjakan. Semua effectively bekerja secara online, dan ini saya nikmati hingga akhir 2006.
Setelah menikah tahun 2005, saya dan istri pindah ke rumah yang kami beli di Rawamangun. Tiap pagi saya antar istri ke kantor dan saya pulang ke rumah lagi untuk kerja. Life was great, dengan makin canggihnya internet serta komunikasi, benar-benar punya usaha dari rumah dimana saya hanya perlu pergi kalau presentasi atau ambil materi (dan antar materi jika bukan dalam bentuk digital ke freelancer). Saya sampai bisa mengambil 2nd job sebagai translator dan ikut mengurusi keuangan perusahaan keluarga.
Tapi kok tetangga saya pada iseng. Orang Indonesia tuh gossip aja, heran. Pembokat rumah gue laporan kalo ibu-ibu sekitar, guedibilang suami gak tau dirilah: "Istrinya kerja, suaminya enak-enakan dirumah".
Awalnya sih gue cuekin, gak urus orang mo ngomong apa. Namanya juga rumah baru dan masih kosong ya sewajarnya diisi. Ya beberapa kali datanglah mobil furniture, atau delivery TV dan komputer, herannya kok tetangga makin santer, gue digossipin main togel lah, haduh.....
Kalau dikira itu cuman ibu-ibu yang gossip, wah ternyata bapak-bapaknya ikutan. Masa' gue nongkrong di warung sebelah pos hansip minum kopi ada yang bilang, "gak malu apa mas Istrinya kerja?"
Walau sudah saya terangkan kalau bekerja dari rumah dkk, herannya mereka gak percaya. Gue jualan software, mereka kira gue jualan Oriflame kali ya? Yang jualan Oriflame aja bisa puluhan juta penghasilannya.
"Masa' sih kerja dirumah bisa beli mobil sama kulkas?".
Mungkin karena komunitas disitu sangat close-knit kali ya, tapi yang jelas makin gak comfortable hidup disitu, terutama sejak Vira lahir. 1 bulan pertama istri ingin tidur di rumah orangtuanya, karena rumah sendiri ya kadang-kadang gue tidur dirumah sendiri. Eh malah tambah gossip.
Akhirnya, setelah 6+ bulan sejak Vira lahir, saya memutuskan untuk ngantor di ruko milik sendiri tak jauh dari rumah. Sempet jadi Stay Home Dad untuk Vira selama 6 bulanan, which was priceless. Tapi ketika ibu saya meminta kami untuk tinggal dirumahnya guna menemani mereka, kita gak nolak. Sebagian rumah akhirnya saya jual kepada kakak saya , gak tahan tinggal disitu. Sebagian rumah dijadikan usaha.
Well Thats my story (kok kayak curhat ya setelah dibaca lagi). Mungkin ada WAHD yang ingin sharing story pengalaman mereka, atau mungkin punya solusi yang lebih jitu soal menghadapi isengnya tetangga.
- Papa to Shavira & Arkan -
http://emergencyrecipes.wordpress.com
http://chandramarsono.wordpress.com