Maafkan Perkataan Mama yang Pernah Menyakitimu
Dulu, saat saya masih kecil bahkan hingga sebelum menikah, salah satu angan-angan saya adalah menjadi ibu yang baik dan dicintai anak-anak saya. Salah satu kriteria ibu yang baik di daftar kriteria yang saya buat dulu adalah ibu yang tidak pernah menyakiti anak-anaknya, baik secara fisik maupun melalui lisan.
Ingatan melayang ke masa kecil saya sekitar lebih dari 30 tahun lalu. Masa kecil yang saya lewati keras dan tidak mudah, namun tidak untuk disesali. Berbagai kata-kata maupun kalimat yang seharusnya tidak saya dengar sempat membuat saya trauma hingga bertahun-tahun kemudian. Sudah takdir Allah – Qadarullah- saya hidup dan besar dengan kondisi demikian.
Ingatan melayang saat saya ketakutan menerima hukuman dari Ibu berupa pukulan sapu hingga ikat pinggang, ingatan melayang juga saat terlontar kata-kata yang menusuk hati saya yang tidak mudah saya lupakan. Apakah saya membenci dan menyalahkan Ibu saya? Tentu tidak. Di usia yang sangat muda, mungkin sekitar 9 tahun saya sudah mengerti apa yang terjadi.
Hingga dewasa pun, tidak mudah bagi saya untuk sekedar melupakan perkataan yang menyakiti hati saya. Suatu saat di tahun 2009, saat itu saya sudah 6 tahun memeluk Islam dan memutuskan untuk berhijab syar’i, komentar yang saya dapat dengan nada yang sangat tidak enak adalah baju saya kampungan dan suami saya bisa meninggalkan saya karena penampilan saya seperti itu. Saat itu saya sendirian LDR dengan suami, mengurus anak pertama yang menderita penyakit berat, dan sepertinya saat itu saya sudah tahap menderita PPD (Post Partum Depression). Saya sedih sekali, menangis dan ingin rasanya malam itu juga membawa kedua putra saya pergi. Lebay ya?
Padahal saat sudah tenang, saya sadar bahwa mungkin Ibu kurang paham pakaian perempuan muslimah sesuai syariat. Tapi ya hati yang sudah sakit, cukup lama untuk pulih. Atau beberapa waktu lalu Ibu bilang ke saya, “Dasar penyakitan”. Walau mengucapkannya sambil bercanda, tetapi saat saya sedang down karena sakit, ya jadi sedih juga.
Namun di saat-saat tersebut, teringat saya akan nasihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam”.
Sering juga saya mendengar, baik di kajian maupun membaca tulisan-tulisan, bahwa berhati-hatilah mengucapkan sesuatu kepada anak karena perkataan orangtua (terutama ibu, karena umumnya ibulah yang lebih sering bersama dan mengurus anak sehari-hari), bisa berarti doa. Lanjutnya disebutkan pula bahwa tidak ada doa yang tidak tertolak yaitu doa orangtua, doa orang yang berpuasa dan doa seorang musafir. Doa yang dimaksudkan di sini mencakup doa baik maupun buruk dari orangtua pada anaknya. Membaca tulisan-tulisan tersebut saya langsung istighfar. Selama 10 tahun menjadi ibu mengingat-ingat kata-kata buruk apa yang pernah saya ucapkan kepada anak-anak saya, baik sadar maupun tidak. Terutama saat masa-masa terberat mengurus anak pertama saya yang sedang sakit berat, bersamaan dengan kehamilan anak kedua, ditambah kondisi sedang sakit dan tinggal jauh dari suami.
Selama bertahun-tahun saya terus berlatih hal-hal berikut, tidak lupa mohon bimbingan dan bantuan Allah, serta tentunya bersama-sama suami bekerjasama dan saling mengingatkan:
1. Saat kita sedang marah, secara umum perempuan melampiaskannya dengan kata-kata (berbeda dengan laki-laki). Oleh karena itu, segeralah menenangkan diri, beritahu anak-anak dan suami atau orang rumah bahwa kita perlu waktu sendirian beberapa saat. Bila anak-anak masih kecil, pastikan ada yang menjaga atau anak-anak berada di tempat aman untuk bermain sendiri. Setelah itu, saya istighfar, ambil wudhu, berdiri-duduk-berbaring (hmm, easy to say).
Saat ini anak-anak sudah paham bila saya bilang ini:
- Mama is not feeling good / I’m so weak
- I’m so sad I want to cry
Lalu mereka akan memeluk saya lalu pergi dari kamar, atau tetap di kamar bila saya yang minta.
2. Saat kesal karena perilaku anak-anak, tahanlah diri dari mengucapkan seruan seperti dasar anak nakal, anak bodoh, tidak bisa diatur, tidak tahu diuntung, dan lain sebagainya. Seruan tersebut visualisasinya bagaikan kata-kata buruk yang mencekik leher anak tersebut.
Pernah saya sangat kesal karena perilaku anak pertama saya, dan yang saya ucapkan adalah, "Yang kamu lakukan itu bodoh, Mama tahu kamu tidak bodoh".
3. Di tingkatan yang lebih tinggi, gantilah ucapan-ucapan buruk saat kita sedang kesal dengan hal-hal baik seperti:
- Kamu anak soleh... kamu anak baik.
- Sayang kan sama Mama? Mama nggak suka kamu lakukan itu.
- Calon hafidz Quran nggak begitu dong...
- Mau masuk surga sama-sama Mama kan ya?
Dan lain-lain. Intinya ingatkan anak akan hal-hal baik yang kita harapkan mereka akan lakukan.
4. Meminta maaf kepada anak kita sekiranya karena kita marah dan sudah menyakiti anak kita (fisik-psikologis atau keduanya).
5. Setelah marah reda, peluklah anak kita. Evaluasi bersama-sama hal apa yang dapat dilakukan ke depannya -baik oleh mama dan si kecil- sehingga tidak terulang lagi.
6. Ucapkan pada anak kita berbagai hal positif mengenai dirinya yaitu perbuatan baik terutama hal-hal kecil yang mungkin hal yang remeh, hingga hal besar dan prestasi lainnya dari anak kita yang membuat kita senang dan bahagia.
Bagi saya pribadi, perasaan bahagia dan bangga kepada anak kita tetap perlu diucapkan secara lisan dengan tulus. Mungkin karena masa kecil hingga dewasa, tidak ada di ingatan saya akan ucapan senang, bangga, bahagia atas prestasi-prestasi saya walau saya tahu orangtua saya merasa begitu. Seperti salah satu prestasi besar saat dahulu lulus S2 dengan predikat Cum Laude dan terpilih sebagai mahasiswa terbaik kedua, saat saya menyampaikan kabar tersebut, respons yang saya dapat tidak seperti yang saya harapkan.
7. Lalu ucapkan doa-doa pendek untuk anak kita yang didengar langsung oleh anak dan mereka paham artinya. Salah satu yang sering saya ucapkan adalah JazaakAllahu khairan, Barakallahu fiik, Rabbi habli minash shalihin, dan lainnya. Dan tentunya masih banyak lagi yang bisa dilakukan.
Setiap waktu dalam hidup adalah belajar, berproses menjadi lebih baik. Tidak perlu membanding-bandingkan dengan ibu-ibu lain karena setiap ibu memiliki kondisi dan tantangan yang berbeda. Termasuk tidak perlu membanding-bandingkan kondisi zaman dulu begini dan begitu.
Kita move-on sajalah. Yang penting selalu berusaha menjadi lebih baik setiap waktunya. Semoga Allah memudahkan proses kita menjadi ibu yang baik, dan pribadi yang lebih baik lagi ya, Mama. Aamiin.
[Teruntuk Mama, terimakasih sudah melahirkan dan membesarkan saya. Maafkan anakmu ini yang juga berbuat banyak kesalahan dan belum bisa membahagiakan Mama. Teriring selalu doa untuk Mama agar Allah beri hidayah dan kesehatan. Aamiin.]
Aku sering banget ga bisa menahan diri untuk berkata menyakitkan, mending diem ya. Makasih sharingnya Mba
menarik banget sharingnya mba, jadi masukan banget buat saya yang masih sering emosi menghadapi anak
semangat buat para urban mama
salam kenal :)
Mbak Monik, terima kasih sudah berbagi yah. Jd inget br semalam saya marah sama anak pertama saya dan akhirnya saya cuma bisa menangis saking emosi nya.Semoga saya bisa menerapkan tips2 dr mbak Monik ini :)
Mba Monik.. terimakasih sudah berbagi. Semoga Allah mengabulkan doa2 kita yaa.. Aamiin.
mewek :(( :(( :((