Hii Mom :)
Mau ikutan sharing ah...
Aku memutuskan memilih bidan. Awalnya cuma karena feeling kok lebih ayem aja dihati. Kemudian karena baca-baca pertimbangan Mama2 juga. Ada 1 sharing yg melekat banget, yaitu bidan memerikasa dengan tangan dan membuat lebih terasa manusiawi *aduh gimana sih membahasakannya. Semoga ketangkap ya maksud saya*
Alasan lainnya, karena di bidan intervensi obat2an dan alat2 lebih minimal. Lebih alami, kalau menurut saya. Bidan juga (mayoritas) perempuan, jadi meminimalkan risihnya saya dilihat laki2 lain selain suami. Dan yang penting, bidan cenderung pro-normal.
Saya mengatasi keraguan suami & mama saya mengenai kewenangan (kalau ilmu dan ketrampilan, menurut saya ga jaminan dokter lebih oke dari bidan) dan kelengkapan peralatam bidan yang tidak sebanding dengan dokter, dengan memilih bidan yang berpraktek di RS dan dibawah kordinasi dengan dokter kandungan RS tersebut.
Saya 2x ganti dokter sebelum akhirnya suami luluh hihihi... Saat itu usia kandungan memasuki 4 bulan.
Selama kontrol rutin dengan bidan, 2x ketemu dokter pengawasnya. Ini sudah ketentuan yg kalau saya ga salah tangkap, diatur UU, jadi bukan sebatas aturan RS.
Pas hari H-nya, berhubung kontraksi kuat & rapat tapi tidak ada bukaan setelah ditunggu 24 jam, bidan menyampaikan kalau saya perlu diinduksi dan mereka (Yes. Jamak, Mam :) Tim soalnya) sudah tidak punya kewenangan untuk ambil tindakan, jadi saya harus alih rawat alias ditangani dokter. Hihihi. Ya sudah, saya pun legowo :) Dokternya (saya memilih ditangani dokter si pengawas bidan) pun Puji Tuhan terbukti super sabar n telaten. Mau tungguin saya 36 jam untuk vaginal birth.
Oh ya... untuk pelayanan dan fasilitas RS, sama loh pasien bidan dan pasien dokter. Tapi bayarnya beda jauh hehehe. Satu pertimbangan lagi nih, Ma.
Selamat memilih yang pas di hati, situasi-kondisi dn keuangan ya, Ma. Semoga lancarrrrrrr sampai haliran :*
@pikipikirasa