Tinggal di lingkungan yang 'sepertinya mendukung' untuk menyusui ternyata tidak serta merta membuat perjalanan menyusui saya menjadi lebih mudah. Sebelum melahirkan, saya selalu berfikiran kalau menyusui adalah hal yang mudah. Tinggal buka, sodorkan, bayi menyusu, selesai. Ternyata semua tidak segampang itu.
Sedikit background hidup saya, saya adalah seorang sarjana lulusan universitas swasta yang dianggap paling pintar dibanding kaka-beradik saya. Makanya orang tua saya memiliki harapan besar bahwa saya akan bekerja dikantor yang membanggakan, seperti halnya ibu-ibu disekitar saya. Tepat saat wisuda, saya dilamar. Dan suami saya adalah tipe suami yang ingin istrinya jadi ibu rumah tangga saja, karena dulu ibunya adalah seorang pekerja dan ia merasa kurang mendapat perhatian lebih saat kecil. Tak lama setelah menikah saya pun hamil, dan sejak saat itu saya mulai mencari tahu bagaimana cara menjadi ibu yang baik.
Hampir semua pengetahuan saya, saya dapatkan dari media internet. Karena mertua saya sibuk dan rumahnya jauh. Begitu pula ibu saya, beliau bekerja ditambah lagi ayah saya divonis gagal ginjal sesaat sebelum saya wisuda. Akhirnya karena tidak mau merepotkan siapapun, saya pun berusaha sendiri, dengan sesekali dibantu suami jika beliau tidak sedang bekerja. Kehidupan saya selama hamil, saya isi dengan menimba ilmu dari forum, youtube, babycenter, dll. Dari sini saya tahu tentang theurbanmama, aimi, perlekatan, posisi menyusui yang benar dan lain-lain.
Saya pun cukup pede dengan ilmu hasil browsingan saya. Saya merasa, ketika melahirkan nanti saya akan bisa mempraktekkan semuanya dengan benar. Saya merasa, bahwa seluruh keluarga saya akan mendukung segala keputusan saya. Sampai pada usia kehamilan 7 bulan ayah saya meninggal. Meninggal setelah seminggu sebelumnya ada konflik dengan saya dan kaka adik saya. Hal ini membuat saya agak depresi. Hari-hari selanjutnya saya banyak menangis. Rencana untuk ikut kelas edukasi AIMI diusia 8-9 bulan sudah tidak teringat lagi. Saya benar-benar seperti orang yang hilang arah.
Saat usia 37 minggu hari rabu dini hari, saya pun lahiran setelah induksi dari jam 8 pagi. Dan berhasil imd walau saya merasa kurang lama. Arkan pun dapat menyusu dengan baik setelahnya. Lalu tiba-tiba masalah kembali datang, hari kamis sore stlh lahir arkan harus di fototerapi karena bilirubinnya terlalu tinggi kata dokter dan dokter menyarankan sufor jika asi belum keluar. Saat itu juga suami disuruh dokter beli susu formula diluar karena RS tidak menjual susu formula. Karena masih lelah pasca persalinan saya pun tidak dapat berfikir dengan jernih. Ditambah saya hanya berdua dengan suami. Mertua saat itu sudah pulang, dan ibu saya hanya datang saat persalinan, sedang sibuk dengan calon suami barunya. Kami pun pasrah. Akhirnya karena sudah terlampau lelah secara fisik dan batin, saya pun berusaha berdamai diri sendiri. Untuk kali ini saja, arkan mencicip sufor. Besok-besok tidak boleh lagi.
Arkan difototerapi. Dan saya masih berusaha untuk memerah. Berbekal 3 buah cup feeder yang saya bawa dan breastpump sewaan dari RS, saya mencoba untuk memerah asi. Breastpump electric ini tipe yg lumayan mahal krn hospital grade. Tapi asi saya tidak keluar. Bidan pun berusaha menolong dengan mengecek posisi dan cara penggunaan breastpump, setelah dicek diperah dgn tangan bidan, asinya lumayan keluar. Coba di perah dgn breastpump lagi, tapi tidak keluar lagi.
Lalu tiba-tiba saya ingat bahwa tantenya suami adalah seorang DSA. Setelah konsultasi, si tante bilang bahwa bilirubin arkan masih 13 sebenarnya masih dalam tahap normal. Karena skg batas nya sudah naik menjadi 15. Kami pun menyesal karena panik dan terburu-buru mengambil keputusan.
Akhirnya saya coba lagi memerah, kali ini dengan tangan. Memerah dengan tangan jg ternyata tidak segampang teori yang saya pelajari. Saya mencoba sesuai dengan teknik yang diajarkan, tapi keluarnya hanya sedikit-sedikit. Tapi saya tidak menyerah, suami yang kasihan pun akhirnya membantu saya memerah. Alhamdulillah, justru suami lebih paham memerah dengan tangan, akhirnya dapatlah 30 ml untuk sekali minum. Setelah perjuangan memerah dengan tangan selama 1 jam.
Saya pun buru-buru keruang bayi bersama suami, untuk memberikan asip pada arkan. Sampai diruang bayi, ternyata arkan sedang diberi sufor oleh si bidan. Lagi-lagi saya harus menelan kenyataan pahit dan berusaha berdamai dengan diri sendiri. Insya Allah arkan akan tetap sehat walau sempat icip-icip sufor.
Lalu lagi-lagi masalah datang, payudara saya bengkak dan lecet juga disekitar areola. Akhirnya diputuskan kalau makin parah, sufor saja dahulu untuk sementara. Toh udah sempat icip-icip juga. Malamnya ibu saya membawakan breastpump manual serta botol+dot. Saya tidak mau pakai dot, tapi berhubung cup feedernya masih di ruang bayi, saya pun memerah dan memasukkan hasilnya ke dalam botol dot tersebut dan saya berikan ke bidan di ruang bayi. Saya lupa untuk mengambil dotnya dari botol tersebut.
Tengah malam saya kangen dengan keberadaan bayi kecil saya. Saya pun ke ruang bayi, saya pun dikejutkan lagi saat bidan sedang memberi asip saya dengan botol dot yang saya berikan. Saat saya protes, ia pun berkelit "kalau pakai cup feeder suka kesedak bu". Akhirnya lagi-lagi saya berusaha berdamai dengan diri sendiri. Sabar, sabar. Hanya sampai setelah fototerapi kok, pikir saya.
Fototerapi pun selesai, saya pun menyusui arkan kembali. Tak disangka, apa yang saya takutkan pun terjadi, hisapan arkan berkurang drastis. Entah karena bingung puting atau tidak, yang pasti sejak saat itu saya pun mantap untuk meninggalkan dot untuk selama-lamanya. Saya lebih memilih cup feeder jika arkan harus pakai asip.
Saya pun pulang kerumah bersama suami dan arkan. Sampai dirumah, saya malah jadi seperti orang linglung. Saya hanya diam memandangi arkan. Sambil bertanya-tanya, lalu saya harus bagaimana sekarang. Saya pun berkonsultasi dengan ipar saya, ia mengatakan bahwa saya kena baby blues. Akhirnya diputuskan saya pindah kerumah mama untuk sementara karena disini lebih banyak orang. Ada ibu, adik, dan kaka-kaka saya. Rumah mama pun bertetanggaan dengan om dan tante saya.
Setelah dirumah mama, saya pun berangsur-angsur membaik. Namun saya terkadang kelelahan, karena saya harus mengurus ini itu sendiri tanpa ART ditambah kondisi rumah yang super berantakan dan tidak ada yang urus pasca sepeninggal papa (biasanya yang selalu membereskan rumah itu alm papa). Pola makan saya jg sempat tidak teratur berhari-hari dan menyebabkan produksi asi saya berkurang. Akhirnya saya selalu berusaha makan tepat waktu agar produksi asi tetap lancar. Dan berusaha untuk tidak terlalu kelelahan. Untungnya saya punya suami yang sangat supportive. Suami saya mau gantian mengganti popok arkan, memandikan arkan, mencuci jemur lipat baju arkan, membuang sampah, dll.
Pada saat arkan 4 bulan, ibu saya menikah lagi. Dan tinggal ditempat suaminya. Saya pun semakin struggle dalam membereskan rumah berisi 5 adult + 1 baby ini. Kaka dan adik saya selama ini dimanjakan oleh ibu saya dengan keberadaan ART, makanya ketika kami tidak dapat-dapat ART rumah ini sudah seperti kapal pecah walau makan disediakan catering dan cuci gosok dibantu oleh ART pulang pergi. Saya pun berusaha berkomunikasi dengan mereka, sesekali mereka pun membantu. Walau tidak sesering yang saya inginkan.
Selain masalah rumah berantakan, ada lagi tantangan menyusui yang saya hadapi. Jika orangtua dan kaka beradik saya sudah menghargai keputusan saya sbg IRT, lain halnya dengan kaka beradik ibu saya yang tinggal didekat rumah mama. Mereka selalu bertanya, kapan saya akan mengajarkan arkan minum dengan botol, kapan ditambah susu biar gendut, ini lipatan lemaknya kurang, asinya kurang kali,dsbnya. Walau saya berusaha jelaskan bahwa saya mau asi ekslusif tanpa tambahan sufor, air putih dsbnya, mereka tetap pada pendirian mereka bahwa sufor lebih bagus dari asi. Akhirnya saya pun lagi-lagi harus berdamai dengan diri sendiri dan berusaha menganggap ocehan mereka sebagai angin lalu.
Bukan hanya itu, sesekali arkan dipinjam oleh tante dan ibu saya. Dan ternyata arkan sering diberi air putih. Walau saya sudah ribuan kali wanti-wanti bahwa arkan belum boleh minum air putih sampai umur 6 bulan. Bahkan ibu saya yang sudah sering saya ajak menemani ke dokter juga masih sering ngeyel.
Dibalik segala tantangan menyusui yang saya rasakan, saya bersyukur, alhamdulillah arkan yang kini berusia hampir 7 bulan tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria dengan tumbuh kembang yang baik bahkan cukup cepat untuk beberapa milestones. Arkan pun menjadi pelipur lara bagi orang-orang disekitar kami. Saya pun merasa segala perjuangan saya terbayar lunas setiap kali dokter bilang tumbuh kembangnya bagus. Hanya dengan melihat senyumnya setiap hari energi dan semangat saya terasa kembali penuh. Apalagi melihat satu persatu milestonesnya tercapai. Sungguh kebanggaan dan kebahagiaan yg luar biasa.
Setiap ibu akan punya tantangan menyusuinya sendiri, tantangan menyusui itu ada karena Allah ingin kita menjadi lebih tegar dan kuat. Juga lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Dan saya yakin jika kita berusaha memberikan yang terbaik untuk anak kita seperti menyusui, pasti Allah bukakan jalan untuk kita.
Sedikit tips:
1. Its okay to be exhausted.
Jangan malu untuk meminta bantuan orang lain. Apalagi suami atau orgtua sendiri.
2. Tahu kapasitas diri.
Karena saat awal2 menyusui, kelelahan dapat menjadi salah satu penyebab produksi asi menurun. Dan biasanya akan berujung pada stres
3. Investasikan dana untuk peralatan yang dapat memudahkan hidup. Contoh, jika tahu anak akan konsumsi asip maka beli botol kaca yang ada indikator ml nya, jika tahu akan ada waktu tidak bisa menyusui langsung maka beli breastpump sesuai kebutuhan, jika tidak merasa mampu untuk memakaikan clodi atau popok kain maka belilah pospak, jika tidak sanggup mencuci tangan maka belilah baju-baju yang bisa dicuci dengan mesin cuci dsbnya.
4. Pilihlah barang-barang berkualitas walau dengan harga yg lebih mahal.
Percayalah barang berkualitas akan lebih memudahkan hidup dan mengurangi stres yg rawan terjadi pada new mom. Saya sendiri membeli byk perlengkapan dari mothercare seperti sterilizer mothercare yg bisa steril hanya dalam waktu 6 menit, baju-baju, mainan, alat makan, baskom, dll. Mothercare merupakan salah satu store yang selalu ada dalam pilihan nomor satu saya jika menyangkut kebutuhan bayi. Karena produk-produknya sudah terbukti aman, jadi tidak perlu khawatir lagi. Ngga ada lagi tuh "yang ini aman ngga ya buat bayi?","bpa free ngga ya?","susah ngga ya makenya?","awet ngga ya ini barang?". Yah berkuranglah yang harus kita khawatirin. Hehehe
So dont worry and happy breastfeeding moms!
Semangat!
Jangan menyerah!
Kita pasti bisa!