ok aku copy-paste dulu ya soal kapan harus cemas. aku dapat ini dari milis sehat, by Ibu Julia Maria Van Tiel
Mustinya (idealnya) setiap anak dipantau perkembangannya secara berkala. Dan
setiap tahapan dilihat bagaimana perkembangannya, apakah masih dalam batasan
range usia perkembangan normal atau tertinggal.
Biasanya yang menjadi patokan kecemasan adalah kalau tertinggal atau mengalami
penyimpangan. Kalau mendahului perkembangan normal tidak menjadi catatan dokter
tum-bang. Padahal kalau mendahului perkembangan normal bisa-bisa nanti mengalami
ketidak sinkronan perkembangan dan tidak harmonis.
Yang perlu dilihat:
- motorik dasar : tonus, kekuatan, ketepatan
- praksis yaitu bagaimana perkembangan motoriknya (dalam gerakan yang
kompleks) dalam merespon suatu stimulus
- kontak sosial
- perhatian dan daya ingat
- kemampuan berbahasa non verbal
- verbalisasi (mengoceh)
- komunikasi (perkembangan bahasa dan bicara)
- perilaku sosial dan kemampuan adaptasi
nah dalam buku hijau (tanya di puskesmas buku hijau / buku tum-bang)itu ada
tahapan-tahapan berbagai faktor di atas. Kalau salah satu tertinggal, maka kita
harus langsung waspada.
Misalnya, usia 2 bulan anak mulai bisa menyambut senyuman, ini disebut senyum
sosial. Kalau belum bisa senyum2 juga, ditungguin sampai dua setengah atau tiga
bulan belum senyum, maka laporkan dokter, supaya dilihat lagi (ditelusuri
kembali ke belakang) mengapa si anak tidak mau tersenyum. Apakah memang otot
sekitar mulut, atau memang ada gangguan emosi yang menyebabkan gangguan kontak
sosial.
misalnya lagi
umur 6 bulan, mustinya anak mulai mengoceh (banyak anak cerdas biasanya belum 6
bulan sudah ngoceh), tapi si anak diaaammm saja, bahkan tidak mengenal warna
warni bunyian. Ia tidak menengok ke arah bunyian. Nah ini juga musti hati-hati.
Lapor....mungkin ada apa-apa dengan pendengarannya.
Mustinya ya gak lapor, dokter tum-bang harusnya yang bertanya, dan diperiksa,
misalnya dikasih kliningan, nengok gak...
tetapi karena Di Indonesia ini pemeriksaan tum-bang lengkap boleh dikata nyaris
tidak ada (adanya baru tinggi badan dan berat badan dan sedikit kemampuan
motorik), maka orang tua memang harus belajar sendiri.
Sebetulnya cukup sulit, karena kadang batasannya dianggap normal dan tidak itu
sangat variatif. Apalagi bacaan kebanyakan dari negara lain, yang pola
tum-bangnya bisa berbeda.
Kesulitannya adalah jika kelak ternyata anak mengalami sesuatu (kekhususan),
maka penelusuran kembali ke belakang kesulitan. Sebab selain tidak ada catatan,
orang tua juga tidak mengerti apa saja yang perlu mendapatkan perhatian.
Jalan keluarnya lebih baik begini, buat catatan harian, perkembangan apa saja
yang sudah diliwati anak. Jadi kalau ada apa-apa bisa ditelusuri lagi ke
belakang. Pantau.
wrote:
bunda cacha dan hafidz