Market Timing vs Rupiah Cost Averaging
Kebanyakan investor reksa dana melakukan investasi dengan metode market timing dan RCA.
Market timing merupakan setoran di saat yang lebih selektif, yakni pada saat kinerja bursa sedang mengalami penurunan. Akibatnya, dengan masuk di saat tersebut, probabilitas peningkatan portfolio reksa dana bisa dicapai pada saat kinerja bursa kembali meningkat.
Sementara RCA merupakan setoran rutin per bulan dari dana tunai yang dimiliki ke dalam portofolio reksa dana yang kita miliki.Strategi ini bagus untuk meredam fluktuasi pasar sekaligus memupuk nilai investasi secara periodik.
Namun, kedua metode ini memang memiliki kelemahan masing-masing.
Rupiah cost averaging, misalnya. Saat di mana Anda melakukan setoran rutin, misalkan tanggal 1 setiap bulannya, bisa jadi merupakan hari saat kinerja bursa sedang bagus. Akibatnya, nilai aktiva bersih reksa dana Anda sedang tinggi dan dana setoran rutin Anda hanya dapat membeli unit penyertaan dalam jumlah yang sedikit.
Pada metode market timing, Anda memang dipastikan akan mendapatkan momen yang tepat untuk menambah portofolio reksa dana Anda, karena pasar sedang menurun dan Anda bisa melakukan pembelian reksa dana dengan harga nilai aktiva bersih yang murah. Anda pun akan mendapat unit penyertaan dalam jumlah yang banyak.
Namun, apakah Anda selalu akan menemukan momen yang tepat? Apakah Anda sudah bisa membaca kapan pasar akan turun? Seandainya Anda menganggap pasar sudah turun, apakah benar pasar akan naik kembali?.
Jangan Melakukan Timing Pasar
Ketika pasar turun dan harga NAB reksa dana Anda anjlok, jangan mencoba melakukan timing. Biarpun analis dan pakar mengklaim mereka mampu meramalkan apa yang akan terjadi di masa depan, Anda tidak boleh percaya begitu saja. Tidak ada yang bisa meramalkan pasar – kalaupun ada, tidak mungkin melakukannya secara konsisten. Hal-hal yang memengaruhi kejatuhan pasar seperti bencana alam, serangan teroris, krisis ekonomi, hampir tidak mungkin untuk diantisipasi.
Rupiah Cost Averaging
Karena sulitnya meramalkan apa yang akan terjadi esok hari di pasar, hal terbaik yang bisa Anda lakukan adalah melakukan rupiah cost averaging. Saat harga NAB murah, Anda akan mendapatkan jumlah unit penyertaan yang lebih banyak. Ketika pasar kembali membaik dan harganya naik, Anda akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar.
Sebagai contoh, dua orang investor membeli reksa dana saham pada tanggal 1 Juni 2007, masing – masing sebesar 1,5 juta Rupiah. Pada bulan Agustus 2007, pasar jatuh akibat sentiment kasus subprime mortgage yang mengakibatkan harga anjlok.
Investor pertama tidak melakukan tambahan setoran, sementara investor kedua secara kontinu menginvestasikan 500 ribu Rupiah selama 6 bulan ke depan. Pada akhir periode, nilai investasi yang dimiliki investor pertama kurang dari 1,3 juta Rupiah, sementara investor kedua sudah mengakumulasikan sekitar 6,2 juta Rupiah.
Diversifikasi
Ada baiknya Anda melakukan diversifikasi dalam berinvestasi. Misalkan Anda berinvestasi pada rekasa dana yang banyak menempatkan dananya pada sector pertambangan dan energi. Ketika harga barang tambang jatuh, Anda sebaiknya mendiversifikasi ke reksa dana yang menempatkan dananya pada sector lain dan tidak terlalu terkena imbas turunnya harga komodisi tersebut.
Hal ini berlaku pula untuk investasi pada reksa dana internasional. Misalkan, investasi reksa dana Anda di Negara A sedang buruk, Anda bisa melakukan diversifikasi pada reksa dana di Negara B yang menawarkan potensi keuntungan yang lebih baik.
Apabila Anda tidak tahan pada penurunan harga reksa dana, Anda bisa mendiversifikasikan portofolio reksa dana Anda dengan menambahkan komposisi reksa dana pendapatan tetap yang lebih stabil dan reksa dana pasar uang untuk melakukan balancing terhadap naik turunnya pasar.