ni ya, ada cerita klasik cina, yang ada di dewaklasik.com, dan dibahas juga di buku temen gue :"the art of enjoying life" (teddi prasetya yuliawan).
Kisah Li Li
Pada zaman dulu di Tiongkok, hiduplah seorang nyonya muda, bernama Li Li dan tinggal bersama mertuanya di wisma mertua indah. Dalam waktu singkat, Li Li tahu bahwa ia sama sekali tidak cocok dengan ibu mertuanya. Karakter mereka jauh berbeda, dan Li Li sangat berang terhadap kebiasaan ibu mertuanya, ditambah lagi apapun yang dilakukannya pasti dikritik oleh mertuanya.
Hari berganti hari, begitu pula bulan berganti bulan. Li Li dan ibu mertuanya tidak pernah berhenti berdebat dan bertengkar. Yang memperburuk suasana ialah adat kuno Tiongkok di mana Li Li dituntut harus selalu menundukkan kepala untuk menghormati mertuanya dan mentaati semua kemauannya. Semua kemarahan dan ketidakbahagiaan di dalam rumah itu menyebabkan kesedihan yang mendalam pada hati suami Li Li, seorang yang berjiwa sangat sederhana.
Akhirnya, Li Li tidak bisa tahan lagi terhadap sifat buruk dan kesewenang-wenangan ibu mertuanya, dan ia benar-benar telah bertekad untuk melakukan sesuatu. Li Li pergi menjumpai seorang teman ayahnya yaitu tuan Wang yang mempunyai Toko Obat Cina. Ia menceritakan situasinya dan minta diberikan ramuan racun untuk dapat menuntaskan masalahnya dalam sekali
pukul. Sinshe Wang berpikir keras sejenak dan akhirnya berkata: “Li Li saya mau membantu kamu menyelesaikan masalahmu, tetapi kamu harus mendengarkan saya dan menaati apa yang saya sarankan.”
Li Li berkata, “OK pak Wang, saya akan mengikuti apa saja yang bapak katakan.” Sinshe Wang masuk ke ruang belakang, dan kembali beberapa menit kemudian dengan sebungkus ramuan obat. Ia berkata kepada Li Li, “Kamu tidak bisa memakai racun keras yang mematikan seketika untuk meyingkirkan ibu mertuamu, karena hal itu akan membuat semua orang menjadi curiga. Oleh karena itu, saya memberi kamu ramuan beberapa jenis tanaman obat yang secara perlahan-lahan akan menjadi racun di dalam tubuhnya. Setiap hari sediakan makanan yang enak-enak dan masukkan sedikit ramuan obat ini ke dalamnya. Karena itu, supaya tidak ada yang curiga saat ia mati nanti, kamu harus hati-hati sekali dan bersikap sangat bersahabat dengannya. Jangan berdebat dengannya, turuti semua kehendaknya, dan perlakukan dia seperti seorang ratu.”
Li Li sangat bahagia. Ia berterima kasih kepada tuan Wang dan buru-buru pulang ke rumah untuk memulai rencananya untuk membunuh ibu mertuanya. Minggu demi minggu, bulan demi bulan telah lewat, dan setiap hari Li Li melayani mertuanya dengan makanan yang sudah “dibumbuinya”. Ia mengingat semua petunjuk tuan Wang tentang hal mencegah kecurigaan, maka ia mulai mengendalikan amarahnya, menghormati ibu mertuanya dan memperlakukannya
seperti ibunya sendiri.
Setelah enam bulan lewat, suasana di dalam keluarga itu berubah secara drastis. Li Li sudah mampu mempraktekkan pengendalian amarahnya sedemikian rupa sehingga ia menemukan dirinya tidak pernah lagi marah atau kesal. Ia tidak pernah berdebat dengan ibu mertuanya selama enam bulan terakhir karena ia menemukan bahwa ibu mertuanya kini tampaknya lebih ramah dan lebih mudah untuk diajak hidup bersama. Sikap ibu mertua terhadap Li Li telah berubah, dan ia mulai mencintai Li Li seperti puterinya sendiri. Ia terus menceritakan kepada kawan-kawan dan sanak familinya bahwa Li Li adalah menantu yang paling baik. Mertuanya memperlakukan Li Li seperti layaknya seorang ibu terhadap putri kandung sendiri.
Suami Li Li sangat bahagia menyaksikan semua yang terjadi ini. Suatu hari, Li Li pergi menjumpai sinshe Wang dan meminta bantuannya sekali lagi.
Ia berkata, “Pak Wang yang baik, tolong saya untuk mencegah supaya racun yang saya berikan kepada ibu mertua saya jangan sampai membunuhnya! Ia telah berubah menjadi seorang wanita yang begitu baik, sehingga saya mencintainya seperti ibu saya sendiri. Saya tidak mau ia sampai mati karena racun yang pernah saya berikan kepadanya.”
Tuan Wang tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya, “Li Li tidak ada yang perlu kamu khawatirkan. Saya tidak pernah memberi kamu racun. Ramuan yang saya berikan kepadamu itu hanyalah ramuan penguat badan untuk memperbaiki kondisi kesehatan beliau. Satu-satunya racun yang ada terdapat di dalam pikiranmu sendiri dan di dalam sikapmu terhadapnya, tetapi semuanya itu telah disapu bersih dengan cinta yang kamu berikan kepadanya.”
Mendengarkan itu Li Li sangat berbahagia karena mertuanya masih bisa hidup bersama. Seketika itu ia langsung pulang ke rumah dan meminta maaf kepada mertuanya atas kesalahan yang diperbuatnya selama ini, sambil memeluk mertuanya, dan berkata, “Mama, Li Li sayang mama.” Mertuanya juga dengan terharu memeluk Li Li dan telah memaafkan Li Li. Demikianlah akhirnya Li Li dan mertuanya hidup akur, harmonis, dan bahagia.
:)